woensdag, september 26, 2007
BERBAKTI KEPADA ORANG TUA
dinsdag, september 18, 2007
SHOLAT TERAWIH
Dari hadits-hadits dan riwayat yang ada dapat disimpulkan bahwa Nabi shallallahu `alaihi wa sallam mengerjakan shalat malam dan witir lengkap berbagai cara:
Pertama.Shalat 13 rakaat dan dimulai dengan 2 rakaat yang ringan.Berkenaan dengan ini ada beberapa riwayat:a. Hadits Zaid bin Khalid al-Juhani bahwasanya berkata: “Aku perhatikan shalat malam Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam. Yaitu (ia) shalat dua rakaat yang ringan kemudian ia shalat dua rakaat yang panjang sekali. Kemudian shalat dua rakaat, dan dua rakaat ini tidak sepanjang dua rakaat sebelumnya, kemudian shalat dua rakaat (tidak sepanjang dua rakaat sebelumnya), kemudian shalat dua rakaat (tidak sepanjang dua rakaat sebelumnya), kemudian shalat dua rakaat (tidak sepanjang dua rakaat sebelumnya), kemudian witir satu rakaat, yang demikian adalah tiga belas rakaat.” (Diriwayatkan oleh Malik, Muslim, Abu Awanah, Abu Dawud dan Ibnu Nashr)
b. Hadits Ibnu Abbas, ia berkata: “Saya pernah bermalam di kediaman Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam suatu malam, waktu itu beliau di rumah Maimunah radliyallahu anha. Beliau bangun dan waktu itu telah habis dua pertiga atau setengah malam, kemudian beliau pergi ke tempat yang ada padanya air, aku ikut berwudlu bersamanya, kemudian beliau berdiri dan aku berdiri di sebelah kirinya maka beliau pindahkan aku ke sebelah kanannya. Kemudian meletakkan tangannya di atas kepalaku seakan-akan beliau memegang telingaku, seakan-akan membangunkanku, kemudian beliau shalat dua rakaat yang ringan. Beliau membaca Ummul Qur’an pada kedua rakaat itu, kemudian beliau memberi salam kemudian beliau shalat hingga sebelas rakaat dengan witir, kemudian tidur. Bilal datang dan berkata: Shalat Ya Rasulullah! Maka beliau bangun dan shalat dua rakaat, kemudian shalat mengimami orang-orang. (HR. Abu Dawud dan Abu `Awanah dalam kitab Shahihnya. Dan asalnya di Shahihain)
Ibnul Qayim juga menyebutkan hadits ini di Zadul Ma`ad 1:121 tetapi Ibnu Abbas tidak menyebut bahwa Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam memulai shalatnya dengan dua rakaat yang ringan sebagaimana yang disebutkan Aisyah.
c. Hadits Aisyah, ia berkata: Adalah Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam apabila bangun malam, memulai shalatnya dengan dua rakaat yang ringan, kemudian shalat delapan kemudian berwitir. Pada lafadh lain: Adalah Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam shalat Isya, kemudian menambah dengan dua rakaat, aku telah siapkan siwak dan air wudhunya dan berwudlu kemudian shalat dua rakaat, kemudian bangkit dan shalat delapan rakaat, beliau menyamakan bacaan antara rakaat-rakaat itu, kemudian berwitir pada rakaat yang ke sembilan. Ketika Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam sudah berusia lanjut dan gemuk, beliau jadikan yang delapan rakaat itu menjadi enam rakaat kemudian ia berwitir pada rakaat yang ketujuh, kemudian beliau shalat dua rakaat dengan duduk, beliau membaca pada dua rakaat itu “Qul ya ayyuhal kafirun” dan “Idza zulzilat.”
Penjelasan.Dikeluarkan oleh Thahawi 1/156 dengan dua sanad yang shahih. Bagian pertama dari lafadh yang pertama juga dikeluarkan oleh Muslim 11/184; Abu Awanah 1/304, semuanya diriwayatkan melalui jalan Hasan Al-Bashri dengan mu`an`an, tetapi Nasai meriwayatkannya (1:250) dan juga Ahmad V:168 dengan tahdits. Lafadh kedua ini menurut Thahawi jelas menunjukan bahwa jumlah rakaatnya 13, ini menunjukan bahwa perkataannya di lafadh yang pertama: “kemudian ia berwitir” maksudnya tiga rakaat. Memahami seperti ini gunanya agar tidak timbul perbedaan jumlah rakaat antara riwayat Ibnu Abbas dan Aisyah.
Kalau kita perhatikan lafadh kedua, maka di sana Aisyah menyebutkan dua rakaat yang ringan setelah shalat Isya’nya, tetapi tidak menyebutkan adanya shalat ba’diyah Isya. Ini mendukung kesimpulan penulis pada uraian terdahulu bahwa dua rakaat yang ringan itu adalah sunnah ba`diyah Isya.
Tentang ini ada riwayat dari Aisyah sebagai berikut: Adalah Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam tidur, ketika bangun beliau bersiwak kemudian berwudhu, kemudian shalat delapan rakat, duduk setiap dua rakaat dan memberi salam, kemudian berwitir dengan lima rakaat, tidak duduk kecuali ada rakaat kelima, dan tidak memberi salam kecuali pada rakaat yang kelima. Maka ketika muadzin beradzan, beliau bangkit dan shalat dua rakaat yang ringan.
Penjelasan :Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad II:123, 130, sanadnya shahih menurut persyaratan Bukhari dan Muslim. Dikeluarkan juga oleh Muslim II:166; Abu Awanah II:325, Abu Daud 1:210; Tirmidzi II:321 dan beliau mengesahkannya. Juga oleh Ad-Daarimi 1:371, Ibnu Nashr pada halaman 120-121; Baihaqi III:27; Ibnu Hazm dalam Al-Muhalla III:42-43.
Semua mereka ini meriwayatkan dengan singkat, tidak disebut padanya tentang memberi salam pada tiap dua rakaat, sedangkan Syafi’i 1:1/109, At-Thayalisi 1:120 dan Hakim 1:305 hanya meriwayatkan tentang witir lima rakaat saja.
Hadits ini juga mempunyai syahid dari Ibnu Abbas, diriwayatkan oleh Abu Dawud 1:214 daan Baihaqi III:29, sanad keduanya shahih. Kalau kita lihat sepintas lalu, seakan-akan riwayat Ahmad ini bertentangan dengan riwayat Aisyah yang membatas bahwa Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam tidak pernah mengerjakan lebih dari sebelas rakaat, sebab pada riwayat ini jumlah yang dikerjakan Nabi shallallahu `alaihi wa sallam adalah 13 rakaat ditambah 2 rakaat qabliyah Shubuh. Tetapi sebenarnya kedua riwayat ini tidak bertentangan dan dapat dijama’ seperti pad uraian yang lalu. Kesimpulannya dari 13 rakaat itu, masuk di dalamnya 2 rakaat Iftitah atau 2 rakaat ba’diyah Isya.
Ketiga.Shalat 11 rakaat, dengan salam setiap dua rakaat dan berwitir 1 rakaat.
Dasarnya hadits Aisyah berikut ini: “Adalah Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam shalat pada waktu antara selesai shalat Isya, biasa juga orang menamakan shalat `atamah hingga waktu fajar, sebanyak 11 rakaat, beliau memberi salam setiap dua rakaat dan berwitir satu rakaat, beliau berhenti pada waktu sujudnya selama seseorang membaca 50 ayat sebelum mengangkat kepalanya”.
Penjelasan:Diriwayatkan oleh Muslim II:155 dan Abu Awanah II:326; Abu Dawud I:209; Thahawi I:167; Ahmad II:215, 248. Abu Awanah dan Muslim juga meriwayatkan dari hadits Ibnu Umar, sedangkan Abu Awanah juga dari Ibnu Abbas.
Mendukung riwayat ini adalah Ibnu Umar juga: Bahwa seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam tentang shalat malam, maka sabdanya: Shalat malam itu dua rakaat dua rakaat. Kalau seseorang daripada kamu khawatir masuk waktu Shubuh, cukup dia shalat satu rakaat guna menggajilkan jumlah rakaat yang ia telah kerjakan.
Riwayat Malik I:144, Abu Awanah II:330-331, Bukhari II:382,385, MuslimII:172. Ia menambahkan (Abu Awanah): “Maka Ibnu Umar ditanya: Apa yang dimaksud dua rakaat - dua rakaat itu? Ia menjawab: Bahwasanya memberi salam di tiap dua rakaat.”
Keempat.Shalat 11 rakaat yaitu sholat 4 rakaat dengan 1 salam, empat rakaat salam lagi, kemudian tiga rakaat.
Haditsnya adalah riwayat Bukhari Muslim sebagaimana disebutkan terdahulu. Menurut dhahir haditsnya, beliau duduk di tiap-tiap dua rakaat tetapi tidak memberi salam, demikianlah penafsiran Imam Nawawi. Yang seperti ini telah diriwayatkan dalam beberapa hadits dari Aisyah bahwasanya Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam tidak memberi salam antara dua rakaat dan witir, namun riwayat-riwayat itu lemah, demikianlah yang disebutkan oleh Al-Hafidh Ibnu Nashr, Baihaqi dan Nawawi.
KelimaShalat 11 rakaat dengan perincian 8 rakaat yang beliau tidak duduk kecuali pada rakaat kedelapan tersebut, maka beliau bertasyahud dan bershalawat atas Nabi, kemudian bangkit dan tidak memberi salam, selanjutnya beliau witir satu rakaat, kemudian memberi salam (maka genap 9 raka’at). Kemudian Nabi sholat 2 raka’at sambil duduk.
Dasarnya adalah hadits Aisyah radliallahu `anha, diriwayatkan oleh Sa’ad bin Hisyam bin Amir. Bahwasanya ia mendatangi Ibnu Abbas dan menanyakan kepadanya tentang witir Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam maka Ibnu Abbas berkata: Maukah aku tunjukan kepada kamu orang yang paling mengetahui dari seluruh penduduk bumi tentang witirnya Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam: Ia bertanya siapa dia? Ia berkata: Aisyah radlillahu anha, maka datangilah ia dan Tanya kepadanya: Maka aku pergi kepadnya, ia berkata: Aku bertanya; Hai Ummul mukminin khabarkan kepadaku tentang witir Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam, Ia menjawab: Kami biasa menyiapkan siwak dan air wudlunya, maka ia bersiwak dan berwudlu dan shalat sembilan rakaat tidak duduk padanya kecuali pada rakaat yang kedelapan, maka ia mengingat Allah dan memuji-Nya dan bershalawat kepada nabi-Nya dan berdoa, kemudian bangkit dan tidak memberi salam, kemudian berdiri dan shalat (rakaat) yang kesembilan, kemudian beliau duduk dan mengingat Allah dan memujinya (at tahiyat) dan bershalawat atas nabi-Nya shallallahu `alaihi wa sallam dan berdoa, kemudian memberi salam dengan salam yang diperdengarkan kepada kami, kemudian shalat dua rakat setelah beliau memberi salam, dan beliau dalam keadaan duduk, maka yang demikian jumlahnya sebelas. Wahai anakku, maka ketika Nabi shallallahu `alaihi wa sallam menjadi gemuk, beliau berwitir tujuh rakaat, beliau mengerjakan di dua rakaat sebagaimana yang beliau kerjakan (dengan duduk). Yang demikian jumlahnya sembilan rakaat wahai anakku.
PenjelasanDiriwayatkan oleh Muslim II:169-170, Abu Awanah II:321-325, Abu Dawud I:210-211, Nasai I/244-250, Ibnu Nashr halaman 49, Baihaqi III:30 dan Ahmad VI:53,54,168.
Keenam.Shalat 9 rakaat, dari jumlah ini, 6 rakaat beliau kerjakan tanpa duduk (tasyahud) kecuali pada rakaat yang keenam tersebut, beliau bertasyahud dan bershalawat atas Nabi shallallahu `alaihi wa sallam kemudian beliau bangkit dan tidak memberi salam sedangkan beliau dalam keadaan duduk.
Yang menjadi dasar adalah hadits Aisyah radiyallahu anha seperti telah disebutkan pada cara yang kelima.
Itulah cara-cara shalat malam dan witir yng pernah dikerjakan Rasulullah, cara yang lain dari itu bisa juga ditambahkan yang penting tidak melebihi sebelas rakaat. Adapun kurang dari jumlah itu tidak dianggap menyalahi karena yang demikian memang dibolehkan, bahkan berwitir satu rakaatpun juga boleh sebagaimana sabdanya yang lalu: “….Maka barang siapa ingin maka ia boleh berwitir 5 rakaat, dan barangsiapa ingin ia boleh berwitir 3 rakaat, dan barangsiapa ingin ia boleh berwitir dengan satu rakaat.”
Hadits di atas merupakan nash boleh ia berwitir dengan salah satu dari rakaat-rakaat tersebut, hanya saja seperti yang dinyatakan hadits Aisyah bahwasaya beliau tidk berwitir kurang dari 7 rakaat.
Tentang witir yang lima rakaat dan tiga rakaat dapat dilakukan dengan berbagai cara:a. Dengan sekali duduk dan sekali salamb. Duduk at tahiyat setiap dua rakaatc. Memberi salam setiap dua rakaat
Al-Hafidh Muhammad bin Nashr al-Maruzi dalam kitab Qiyamul Lail halaman 119 mengatakan: Cara yang kami pilih untuk mengerjakan shalat malam, baik Ramadlan atau lainnya adalah dengan memberi salam setiap dua rakaat. Kalau seorang ingin mengerjakan tiga rakaat, maka di rakaat pertama hendaknya membaca surah “Sabbihisma Rabbikal A’la” dan pada rakaat kedua membaca surah “Al-Kafirun”, dan bertasyahud dirakaat kedua kemudian memberi salam. Selanjutya bangkit lagi dan shalat satu rakaat, pada rakaat ini dibaca Al-Fatihah dan Al-Ikhlash, Mu`awwidzatain (Al-Falaq dan An-Naas), setelah itu beliau (Muhammad bin Nashr) menyebutkan cara-cara yang telah diuraikan terdahulu.
Semua cara-cara tersebut boleh dilakukan, hanya saja kami pilih cara yang disebutkan di atas karen didasarkan pada jawaban Nabi shallallahu `alaihi wa sallam ketika beliau ditanya tentang shalat malam, maka beliau menjawab: bahwa shalat malam itu dua rakaat dua rakaat, jadi kami memilih cara seperti yang beliau pilih.
Yang jelas tentang pelaksanaan yang tiga rakaat ini mengandung beberapa ihtimaalat (kemungkinan), diantaranya kemungkinan beliau justru memberi salam, karena demikialah yang kami tafsirkan dari shalat beliau yang sepuluh rakaat, meskipun di sana tidak diceritakan tentang adanya salam setiap dua rakaat, tapi berdasar keumuman sabdanya bahwa asal shalat malam atau siang itu adalah dua rakaat, dua rakaat.
Sedangkan hadits Ubay bin Ka’ab yang sering dijadikan dasar tidak adanya salam kecuali pada rakaat yang ketiga (laa yusallimu illa fii akhirihinna), ternyata tambahan ini tidak dapat dipakai, karena Abdul Aziz bin Khalid bersendiri dengan tambahan tersebut, sedangkan Abdul Aziz ini, tidak dianggap tsiqah oleh ulama Hadits. Dalam at-Taqrib dinyatakan bahwa dia maqbul apabila ada mutaba’ah (hadits lain yang mengiringi), kalau tidak ia termasuk Layyinul Hadits. Di samping itu tambahan riwayatnya menyalahi riwayat dari Sa’id bin Abi Urubah yang tanpa tambahan tersebut. Ibnu Nashr, Nasai dan Daruqutni juga meriwayatkan tanpa tambahan. Dengan ini, jelas bahwa tambahan tersebut adalah munkar dan tidak dapat dijadikan hujjah.
Tapi walaupun demikian diriwayatkan bahwa shahabat-shahabat Nabi shallallahu `alaihi wa sallam mengerjakan witir tiga rakaat dengan tanpa memberi salam kecuali pada rakaat yang terakhir dan ittiba’ kepada mereka ini lebih baik baik daripada mengerjakan yang tidak dicontohkan. Dari sisi lain perlu juga diketengahkan bahwa terdapat banyak riwayat baik dari Nabi shallallahu `alaihi wa sallam, para shahabat ataupun tabi’in yang menunjukan tidak disukainya shalat witir tiga rakaat, diantaranya: “Janganlah engkau mengerjakan witir tiga rakaat yang menyerupai Maghrib, tetapi hendaklah engkau berwitir lima rakaat.” (HR. Al-Baihaqi, At Thohawi dan Daruquthny dan selain keduanya, lihat Sholatut Tarawih hal 99-110).
Hadits ini tidak dapat dipakai karena mempunyai kelemahan pada sanadnya, tapi Thahawi meriwayatkan hadits ini melalui jalan lain dengan sanad yang shahih. Adapun maksudnya adalah melarang witir tiga rakaat apabila menyerupai Maghrib yaitu dengan dua tasyahud, namun kalau witir tiga rakaat dengan tidak pakai tasyahud awwal, maka yang demikian tidak dapat dikatakan menyerupai. Pendapat ini juga dinyatakan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari II:385 dan dianggap baik oleh Shan’aani dalam Subulus Salam II:8.
Kesimpulan dari yang kami uraikan di atas bahwa semua cara witir yang disebutkan di atas adalah baik, hanya perlu dinyatakan bahwa witir tiga rakaat dengan dua kali tasyahhud, tidak pernah ada contohnya dari Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bahkan yang demikian tidak luput dari kesalahan, oleh karenanya kami memilih untuk tidak duduk di rakaat genap (kedua), kalau duduk berarti memberi salam, dan cara ini adalah yang lebih utama
Ketika saya berkunjung kesuatu tempat, saya mempersilahkan seseorang untuk memimpin shalat, namun saya melihat banyak orang tidak suka kepadanya, dan mereka lebih suka kalau saya yang menjadi Imam, dengan alasan inilah saya memimpin shalat Tarawih dan saya melakukannya dengan cepat.
Mereka banyak yang melakukan shalat Tarawih hanya 8 rakaat. Apakah 20 rakaat terlalu banyak untuk Allah SWT ? Bahkan 20.000 rakaatpun terlalu sedikit untuk Allah swt. Mereka yang melakukan shalat taraweh 8 rakaat mengatakan kepada dirinya sendiri,” Cukup, ini sudah terlalu banyak.” Mereka sudah kelelahan, tetapi mereka masih sanggup menghabiskan waktu didepan TV berjam-jam tanpa kelelahan. Mereka menghabiskan waktu 23 jam untuk ego mereka dan hanya 1 jam mereka habiskan waktu untuk beribadah, bila dijumlahkan seluruh waktu sholat mereka baik siang ataupun malam.
Alasan terakhir mereka yang melakukan shalat 8 rakaat adalah rasa malas. Dan kiasan bagi kaum munafiqun dalam Al-Quran yang suci berbunyi,” Dan apabila mereka berdiri untuk shalat, mereka bangun dengan malas” (4:142). “Malas dan Enggan” (9:54). Sayyidina Ubaydullah RA mengatakan ,” Siapapun yang merasa lelah dan berhenti, dia bukan salah satu dari kita,”. Kita disini adalah berarti para Pencari (Al Salikun). Ketika mereka merasa lelah , itulah tanda kemalasan. Namun demikian kita melanjutkan jalan menuju Tuhan kita. Seorang hamba harus selalu berada dalam perjalanan menuju Tuhannya LA BUDD MIN AL-SULUK.
Betapa beraninya mereka meninggalkan ijma/konsesus umat yang telah bertahan selama 15 abad mengenai shalat tarawih 20 rakaat, dan sunnah Rasulullah saw mengatakan,”Kalian harus mengikuti sunnahku, dan sunnahku dari kalifah2 yang terbimbing dengan benar setelahku.”. Apakah hadist ini shahih atau tidak?? ( mereka menjawab Shahih). Tetapi ketika mereka melihat orang melakukan shalat 20 rakaat atau menghabiskan waktu lebih banyak dalam beribadah, mereka mengatakan Bid’ah, tetapi mereka tak punya keberatan terhadap waktu menonton TV, bagi mereka ini bukan suatu bid’ah.
Sebuah hadist menyatakan ,” Siapa yang meniru seseorang, dia adalah salah satu dari mereka.”Mereka tidak berhak mengatakan hal itu, ketika Rasulullah saw memerintahkan kita untuk tinggal bersama massa terbesar, Sawad al A’zam. Dan Sawad al A’zam melalukan shalat 20 rakaat sejak 15 abad yang lalu. Berani sekali mereka menentangnya. Bi Hurmatil Habib, bihurmtil Fatiha
Riwayat Salat taraweh 20 Rakaat, Bukan 8 Rakaat :
Telah diriwayatkan dari Sayyidah A’isyah ra. bahwa Nabi Muhammad saw keluar sesudah tengah malam pada bulan Ramadlan dan beliau melakukan shalat di masjid, maka para shahabat melakukan shalat dengan shalat beliau. Lalu pada pagi harinya para shahabat tersebut memperbincangkan shalat mereka dengan Rasulullah saw, sehingga pada malam kedua orang bertambah banyak. Kemudian Nabi saw. melakukan shalat dan orang-orang melakukan shalat dengan shalat beliau.
Pada malam ketiga tatkala orang-orang bertambah banyak sehingga masjid tidak mampu menapung para jama’ah, Rasulullah saw. tidak keluar pada para jama’ah sehingga beliau keluar untuk melakukan shalat shubuh. Dan setelah beliau shalat shubuh, beliau menghadap kepada para jama’ah dan bersabda: “Sesungguhnya tidaklah dikhawatirkan atas kepentingan kalian tadi malam; akan tetapi aku takut apabila shalat malam itu diwajibkan atas kamu sekalian, sehingga kalian tidak mampu melaksanakannya !”.
Kemudian Rasulullah saw. wafat dan keadaan berjalan demikian pada zaman kekhalifahan Abu Bakar dan permulaan kekhalifahan Umar bin Khattab ra. Kemudian Khalifah Umar bin Khattab ra. mengumpulkan orang-orang laki-laki untuk berjama’ah shalat tarawih dengan diimami oleh Ubai bin Ka’ab dan orang-orang perempuan berjama’ah dengan diimami oleh Usman bin Khatsamah. Oleh karena itu Khalifah Usman bin Affan berkata pada masa pemerintahan beliau: “Semoga Allah menerangi kubur Umar sebagaimana Umar telah menerangi masjid-masjid kita”. Yang dikehendaki oleh hadits ini adalah bahwa Nabi saw. keluar dalam dua malam saja.
Menurut pendapat yang masyhur adalah bahwa Rasulullah saw. keluar pada para shahabat untuk melakukan shalat tarawih bersama mereka tiga malam, yaitu tanggal 23, 25 dan 27, dan beliau tidak keluar pada mereka pada malam 29. Sesungguhnya Rasulullah saw tidak tiga malam berturut-turut adalah karena kasihan kepada para shahabat. Dan beliau shalat bersama para shahabat delapan raka’at; tetapi beliau menyempurnakan shalat 20 raka’at di rumah beliau dan para shahabat menyempurnakan shalat di rumah mereka 20 raka’at, dengan bukti bahwa dari mereka itu didengar suara seperti suara lebah. Sesungguhnya Nabi saw. tidak menyempurnakan bersama para shahabat 20 raka’at di masjid adalah karena kasihan kepada mereka.
Dari hadits ini menjadi jelas, bahwa jumlah shalat tarawih yang mereka lakukan itu tidak terbatas hanya delapan raka’at, dengan bukti bahwa mereka menyempurnakannya di rumah-rumah mereka. Sedang pekerjaan Khalifah Umar ra. telah menjelaskan bahwa jumlah raka’atnya adalah duapuluh, pada sa’at Umar ra. mengumpulkan orang-orang di masjid dan para shahabat menyetujuinya serta tidak didapati seorangpun dari orang-orang sesudah beliau dari para Khulafa’ur Rasyidun yang berbeda dengan Umar. Dan mereka terus menerus melakukan shalat tarawih dengan berjama’ah 20 raka’at.
Dalam hal ini Nabi Muhammad saw. telah bersabda:“Wajib atas kamu sekalian mengikuti sunnahku dan sunnah dari Al- Khulafa’ur Rasyidun yang telah mendapat petunjuk; dan gigitlah sunnah-sunnah tersebut dengan gigi geraham (berpegang teguhlah kamu sekalian pada sunnah-sunnah tersebut).” HR Abu Dawud
Nabi Muhammad saw. juga pernah bersabda sebagai berikut:“Ikutlah kamu sekalian dengan kedua orang ini sesudah aku mangkat, yaitu Abu Bakar dan Umar.” HR. Ahmad, Abu Dawud dan Ibnu Majah.
Telah diriwayatkan bahwa Umar bin Khattab telah memerintahkan Ubai dan Tamim Ad Daari melakukan shalat tarawih bersama orang-orang sebanyak 20 raka’at. Dan Imam Al Baihaqi telah meriwayatkan dengan isnad yang shahih, bahwa mereka melakukan shalat tarawih pada masa pemerintahan Umar bin Khattab 20 raka’at, dan menurut satu riwayat 23 raka’at. Dan pada masa pemerintahan Usman bin Affan juga seperti itu, sehingga menjadi ijma’. Dalam satu riwayat, Ali bin Abi Talib ra. mengimami orang-orang dengan 20 raka’at dan shalat witir dengan tiga raka’at.
Imam Abu Hanifah telah ditanya tentang apa yang telah dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khattab ra., maka beliau berkata:”Shalat tarawih itu adalah sunnat mu’akkadah. Dan Umar ra. tidaklah menentukan bilangan 20 raka’at tersebut dari kehendaknya sendiri. Dalam hal ini beliau bukanlah orang yang berbuat bid’ah. Dan beliau tidak memerintahkan shalat 20 raka’at, kecuali berasal dari sumber pokoknya yaitu dari Rasulullah saw.”
Khalifah Umar bin Khattab ra. telah membuat sunnah dalam hal shalat tarawih ini dan telah mengumpulkan orang-orang dengan diimami oleh Ubai bin Ka’ab, sehinggaUbai bin Ka’ab melakukan shalat tarawih dengan berjama’ah, sedangkan para shahabat mengikutinya. Di antara para shahabat yang mengikuti pada waktu itu terdapat: Usman bin ‘Affan, Ali bin Abi Thalib, Ibnu Mas’ud, ‘Abbas dan puteranya, Thalhah, Az Zubair, Mu’adz, Ubai dan para shahabat Muhajirin dan shahabat Ansor lainnya ra. Dan pada waktu itu tidak ada seorangpun dari para shahabat yang menolak atau menentangnya, bahkan mereka membantu dan menyetujuinya serta memerintahkan hal tersebut.
Dalam hal ini Nabi Muhammad saw. pernah bersabda:“Para shahabatku adalah bagaikan bintang-bintang di langit. Dengan yang mana saja dari mereka kamu sekalian mengikuti, maka kamu sekalian akan mendapatkan petunjuk.
MACAM MACAM HATI
AHLAN WA SAHLAN
Hubungan hati dengan organ-organ tubuh lainnya, laksana raja yang bertahta diatas singgasana yang dikelilingi para punggawanya. Seluruh anggota punggawa bergerak atas perintahnya. Dengan kata lain, bahwa hati itu adalah pengendali dan sekaligus sebagai pemberi komando terdepan yang setiap anggota tubuh berada di bawah kekuasaannya. Di hati inilah anggota badan lainnya mengambil keteladanannya, baik dalam ketaatan atau penyimpangan. Organ-organ tubuh lainnya selalu mengikuti dan patuh dalam setiap keputusan.
Nabi saw bersabda: “Ketahuilah, sesungguhnya di dalam tubuh manusia ada segumpal daging, apabila daging itu baik maka baiklah tubuh manusia itu, akan tetapi bila daging itu rusak maka rusak pula tubuh manusia. Ketahuilah bahwa sesungguhnya segumpal daging itu adalah hati.”[HR. Bukhari-Muslim].
Pengelompokan Hati Manusia
Hati manusia terbagi menjadi tiga klasifikasi: Qalbun Shahih (hati yang suci), Qalbun Mayyit (hati yang mati), dan Qalbun Maridl (hati yang sakit).
Pertama, Qalbun Shahih
yaitu hati yang sehat dan bersih (hati yang sehat) dari setiap nafsu yang menentang perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan dari setiap penyimpangan yang menyalahi keutamaan-Nya. Sehingga ia selamat dari pengabdian kepada selain Allah, dan mencari penyelesaian hukum pada selain rasul-Nya. Karenanya, hati ini murni pengabdiannya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, baik pengabdian secara iradat (kehendak), mahabbah (cinta), tawakkal (berserah diri), takut atas siksa-Nya dan mengharapkan karunia-Nya. Bahkan seluruh aktivitasnya hanya untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala semata. Jika mencintai maka cintanya itu karena Allah, dan jika membenci maka kebenciannya itupun karena Allah, jika memberi atau bersedekah, hal itu karena-Nya dan jika tidak memberi, juga karena Allah. Dan tidak hanya itu saja, tapi diiringi dengan kepatuhan hati dan bertahkim kepada syari’at-Nya. ia mempunyai landasan yang kuat dan prinsip tersendiri dalam menjadikan Muhammad saw sebagai suri tauladan dalam segala hal. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu mendahului Allah dan rasul-Nya, dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”[QS. Al-Hujurat:1].
Ciri-ciri Qalbun Shahih
1. Apabila hati pergi meninggalkan dunia menuju dan berdomisili di alam akhirat, sehingga seakan ia termasuk penduduknya. Ia datang ke dunia fana ini bagaikan seorang asing yang kebetulan singgah sebentar sebelum meneruskan perjalanan menuju alam akhirat. Sebagaimana telah diwasiatkan Nabi saw kepada Abdullah bin Umar : “Jadikanlah dirimu di dunia ini seakan-akan kamu orang asing atau orang yang sedang menyeberangi suatu jalan.” [HR. Bukhari].
2. Jika ia tertinggal wirid, atau sesuatu bentuk peribatan lainnya, maka ia merasakan sakit yang tiada terperi ,melebihi sakitnya orang yang tamak dan kikir saat kehilangan barang kesayangannya.
3. Ia senantiasa rindu untuk dapat mengabdikan diri di jalan Allah, melebihi keinginan orang yang lapar kepada makanan dan minuman. Yahya bin Mu’adz berkata: “Barangsiapa yang merasa berkhidmat kepada Allah, maka segala sesuatupun akan senang berkhidmat kepadanya, dan barang siapa tentram dan puas dengan Allah maka orang lain tentram pula ketika melihat dirinya.
4. Apabila tujuan hidupnya hanya untuk taat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
5. Bila sedang melakukan sholat, maka sirnalah semua kegundahannya dan kesusahan kaena urusan dunia. Sebab di dalam sholat telah ia temukan kenikmatan dan kesejukan jiwa yang suci.
6. Sangat menghargai waktu dan tidak menyia-nyiakanya, melebihi rasa kekhawatiran orang bakhil dalam menjaga hartanya.
7. Tidak pernah terputus dan futur (malas) untuk mengingat Allah Idan berdzikir kepada-Nya.
8. Lebih mengutamakan pada pencapaian kualitas dari suatu amal perbuatan daripada kuantitas. ia lebih condong pada keikhlasan dalam beramal, mengikuti petunjuk syari’at rasulullah saw di samping ia selalu merenungi segala bentuk karunia yang diberikan Allah kepadanya, dan mengakui tentang kelalaian dan keteledorannya dalam memenuhi hak-hak Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Kedua, Qalbun Mayyit
Qalbun Mayyit (hati yang mati) adalah kebalikan dari hati yang sehat, hati yang mati tidak pernah mengenal Tuhannya, tidak mencintai atau ridha kepada-Nya. dan ia berdiri berdampingan dengan syahwatnya dan memperturutkan keinginan hawa nafsunya, walaupun hal ini menjadikan Allah Subhanahu wa Ta’ala marah dan murka akan perbuatannya. Ia tidak peduli lagi apakah Allah ridha atau murka terhadap apa yang dikerjakannya, sebab ia memang telah mengabdi kepada selain Allah. Jika mencintai didasarkan atas hawa nafsu, begitu pula dengan membenci, memberi. Hawa nafsu lebih didewa-dewakan daripada rasa cinta kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Hati jenis ini adalah hati yang jika diseru kepada jalan Allah, maka seruan itu tidaklah berfaedah sedikitpun, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menutup hati mereka. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: ” Dan diantara mereka ada orang yang mendengar (bacaanmu), padahal kami telah meletakkan tutup di atas hati mereka sehingga mereka tidak memahaminya) dan kami letakkan sumbatan di telinganya dan jikalaupun mereka melihat segala tanda kebenaran mereka tetap tidak mau beriman kepadanya. Sehingga apabila mereka datang kepadamu untuk membantahmu, orang-orang kafir itu berkata: Al-Qur’an itu tidak lain hanyalah dongengan orang-orang dahulu‘.”[QS. Al-An’am:25].
Ayat ini menunjukkan, bahwa ada manusia yang tidak mempergunakan hatinya untuk memahami ayat-ayat Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan tidak mempergunakan telinganya untuk mendengar perintah-perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Juga tidak mau melihat kebenaran yang telah disampaikan. Seperti difirmankan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala: “(Mereka berkata:) Hati kami tertutup dari ajakan yang kamu serukan kepada kami, dalam telinga kami ada sumbatan, dan diantara kami dan kamu ada dinding, maka bekerjalah kamu, sesungguhnya kami bekerja pula.”[QS. Fushilat:5].
Allah Subhanahu wa Ta’ala akan membiarkan mereka dalam kegelapan dan mereka sedikitpun tidak akan mendapatkan cahaya iman. “Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api, maka setelah api itu menerangi sekelilingnya. Allah menghilangkan cahaya (yang menyinari) mereka. Dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat, mereka tuli, bisu dan buta, maka mereka tidaklah kembali kepada jalan yang benar.” [Al-Baqarah:17-18].
Ketiga, Qalbun Maridl
Qalbun Maridl (hati yang sakit) adalah hati yang sebenarnya memiliki kehidupan, namun di dalamnya tersimpan benih-benih penyakit berupa kejahilan. Hati yang sedang di cekam sakit akan mudah menjadi parah apabila tidak diobati dengan hikmah dan maud’izah. Seperti difirmankan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala: “Agar Dia menjadikan apa yang dimasukkan setan, sebagai cobaan bagi orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan yang keras hatinya.”[QS. Al-Hajj:53].
Karena sesungguhnya apa yang disisipkan oleh setan kedalam hati manusia itu, akan membuat sesuatu menjadi syubhat (sesuatu yang meragukan), seperti penyakit ragu dan sesat. Begitu hati menjadi lemah karena penyakit yang diidap, maka setanpun mudah merasuk kedalam hati lalu menghidupkan fitnah dalam hati tersebut. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: Sesungguhnya jika tidak berhenti orang-orang munafiq, orang-orang yang berpenyakit dalam hatinya dan orang-orang yang menyebarkan kabar bohong di madinah (dari menyakitimu) niscaya kami perintahkan kamu (untuk memerangi) mereka. Kemudian mereka tidak menjadi tetanggamu (di madinah) melainkan dalam waktu yang sebentar.”[Al-Ahzab:60].
Namun demikian hati orang-orang yang seperti itu belumlah mati sebagaimana hati orang-orang kafir dan orang-orang munafiq, akan tetapi bukan pula hati sehat, seperti sehatnya hati orang-orang yang beriman. Sebab di dalam hati mereka terdapat penyakit syubhat dan syahwat. Sebagaimana Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala: “Sehingga berkeinginanlah orang-orang yang ada penyakit di dalam hatinya.“[QS. Al-Ahzab:32].
Ciri-ciri Qalbun Maridl
Boleh jadi hati manusia sedang sakit , bahkan tanpa disadari. Lebih tragis bahwa hatinya sebenarnya mati, namun si empunya tidak menyadari.
Tanda-tanda spesifik hati yang sedang sakit atau mati adalah jika ia tidak merasa sakit dan pedih oleh goresan-goresan pisau kemaksiatan, Hal itu disebabkan karena hatinya telah rancu dan teracuni, sehingga tidak dapat lagi membedakan antara nilai kebenaran dan aqidahnya yang batil. Hal ini seperti ditafsirkan oleh Mujahid dan Qatadah tentang firman Allah yang berbunyi: “Fi Qulubihim Maradhun“[QS.Al-Baqarah:10]. artinya: “Dalam hati mereka terdapat penyakit.” “Ayat ini menunjukkan adanya keraguan yang tumbuh dalam hati manusia tentang kebenaran.” Bahkan ia melihat kebenaran bagai sesuatu yang sangat bertentangan dengan kehendaknya. Kebenaran itu dilihat dari sisi lain yang terasa merugikan dirinya. sehingga dalam kondisi seperti ini ia lebih menyukai kebatilan dan kemudharatan.
Faktor-faktor penyebab sakitnya hati
Penyebab timbulnya penyakit di hati adalah dikarenakan banyaknya fitnah yang selalu dibidikkan pada hati. Fitnah-fitnah tersebut dapat berupa: fitnah syahwat, dimana reaksinya amat keras sampai dapat merancukan niat dan iradat (kehendak) seseorang. Dan yang lain adalah fitnah syubhat (keragu-raguan) yang menyebabkan kacaunya persepsi dan i’tiqad (keyakinan).
Racun Hati
Setiap kemaksiatan adalah racun dan yang merupakan penyakit dan perusak kesucian hati. Dan racun-racun hati yang paling banyak ditemukan dan reaksinya cukup keras bagi kelangsungan hidup hati ada empat macam yaitu:
1. Berlebihan dalam berbicara
Banyak berbicara adalah salah satu faktor yang menyebabkan hati menjadi keras, sebagaimana sabda rasulullah saw :”Janganlah memperbanyak kata (bicara) selain dzikrullah, karena banyak bicara selain dzikrullah menjadikan hati keras. Dan orang yang terjauh dari Allah adalah yang berhati keras.”[HR. Tirmidzi dari Ibnu Umar]. kemudian juga dengan banyak berbicara terkadang membuat seseorang mengucapkan kata-kata tanpa dipikirkan dan tanpa dipertimbangkan sebelumnya, sehingga melahirkan kerugian dan penyesalan. Umar bin Kahttab ra pernah berkata: “Barang siapa yang banyak bicaranya, maka banyak kesalahannya, sehingga nerakalah sebaik-baik tempat bagi mereka.” Hal ini ditegas juga dalam sebuah hadits , bahwa rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya seorang hamba benar-benar mengucapkan kata-kata tanpa dipikirkan yang menyebabkan ia tergelincir kedalam neraka lebih jauh antara timur dan barat.” [muttafaq ‘alaihi, dari Abu Hurairah t]
2. Berlebihan dalam memandang sesuatu
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memerintahkan kepada setiap mukmin dan mukminah untuk menundukkan pandangannya yang demikian itu lebih suci bagi hati-hati mereka. Dan juga mereka akan merasakan manisnya iman, sebagaimana sabda rasulullah saw : “Barangsiapa yang menahan pandangannya karena Allah, maka dia akan diberikan oleh Allah rasa manisnya iman yang ia rasakan dalam hatinya, sampai dimana ia manghadap kepada-Nya.” [HR. Ahmad]. Sekarang bagaimana jika perintah itu dilanggar, maka jelas akan menyebabkan fitnah bagi hati pelakunya. yaitu, rusaknya kesucian hati itu sendiri oleh angan-angan dan keindahan semu yang dibisikkan setan, lupa terhadap hal yang menjadi kemaslahatan. Lalu ia berbuat melampaui batas sehingga hilanglah akal sehatnya dan menyebabkan ia menjadi pengabdi hawa nafsu. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:”Janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah kami lalaikan dari mengingat kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melampaui batas.”[QS. Al-Kahfi:28].
3. Berlebihan dalam makan
Sedikit makan dapat melunakkan hati, menajamkan otak, merendahkan nafsu birahi dan melemahkan nafsu amarah. Sedangkan bila banyak makan, bahkan sampai kekenyangan akan berakibat sebaliknya.
Dari Miqdam bin Ma’di Karib dia berkata, bahwa ia mendengar rasulullah saw bersabda: “Anak adam tidak memenuhi wadah yang lebih buruk, daripada ia memenuhi perutnya. Cukuplah baginya beberapa suap saja untuk menguatkan tulang rusuknya. Jika memang tidak memungkinkan, maka sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk minum, dan sepertiga untuk nafasnya.”[HR. Ahmad dan Tirmidzi].
Alangkah banyak kemaksiatan yang tersulut akibat makan yang berlebihan dan menghalangi ketaatan manusia kepada Sang Khalik. Karenanya siapa yang mampu menjaga perutnya dari sifat serakah, maka ia benar-benar membuktikan bahwa dirinya mampu menjaga diri dari keburukan yang lebih fatal lagi.
Ibrahim bin Adham berkata:”Barangsiapa mampu mengendalikan perutnya, maka ia mampu pula mengendalikan agamanya, dan barang siapa yang mampu menguasai rasa lapar (tidak makan berlebihan) maka ia dapat menguasai akhlak-akhlak yang baik, sebab maksiat kepada Allah itu jauh dari orang-orang yang lapar (yang mampu syahwat perutnya).”
4. Berlebihan dalam bergaul
Betapa tragis suatu pergaulan yang dapat merampas kenikmatan yang telah ada, karenanya timbul benih-benih permusuhan dan kebencian yang terpendam sehingga menyesakkan rongga-rongga dada. Namun rasa itu sulit dihindari terutama oleh hati yang sudah terluka. Demikian juga berlebih-lebihan dalam pergaulan dapat mendatangkan kerugian di dunia dan akhirat. Seyogyanya bagi seorang hamba dapat mengambil hikmah dari setiap pergaulan. usahakanlah untuk bersikap bijak dan dapat menempatkan diri dalam menghadapi berbagai karakter teman sepergaulan. Dimana karakter-karakter tersebut ada empat golongan:
- Terhadap orang yang jika kita membutuhkan bergaul dengannya, laksana kebutuhan kita terhadap makanan, kita tidak dapat lepas darinya dalam sehari semalam. Mereka itu adalah Para Ulama yang memiliki cakrawala pengetahuan yang luas tentang ilmu Agama, mengetaui tipu daya setan dan segala macam bentuk penyakit hati.
- Terhadap orang yang jika kita bergaul dengannya seperti kebutuhan kita akan obat, Kita mengharapkannya dikala kita sedang sakit saja, tetapi bila badan kembali sehat maka mereka tidak kita butuhkan lagi. mereka ini adalah dari orang yang kehadirannya kita nantikan berkaitan dengan masalah kemaslahatan hidup dan kehidupan, seperti untuk saling bekerjasama atau sebagai mitra kerja dalam berniaga, bertani, bermusyawarah dan masalah-masalah lain dalam hal muamalah.
- Terhadap orang yang jika kita bergaul dengannya, tidak ubahnya seperti penyakit. Golongan ini terbagi menjadi beberapa jenis dan tingkatan, bergantung pada intesitasnya terhadap jiwa kita. Diantara mereka adalah yang bersifat individualis dan egoistis. Jika bergaul dengannya hendaklah kita waspada dan berlaku bijak dalam menghadapinya. Hal ini bukan berarti kita harus menghindar dan tidak mau bergaul dengannya, tetapi jagalah jangan sampai diri kita terbawa oleh pengaruh kepribadiannya, karena akan merugikan kita dalam hal agama dan dunia. oleh karena itu sebaiknya orang-orang yang masuk dalam tipe ini hendaklah dujauhi jika ingin selamat agama dan dunia kita.
- Terhadap orang yang bila kita bergaul dengannya akan membawa kefatalan, sebab ia laksana ular berbisa. Andaikan kita sampai terkena patuknya, kemudian kita berhasil menemukan penawarnya maka selamatlah kita, tetapi jika tidak, inilah bencana bagi kita. Golongan ini banyak berkeliaran di sekitar kita. Mereka adalah Ahli bid’ah yang sesat dan menyesatkan, menyimpang dari sunnah rasulullah saw. Mereka pandai membolak-balikkan fakta, sunnah mereka jadikan bid’ah dan bid’ah mereka jadikan sunnah. Bagi orang yang berakal tidak layak untuk bergaul ataupun duduk-duduk bersama mereka. Jika itu tetap dilakukan maka akan sakitlah hati bahkan bisa menyebabkan hatinya menjadi mati.
Kiat Menjadikan Hati Tetap Hidup
Ketahuilah, bahwa hati yang hidup (hati yang sehat) hanya akan diperoleh dengan ilmu dan ikhtiar (usaha). Adapun usaha tersebut yang bisa dilakukan untuk menjadikan hati tetap hidup adalah:
1. Dzikrullah dan Tilawatil Qur’an.
Dengan senantiasa dzikrullah (menyebut dan mengingat Allah) bagi seorang hamba manfaatnya sangatlah besar. Sebagaimana Dia berfirman: “Ingatlah, bahwa hanya dengan selalu mengingat Allah, hati menjadi tentram.”[QS. Ar-Ra’du:28]. Al-Imam Syamsuddin Ibnul Qoyyim berkata: ”Sesungguhnya dzikir adalah makanan pokok bagi hati dan ruh, apabila hamba Allah gersang dari siraman dzikir, maka jadilah ia bagaikan tubuh yang terhalang untuk memperoleh makanan pokoknya.”Dan Imam Hasan Al-Bashri berkata:”Lunakkanlah hatimu itu dengan berdzikir”.
Kendatipun dzikrullah adalah salah satu bentuk ibadah yang termudah dan ringan, akan tetapi pahala dan keutamaan yang didapatkan melebihi amalan-amalan lainnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: ”Sesungguhnya mengingat-ingat Allah adalah lebih besar (keutamaannya daripada ibadat yang lain).”[Qs. Al-Ankabut:45].
Sebaik-baik dzikir adalah membaca Al-Qur’an, karena Al-Qur’an mengandung berbagai khasiat penyembuh hati dari semua penyakit kegundahan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman; “Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit yang berada dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.”[QS. Yunus:57].
2. Beristighfar
Hakikat istighfar adalah untuk memohon maghfirah (ampunan), dan batasan maghfirah adalah penjagaan dari keburukan yang diakibatkan dari dosa-dosa. Dan barangsiapa yang meminta ampun kepada-Nya selama memenuhi syaratnya pasti Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan ampunan. Firman-Nya: “Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian ia meminta ampun kepada Allah niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”[QS. An-Nisa’:110].
Hendaklah seseorang itu memperbanyak istighfar kepada-Nya dimanapun berada, sebab seseorang itu tidak tahu dimana tempat maghfirah Tuhannya turun. sebagaimana rasulullah saw bersabda: “Demi Allah, sesungguhnya aku selalu mohon ampunan kepada Allah sehari semalam lebih dari tuju puluh kali.” [HR. Bukhari].
‘Aisyah チ berkata: “Beruntunglah orang yang mendapat dalam buku catatan amal perbuatannya memuat istighfar yang banyak.” Qatadah berkata:”Sesunggunhya Al-Qur’an ini memberikan petunjuk kepadamu tentang penyakitmu dan obat penangkalnya. Adapun penyakitmu adalah dosa-dosa, sedangkan obatnya adalah istighfar.”
3. Do’a
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Berdo’alah kepada-Ku niscaya Aku perkenankan bagimu. “[QS. Al-mukmin:60].
Dalam ayat ini Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kepada kita agar berdo’a kepada-Nya dan Dia akan memenuhi permohonan hamba-Nya. berkenaan dengan ini rasulullah saw bersabda: “Tidaklah seorang Muslim pun berdo’a dengan do’a yang di dalamnya tidak berisi dosa dan pemutus tali silaturahmi melainkan Allah memberikan kepadanya salah satu dari tiga perkara: Allah akan menyegerakan permohonannya itu (diperoleh di dunia) atau Allah akan menyimpannya untuknya di akhirat kelak, atau Dia memalingkan darinya keburukan yang setimpal dengan do’anya itu.”[HR. Ahmad, hadits shahih]. Dalam ayat yang sama Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:” Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku (tidak mau berdo’a kepada-Ku) akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan terhina.”[QS. Al-mukmin:60]. Orang-orang yang tidak mau berdo’a kepada-Nya maka mereka yang dikatakan Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah termasuk orang yang sombong, dan mereka mendapatkan murka dari-Nya. sebagaimana rasulullah saw bersabda: “Barang siapa yang tidak mau meminta (memohon kepada Allah), maka Allah murka terhadap-Nya.” [HR. Tirmidzi dari Abu Hurairah].
4. Bershalawat kepada Nabi saw
Allah Subhanahu wa Ta’ala bershalawat (menyebut dan memuji di hadapan para malaikat) sepuluh kali, bagi orang bershalawat kepada rasul-Nya (sekali). Sebagaimana sabda beliau saw : ”Barang siapa yang bershalawat untukku satu kali. Maka Allah akan bershalawat sepuluh kali lipat.”[HR. Muslim]. Karena yang demikian itu, setiap satu kebaikan nilainya akan dilipat gandakan sepuluh kalinya, dan bershalawat untuk Nabi saw termasuk kebaikan yang tinggi.
5. Qiyamullail
Jika seseorang tetap melakukan shalat malam, maka wajahnya akan bercahaya dan dia juga akan merasakan kenikmatan beribadah dalam hatinya, sebagaimana yang dituturkan oleh para Ulama Salaf berikut ini:
Abu Sulaiman berkata: “Malam hari bagi orang yang sering beribadat di dalamnya, itu lebih nikmat daripada permainan bagi mereka yang suka hidup bersantai-santai. Seandainya tanpa malam aku tak suka hidup di dunia ini.”
Ibnul Mukandir: ”Bagiku kelezatan dunia ini hanya ada pada tiga perkara, qiyamullail, bersilaturahmi dengan ikhwan dan shalat berjama’ah.”
Maroji’:
Tazkiyatun Nufus oleh Dr. Ahmad Farid
Amraadlul Qulub wa Sifaauha oleh Ibnu Thaimiyah
zaterdag, september 15, 2007
Hadits dan Ilmu Hadits
Bagaimana Kita Membangun Semangat Untuk optimalisasi Ramadhan
1. Ikhlas (murni) untuk Allah SWT dalam segala ibadah yang kita lakukan.Ikhlas untuk Allah SWT adalah ruh segala ketaatan, kunci agar segala kebaikan diterima di sisi-Nya serta pintu bagi pertolongan dan taufiq Tuhan semesta alam. Sesuai dengan kadar niat, keikhlasan dan kesungguhan terhadap Allah SWT dan dalam mengingatkan berbagai kebaikan, sesuai kadar itu pula pertolongan Allah SWT datang kepada seorang hambanya yang beriman. Ibnu al-Qayyim berkata: "Sesuai dengan kadar niat seorang hamba, obsesi, kehendak dan keinginannya dalam hal itu, seperti itu pula taufiq Allah SWT dan pertolongan-Nya." Allah SWT telah memerintahkan kepada kita untuk ikhlas dalam beramal, untuk Dia semata, tidak untuk sesiapa pun selain-Nya
.وَمَا أُمِرُوْا إِلاَّ لِيَعْبُدُوْ للهَ مُخْلِصْيِنَ لَهُ الدِّيْنَ حُنَفَاءَ (البينة :
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus. (Q.S. Al-Bayyinah: 5).
Jika seseorang yang sedang berpuasa mengetahui bahwa ikhlas adalah pintu bagi pertolongan dan taufiq Allah SWT, maka hal ini akan menjadi motivasi yang sangat baik baginya untuk melakukan optimalisasi Ramadhan dengan segala bentuk ketaatan kepada Allah SWT {(Puasa + Ikhlas untuk Allah) = semangat dan motivasi tinggi}
2. Mengetahui bahwa nabi Muhammad -shallallahu 'alaihi wa sallam- setiap menjelang kedatangan bulan Ramadhan selalu memberi berita gembira kepada para sahabatnya. Hal ini menunjukkan bahwa Ramadhan adalah bulan yang agung, dan agung pula setiap usaha untuk optimalisasi dengan berbagai bentuk ketaatan dan ibadah.
Tersebut dalam satu riwayat bahwa:
قَدْ جَاءَكُمْ رَمَضَانُ، شَهْرٌ مُبَارَكٌ، افْتَرَضَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ، (رواه أحمد)
"Telah datang kepada kalian bulan Ramadhan, Allah telah wajibkan atas kalian puasa di siang harinya." (H.R. Ahmad)
3. Merasakan pahala yang agung yang telah Allah SWT siapkan untuk orang-orang yang berpuasa. Diantaranya adalah: * Bahwa pahala orang yang berpuasa sangatlah besat, saking besarnya, tidak ada siapa pun yang mengetahuinya selain Allah SWT.
Allah SWT berfirman dalam sebuah hadits qudsi:
كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلاَّ الصَّوْمَ، فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِيْ بِهِ (رواه البخاري)
Semua amal manusia adalah miliknya, kecuali puasa, sesungguhnya ia adalah milik-Ku dan Aku yang akan memberikan balasannya (H.R. Bukhari).* Siapa yang berpuasa satu hari fi sabilillah, maka ia akan dijauhkan dari neraka sejauh 70 tahun. Ini ganjaran satu hari, bagaimana kalau satu bulan penuh?!
Rasulullah -shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - قَالَ : سَمِعْتُ النَّبِيَّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- يَقُولُ : مَنْ صَامَ يَوْمًا فِي سَبِيلِ اللَّهِ بَعَّدَ اللَّهُ وَجْهَهُ عَنْ النَّارِ سَبْعِينَ خَرِيفًًا (متفق عليه)
Dari Abu Sa'id Al-Khudri -radhiyallahu 'anhu- ia berkata: "Saya mendengar Rasulullah -shallallahu 'alaihi wa sallam- bersabda: 'Siapa yang berpuasa satu hari fi sabilillah maka Allah SWT akan menjauhkan wajahnya dari surga sejauh 70 tahun'". (Muttafaqun 'alaih).
* Puasa akan memberi syafaat kepada yang melakukannya sehingga ia akan memasukkannya ke dalam surga.
Rasulullah -shallallahu 'alaihi wa sallam- bersabda
:َنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : الصِّيَامُ وَالْقُرْآنُ يَشْفَعَانِ لِلْعَبْدِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، يَقُولُ الصِّيَامُ : أَيْ رَبِّ مَنَعْتُهُ الطَّعَامَ وَالشَّهَوَاتِ بِالنَّهَارِ فَشَفِّعْنِي فِيهِ، وَيَقُولُ الْقُرْآنُ : مَنَعْتُهُ النَّوْمَ بِاللَّيْلِ فَشَفِّعْنِي فِيهِ، قَالَ : فَيُشَفَّعَانِ (رواه أحمد)
Dari Abdullah bin 'Amr -radhiyallahu 'anhu- bahwasanya Rasulullah -shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: Puasa dan Al-Qur'an memberi syafaat kepada seorang hamba pada hari kiamat, puasa berkata: "Wahai Tuhanku! Saya telah mencegahnya dari makan dan syahwa di siang hari, oleh karena itu terimalah syafaat saya untuknya!". Lalu Al-QUr'an berkata: "Wahai Tuhanku, saya telah memcegahnya dari tidur di malam hari, oleh karena itu, terimalah syafaat saya untuknya!". Rasulullah -shallallahu 'alaihi wa sallam- bersabda: "Lalu syafaat keduanya diterima Allah SWT". (H.R. Ahmad).
* Di dalam surga ada satu pintu yang bernama Al-Rayyan, pintu ini hanya dimasuki oleh orang-orang yang berpuasa.
Rasulullah -shallallahu 'alaihi wa sallam- bersabda
:عَنْ سَهْلٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : إِنَّ
فِي الْجَنَّةِ بَابًا يُقَالُ لَهُ الرَّيَّانُ يَدْخُلُ مِنْهُ الصَّائِمُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَا يَدْخُلُ مِنْهُ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ، يُقَالُ : أَيْنَ الصَّائِمُونَ فَيَقُومُونَ لَا يَدْخُلُ مِنْهُ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ فَإِذَا دَخَلُوا أُغْلِقَ فَلَمْ يَدْخُلْ مِنْهُ أَحَدٌ (متفق عليه)
Dari Sahl -radhiyallahu 'anhu dari nabi Muhammad -shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda: "Sesungguhnya di surga ada satu pintu bernama Al-Rayyan, dari pintu ini akan masuk orang-orang yang berpuasa pada hari kiamat, tidak ada siapapun selain mereka yang akan memasuki pintu ini, dikatakan (diserukan): Mana orang-orang yang berpuasa? Lalu mereka semua berdiri, tidak ada seorang pun selain mereka yang memasuki pintu ini, jika orang-orang yang berpuasa telah masuk, maka pintu itu ditutup, sehingga tidak ada seorang pun selain mereka yang memasukinya". (Muttafaqun 'alaih).
* Puasa Ramadhan menghapus dosa-dosa yang telah berlalu. Rasulullah -shallallahu 'alaihi wa sallam- bersabda:Rasulullah -shallallahu 'alaihi wa sallam- bersabda
:عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ -رضي الله عنه - قَالَ :
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ (متفق عليه)
Dari Abu Hurairah -radhiyallahu 'anhu- ia berkata: "Rasulullah -shallallahu 'alaihi wa sallam- bersabda: 'Siapa yang berpuasa Ramadhan dengan iman dan karena mengharap pahala di sisi Allah SWT, maka dosa-dosanya yang telah lalu diampuni'". (Muttafaqun 'alaih).
Dalam hadits lain Rasulullah -shallallahu 'alaihi wa sallam- bersabda
:عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ -رضي الله عنه- أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقُولُ : الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَالْجُمْعَةُ إِلَى الْجُمْعَةِ وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ مُكَفِّرَاتٌ مَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتَنَبَ الْكَبَائِرَ (رواه مسلم)
Dari Abu Hurairah -radhiyallahu 'anhu- berkata: "Rasulullah -shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: 'shalat lima waktu, Jumat ke Jumat dan Ramadhan ke Ramadhan adalah penghapus-penghapus dosa di antara keduanya selama dosa-dosa besar dijauhi'". (H.R. Muslim).
* Pada bulan Ramadhan pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup dan syetan-syetan dibelenggu
.عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : إِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ وَصُفِّدَتْ الشَّيَاطِينُ (رواه مسلم)
Dari Abu Hurairah -radhiyallahu 'anhu- bahwasanya Rasulullah -shallallahu 'alaihi wa sallam- bersabda: "Jika datang bulan Ramadhan, maka pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka dibuka dan syetan-syetan dibelenggu". (H.R. Muslim).
* Doa orang yang berpuasa bulan Ramadhan dikabulkan Allah SWT
.عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ - رضي الله عنه - قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ثَلَاثَةٌ لَا تُرَدُّ دَعْوَتُهُمْ؛ الصَّائِمُ حَتَّى يُفْطِرَ، وَالْإِمَامُ الْعَادِلُ، وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ يَرْفَعُهَا اللَّهُ فَوْقَ الْغَمَامِ وَيَفْتَحُ لَهَا أَبْوَابَ السَّمَاءِ وَيَقُولُ الرَّبُّ : وَعِزَّتِي لَأَنْصُرَنَّكِ وَلَوْ بَعْدَ حِينٍ (رواه أحمد والترمذي وقال : حديث حسن)
Dari Abu Hurairah -radhiyallahu 'anhu- ia berkata: "Rasulullah -shallallahu 'alaihi wa sallam- bersabda: 'Tiga orang yang doa mereka tidak ditolak; orang yang berpuasa sehingga ia berbuka, imam yang adil, dan doa orang yang terzhalimi akan diangkat Allah SWT di atas awan dan dibuka untuknya pintu-pintu langit, dan Allah SWT berfirman: 'Demi izzahku, sungguh Aku akan mendolongmu walaupun setelah beberapa saat'". (H. R. Ahmad dan At-Tirmidzi, dan ia berkata: "Hadits ini hasan".Setelah kita ketahui betapa besar pahala yang Allah SWT sediakan bagi orang-orang yang berpuasa, maka tidak ada pilihan lain bagi kita selain membangun motivasi dan semangat untuk mengisi siang dan malam hari Ramadhan dengan berbagai amal shaleh dan segala bentuk ketaatan. 4. Mengetahui bahwa di antara petunjuk Rasulullah -shallallahu 'alaihi wa sallam- memperbanyak berbagai bentuk ibadah.Contoh yang diberikan Rasulullah -shallallahu 'alaihi wa sallam- bahwa beliau mengkhususkan Ramadhan dengan berbagai ibadah, sesuatu yang tidak beliau lakukan pada bulan-bulan lainnya. Jika kita mengetahui bahwa beliau -shallallahu 'alaihi wa sallam- memperbanyak berbagai macam ibadah pada bulan ini, maka kita akan bersemangat untuk memperbanyak ibadah dalam rangka mencontoh dan meneladani beliau -shallallahu 'alaihi wa sallam.Allah SWT berfirman
:لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيْ رَسُوْلِ الله أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ (الأحزاب : 21)
Sungguh telah ada pada diri Rasulullah teladan yang baik. (Q.S. Al-Ahzab: 21).5. Memahami dengan baik keberkahan-keberkahan yang ada di bulan Ramadhan.
* Keberkahan cita rasa keimanan. Hal ini bisa kita saksikan betapa pada bulan ini seorang mukmin terlihat sangat kuat keimanannya, hatinya hidup, selalu tafakkur, dan cepat ingat dan sadar. Hal ini tentunya merupakan bagian dari pemberian Allah SWT yang dilimpahkan kepada para hamba-Nya. Jika kita merasakan adanya keberkahan ini tentulah kita akan termotivasi dan tergugah semangat kita untuk beribadah.* Keberkahan kekuatan fisik. Saat seseorang berpuasa, walaupun ia tidak makan dan minum, namun sebenarnya kekuatan fisiknya sedang bertambah, sehingga akan terasa ringan baginya untuk menjalankan berbagai ibadah, baik berupa shalat, dzikir, membaca Al-Qur'an, tarawih dan sebagainya.* Kerbakahan waktu. Saat kita berada di bulan Ramadhan, dalam satu hari satu malam kita mampu melakukan berbagai ibadah yang jika diukur secara kuantitatif mungkin sesuatu yang baru bisa kita lakukan dalam beberapa hari di luar Ramadhan. Hal ini adalah tanda keberkahan waktu yang Allah SWT berikan kepada par ahamba-Nya di bulan Ramadhan. Jika kita menyadari hal ini pastilah akan termotivasi untuk memperbanyak amal ibadah di bulan Ramadhan yang penuh berkah ini.6. Memahami karakteristik-karakteristik Ramadhan, diantaranya adalah:* Bau tidak sedap yang keluar dari mulut orang yang berpuasa di sisi Allah SWT adalah lebih baik dari pada minyak misik.Rasulullah -shallallahu 'alaihi wa sallam- bersabda
:عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلَّا الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ وَلَخُلُوفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ (رواه البخاري)
Dari Abu Hurairah -radhiyallahu 'anhu- dari nabi -shallallahu 'alaihi wa sallam- beliau bersabda: "Semua amal manusia adalah miliknya, kecuali puasa, sesungguhnya ia adalah milik-Ku dan Aku yang akan memberikan balasannya, dan sungguh, bau tidak sedap mulut orang yang berpuasa di sisi Allah SWT lebih wangi dari pada parfum misik ."(H.R. Bukhari) Ibnu Rajab Al-Hanbali berkata: "Orang yang berpuasa pastilah mulutnya akan mengeluarkan bau yang tidak sedap bagi manusia, sebab perutnya sedang kosong, akan tetapi, karena hal ini terjadi dalam rangka taat kepada Allah SWT, maka di sisi Allah SWT adalah lebih wangi daripada bau misik, sama halnya dengan darah orang yang mati syahid, pada hari kiamat ia akan menghadap Allah SWT dengan luka-luka yang dideritanya, warnanya warna darah, namun bau yang dikeluarkannya lebih wangi daripada minyak misik". (Lathaiful Ma'arif, h. 277).Lebih lanjut Ibnu Rajab menjelaskan:"Bau wangi mulut orang yang berpuasa di sisi Allah SWT itu mempunyai dua arti, yaitu:
(1) Karena puasa adalah sesuatu yang rahasia antara seorang hamba dengan Allah SWT di dunia, maka di akhirat Allah SWT akan menampakkannya secara terbuka di hadapan semua makhluq.
(2) Siapa saja yang taat kepada Allah SWT, lalu dari ketaatannya ini muncul hal-hal yang oleh manusia tidak disukai, maka sesungguhnya segala hal yang muncul darinya yang tidak disukai manusia itu adalah sesuatu yang disukai Allah SWT di akhirat." (Lathaiful Ma'arif dengan diringkas).
* Setiap hari para malaikat memintakan pengampunan bagi orang-orang yang berpuasa
.عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ - رضي الله عنه - قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أُعْطِيَتْ أُمَّتِي خَمْسَ خِصَالٍ فِي رَمَضَانَ لَمْ تُعْطَهَا أُمَّةٌ قَبْلَهُمْ ، خُلُوفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ ، وَتَسْتَغْفِرُ لَهُمْ الْمَلَائِكَةُ حَتَّى يُفْطِرُوا ، وَيُزَيِّنُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ كُلَّ يَوْمٍ جَنَّتَهُ ، ثُمَّ يَقُولُ يُوشِكُ عِبَادِي الصَّالِحُونَ أَنْ يُلْقُوا عَنْهُمْ الْمَئُونَةَ وَالْأَذَى وَيَصِيرُوا إِلَيْكِ وَيُصَفَّدُ فِيهِ مَرَدَةُ الشَّيَاطِينِ فَلَا يَخْلُصُوا إِلَى مَا كَانُوا يَخْلُصُونَ إِلَيْهِ فِي غَيْرِهِ وَيُغْفَرُ لَهُمْ فِي آخِرِ لَيْلَةٍ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَهِيَ لَيْلَةُ الْقَدْرِ قَالَ لَا وَلَكِنَّ الْعَامِلَ إِنَّمَا يُوَفَّى أَجْرَهُ إِذَا قَضَى عَمَلَهُ (رواه أحمد)
Dari Abu Hurairah -radhiyallahu 'anhu- ia berkata: Rasulullah -shallallahu 'alaihi wa sallam- beliau bersabda: "Pada bulan Ramadhan umatku diberi lima hal yang tidak pernah diberikan kepada umat sebelumnya; bau tidak sedap mulut orang yang berpuasa lebih wangi di sisi Allah SWT daripada minyak misik, para malaikat memintakan pengampunan untuk mereka sehingga mereka berbuka, setiap hari Allah SWT mempercantik surga, kemudian berfirman: 'hampir-hampir para hamba-Ku yang shalih mendapati berbagai beban dan rasa sakit, dan akhirnya mereka sampai kepadamu (surga), para syetan dibelenggu, sehingga mereka tidak mampu mencapai sesuatu yang di luar Ramadhan mereka mampu mencapainya, dan pada akhir Ramadhan Allah SWT memberikan pengampunan, ditanyakan kepada Rasulullah -shallallahu 'alaihi wa sallam- apakah malam yang dimaksud adalahlailatul qadar? Beliau -shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab: bukan, akan tetapi, setiap pekerja jika telah menyelesaikan kerjanya niscaya akan diberikan upahnya secara penuh. "(H. R. Ahmad).* Setiap hari surga berhias dan mempercantik diri dalam rangka menyambut kedatangan orang-orang yang berpuasa. * Pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup dan syetan-syetan dibelenggu. * Pada bulan Ramadhan terdapat satu malam yang lebih baik daripada seribu bulan, siapa saja yang mendapatkannya berarti ia telah mendapatkan segala kebaikan dan siapa yang terhadalang untuk mendapatkannya berarti ia benar-benar orang yang terhadalng dari segala kebaikan.Rasulullah -shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda
: عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ -رضي الله عنه - قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أَتَاكُمْ رَمَضَانُ شَهْرٌ مُبَارَكٌ فَرَضَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ تُفْتَحُ فِيهِ أَبْوَابُ السَّمَاءِ وَتُغْلَقُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَحِيمِ وَتُغَلُّ فِيهِ مَرَدَةُ الشَّيَاطِينِ لِلَّهِ فِيهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ مَنْ حُرِمَ خَيْرَهَا فَقَدْ حُرِمَ (رواه النسائي)
Dari Abu Hurairah -radhiyallahu 'anhu- ia berkata: Rasulullah -shallallahu 'alaihi wa sallam- bersabda: "Telah datang kepada kalian Ramadhan, bulan yang membawa berkah, Allah SWT telah mewajibkan puasa pada siang harinya, pintu-pintu surga di buka, pintu-pintu neraka ditutup dan syetan-syetan dibelenggu, pada bulan ini ada satu malam yang lebih baik daripada seribu bulan, siapa yang terhalang dari kebaikannya berarti benar-benar terhalang." (H.R. An-Nasa-i).
* Pada malam terakhir Ramadhan, Allah SWT memberikan pengampunan kepada orang-orang yang berpuasa.
* Pada setiap malam Ramadhan ada orang-orang yang dibebaskan Allah SWT dari neraka.Rasulullah -shallallahu 'alaihi wa sallam- bersabda
:عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ - رضي الله عنه - قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِذَا كَانَ أَوَّلُ لَيْلَةٍ مِنْ شَهْرِ رَمَضَانَ صُفِّدَتْ الشَّيَاطِينُ وَمَرَدَةُ الْجِنِّ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ فَلَمْ يُفْتَحْ مِنْهَا بَابٌ وَفُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ فَلَمْ يُغْلَقْ مِنْهَا بَابٌ وَيُنَادِي مُنَادٍ يَا بَاغِيَ الْخَيْرِ أَقْبِلْ وَيَا بَاغِيَ الشَّرِّ أَقْصِرْ وَلِلَّهِ عُتَقَاءُ مِنْ النَّارِ وَذَلكَ كُلُّ لَيْلَةٍ (رواه الترمذي وابن ماجه)
Dari Abu Hurairah -radhiyallahu 'anhu- ia berkata: Rasulullah -shallallahu 'alaihi wa sallam- bersabda: "Jika awal Ramadhan tiba, syetan-syetan dan jin-jin pembangkang dibelenggu, pintu-pintu neraka ditutup, sehingga tidak satu pun pintu yang dibuka, dan pintu-pintu surga dibuka, sehingga tidak satu pun ditutup, dan ada seorang penyeru berkumandang: 'Wahai para pencari kebaikan, silakan datang dan wahai pencari keburukan silakan surut, dan Allah SWT mempunyai orang-orang yang dimerdekakan dari neraka, dan hal ini terjadi pada setiap malam."(H.R. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah).7. Merasakan bahwa ibadah puasa adalah ibadah yang khas, sebab ia menjadi milik Allah SWT dan Dia-lah yang akan memberikan pahalanya kepada kita setelah kita berada di surga.Rasulullah -shallallahu 'alaihi wa sallam- bersabda
:عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلَّا الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ وَلَخُلُوفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ (رواه البخاري)
Dari Abu Hurairah -radhiyallahu 'anhu- dari nabi -shallallahu 'alaihi wa sallam- beliau bersabda: "Semua amal manusia adalah miliknya, kecuali puasa, sesungguhnya ia adalah milik-Ku dan Aku yang akan memberikan balasannya, dan sungguh, bau tidak sedap mulut orang yang berpuasa di sisi Allah SWT lebih wangi dari pada parfum misik."(H.R. Bukhari).8. Mengetahui tingkat kesungguhan para sahabat -radhiyallahu 'anhum- dan salaf shalih dalam meningkatkan ibadah dan segala bentuk ketaatan pada bulan Ramadhan ini. Pada bulan yang mulia ini para sahabat nabi berlomba-lomba dalam melakukan berbagai kebaikan, baik dalam bentuk shalat malam, tilawatil Qur'an, membantu fakir miskin, memberi buka kepada orang-orang yang berpuasa dan bahkan berjihad fi sabililllah.9. Mengetahui bahwa ibadah puasa akan memberi syafaat kepada yang melakukannya. Sebagaimana telah dijelaskan dalam pembahasan keutamaan-keutaam puasa Ramadhan. 10. Mengetahui bahwa bulan Ramadhan dalah syahrul Qur'an dan syahrush-shabr (bulan Al-Qur'an dan bulan kesabaran).
selamat menunaikan ibadah puasa,ramadan mubarak
wassalamu alaikum warohmatullohi wa barokatuh
woensdag, september 12, 2007
BULAN RAMADAN
Romadhon sudah diambang pintu. Semua lapisan masyarakat muslim menyambut datangnya bulan penuh berkah ini dengan segala kegembiraan, dan suka cita. Wajah-wajah mereka ceria karena kerinduan yang mendalam ingin bertemu dengan "Bulan Romadhon" ; ingin mengisi hari-hari berkah ini dengan amal sholeh, baik itu berupa sholat tarawih, membaca Al-Qur’an, bershodaqoh, berdzikir, membantu kaum muslimin, memberi makan para fakir-miskin, menyiapkan buka puasa, dan sebagainya.
Para pembaca yang budiman, agar Romadhon semakin indah dan bernilai di sanubari kita, alangkah baiknya jika kita mengetahui dan mengkaji bersama diantara fadhilah dan keutamaan bulan suci nan berkah ‘Romadhon’. Keutamaan dan fadhilah Romadhon telah dibeberkan oleh Allah dan Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- dalam Al-Qur’an dan Sunnah sebagai berikut:
Bulan Al-Qur’an
Satu perkara yang sulit dilupakan oleh kaum muslimin bahwa Al-Qur’an turun di bulan Romadhon, tepatnya malam Lailatul Qodar. Allah menurunkan Al-Qur’an di bulan suci ini karena keutamaan yang tinggi baginya, dan hikmah. Allah -Ta’ala- berfirman,
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآَنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ
"(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Romadhon, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia, dan penjelasan mengenai petunjuk itu, serta pembeda (antara yang haq dengan yang batil)". (QS. : Al-Baqoroh: 185 )
Al-Hafizh Ibnu Katsir Ad-Dimasyqiy-rahimahullah- berkata, "Allah -Ta’ala- memuji Bulan Puasa (Romadhon) diantara bulan-bulan lainnya dengan memilih Romadhon diantara bulan-bulan itu untuk diturunkan Al-Qur’an yang agung (di dalamnya); sebagaimana halnya Dia mengkhususkan Romadhon dengan hal itu, maka sungguh ada sebuah hadits datang (menyebutkan) bahwa Romadhon adalah bulan yang diturunkan di dalamnya Kitab-Kitab Allah kepada para nabi ". [Lihat Tafsir Ibnu Katsir (1/292)]
Sebagai penguat bagi ucapan Ibnu Katsir -rahimahullah- , Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- bersabda ,
أُنْزِلَتْ صُحُفُ إِبْرَاهِيْمَ أَوَّلَ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ وَأُنْزِلَتِ التَّوْرَاةُ لِسِتٍ مَضَيْنَ مِنْ رَمَضَانَ وَأُنْزِلَ الْإِنْجِيْلُ لِثَلَاثَ عَشْرَةَ لَيْلَةً خَلَتْ مِنْ رَمَضَانَ وَأُنْزِلَ الزَّبُوْرُ لِثَمَانِ عَشْرَةَ خَلَتْ مِنْ رَمَضَانَ وَأُنْزِلَ الْقُرْآنُ لِأَرْبَعٍ وَعِشْرِيْنَ خَلَتْ مِنْ رَمَضَانَ
"Shuhuf Ibrahim diturunkan di malam pertama Romadhon; Taurat diturunkan pada 7 Ramadhan; Injil diturunkan pada 14 Ramadhan; Zabur diturunkan pada tanggal 19 Ramadhan; Al-Qur’an diturunkan pada 25 Ramadhan". [HR. Ahmad dalam Al-Musnad (4/107), Abdul Ghoniy Al-Maqdisiy dalam Fadho’il Romadhon (53/1), dan Ibnu Asakir dalam Tarikh Dimasyq (2/167/1). Di-hasan-kan oleh Al-Albaniy dalam Shohih As-Siroh (hal.90)]
Faedah : Hadits ini merupakan bantahan -dari segi sejarah- atas orang yang meyakini bahwa Nuzulul Qur’an pada tanggal 17 Romadhon !!! Adapun bid’ahnya Nuzulul Qur’an, maka akan datang pembahasannya, Insya Allah!
Bulan Pengampunan Dosa
Setiap mukmin amat mengharapkan ampunan dosa dari Allah, karena ia tahu bahwa hisab di hari akhir amat dahsyat. Dengan kehadiran Romadhon, kesempatan besar untuk bertaubat, dan mendapatkan ampunan sangat lebar. Amat celakalah seorang yang memasuki Romadhon, tapi ia enggan bertaubat dan beramal sholeh yang akan menjadi sebab dosanya diampuni.
Abu Hurairah -radhiyallahu ‘anhu- berkata,
أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ارْتَقَى الْمِنْبَرَ فَقَالَ آمِيْنَ آمِيْنَ آمِيْنَ فَقِيْلَ لَهُ يَا رَسُوْلَ اللهِ مَا كُنْتَ تَصْنَعُ هَذَا فَقَالَ قَالَ لِيْ جِبْرَائِيْلُ عَلَيْهِ السَّلَامُ رَغِمَ أَنْفُ عَبْدٍ دَخَلَ عَلَيْهِ رَمَضَانُ فَلَمْ يُغْفَرْ لَهُ فَقُلْتُ آمِيْنَ
"Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- naik ke atas mimbar seraya bersabda, "Amiin…amiin…amiin". Beliau ditanya, "Wahai Rasulullah, engkau tidak pernah melakukan seperti ini". Belaiu menjawab, "Jibril -alaihis salam- berkata kepadaku, "Semoga kecelakaan bagi seorang hamba yang didatangi oleh bulan Romadhon, namun tidak diberi ampunan", maka saya pun berkata, "Amiin". [HR. Ibnu Khuzaimah dalam Shohih-nya (3/192), Ahmad dalam Al-Musnad (2/246 & 254), dan Al-Baihaqiy dalam As-Sunan (4/204). Di-shohih-kan oleh Al-Albaniy dalam Shohih Al-Adab Al-Mufrod (646)]
Jadi, seorang yang mau diampuni dosanya, harus menutupi dosanya dengan amal sholeh di bulan suci ini, seperti membaca Al-Qur’an, mendengarkan ceramah, puasa, dan sholat tarawih; bukan berhura-hura, dan menghabiskan waktu dalam perkara sia-sia, apalagi haram, seperti bermain kartu di bulan Romadhon, ludo, ular tangga, berdusta, berbicara tabu, berzina, dan lainnya.
Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,
وَمَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
"Barangsiapa yang berpuasa di bulan Romadhon karena beriman dan mengharapkan pahala, niscaya akan diampuni dosa-dosanya yang lalu" . [HR. Al-Bukhoriy dalam Shohih-nya (1802), dan Muslim dalam Shohih-nya (175)
Al-Hafizh Ibnu Rajab Al-Hanbaliy-rahimahullah- berkata, "Jika bulan Romadhon telah sempurna, maka sungguh puasa, dan sholat malam telah lengkap bagi orang beriman. Maka terjadilah baginya pengampunan dosanya yang lampau dengan sempurnanya dua sebab tersebut, yaitu puasa, dan sholat malamnya". [Lihat Latho’if Al-Ma’arif (hal.232)]
Bulan Pengabulan Do’a & Pembebasan dari Siksa Neraka
Seseorang terkadang susah menemukan kondisi yang mustajab sehingga doanya dikabulkan oleh Allah. Namun Allah sebagai Pemberi Nikmat bagi para hamba-Nya yang beriman telah menyiapkan waktu mustajab untuk berdo’a.
Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,
إِنَّ لِلَّهِ فِيْ كُلِّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ عُتَقَاءَ مِنَ النَّارِ فِيْ شَهْرِ رَمَضَانَ وَإِنَّ لِكُلِّ مُسْلِمٍ دَعْوَةً يَدْعُوْ بِهَا فَيُسْتَجَابُ لَهُ
"Sesungguhnya Allah pada setiap hari dan malam di bulan Romadhon memiliki hamba-hamba yang dibebaskan dari neraka; sesungguhnya setiap muslim memiliki do’a yang ia berdo’a dengannya,lantaran itu do’anya dikabulkan". [HR. Al-Bazzar dalam Al-Musnad (3142), dan Ahmad dalam Al-Musnad (2/254). Syaikh Ali bin Hasan Al-Atsariy men-shohih-kan hadits ini dalam Shifah Ash-Shoum (hal.24)]
Wahai Pembaca Budiman, manfaatkanlah kesempatan ini dalam memperbanyak do’a, mengadu, dan bermunajat kepada Allah Robbul Alamin di sepanjang bulan Romadhon. Semoga setitik air mata penyesalan, dan takut akan menyelamatkan dirimu dari siksa neraka sebagaimana yang dijanjikan oleh Nabimu -Shollallahu ‘alaihi wasallam- dalam hadits ini.
Setan-setan dan Jin Durhaka Dikerangkeng; Pintu Surga Dibuka, dan Pintu Neraka Ditutup
Saking mulia dan sucinya bulan Romadhon, Allah mengikat para setan, dan jin yang durhaka; pintu-pintu surga dibuka, dan neraka ditutup.
Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,
إِذَا كَانَ أَوَّلُ لَيْلَةٍ مِنْ شَهْرِ رَمَضَانَ صُفِّدَتْ الشَّيَاطِيْنُ وَمَرَدَةُ الْجِنِّ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ فَلَمْ يُفْتَحْ مِنْهَا بَابٌ وَفُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ فَلَمْ يُغْلَقْ مِنْهَا بَابٌ وَيُنَادِيْ مُنَادٍ يَا بَاغِيَ الْخَيْرِ أَقْبِلْ وَيَا بَاغِيَ الشَّرِّ أَقْصِرْ وَلِلَّهِ عُتَقَاءُ مِنَ النَّارِ وَذَلِكَ كُلَّ لَيْلَةٍ
"Jika malam pertama Romadhon datang, maka setan-setan, dan jin-jin durhaka dibelenggu; pintu-pintu neraka ditutup. Maka tak ada satu pintu(nya) pun yang terbuka; pintu-pintu surga dibuka. Maka tak ada suatu pintu pun yang ditutup; Seorang pemanggil memanggil,"Wahai pencari kebaikan, menghadaplah; wahai pencari kejelekan, berhentilah". Allah memiliki hamba-hamba yang dimerdekakan dari neraka. Demikian itu pada setiap malam". [HR. At-Tirmidziy dalam Sunan-nya (682), dan Ibnu Majah dalam Sunan-nya (1642). Hadits ini di-shohih-kan oleh Al-Albaniy dalam Takhrij Al-Misykah (1960) ]
Al-Hafizh Ibnu Abdil Barr Al-Andalusiy-rahimahullah- berkata dalam At-Tamhid (7/310), "Makna hadits ini menurut saya –Cuma Allah yang lebih tahu-: Allah melindungi di dalamnya kaum muslimin, atau dominannya dari maksiat-maksiat. Jadi, setan tidak akan bebas datang kepada mereka sebagaimana mereka bebas datang di sepanjang tahun".
Ingat !! Namun kalian jangan menyangka bahwa setan ketika itu tak akan menggoda dirimu. Ketahuilah, ia akan tetap menggodamu, walaupun tidak segencar di bulan lain. Isilah hari-harimu dengan ketaatan, jangan mendekati jalan-jalan kemaksiatan sehingga engkau akan selamat darinya. Didiklah dirimu di bulan ini menjadi hamba yang taat, bukan hamba yang durhaka. Jika tidak, maka engkau akan menjadi bahan bakar Jahannam. Na’udzu billah minannar.
Di dalam Romadhon Terdapat Lailatul Qodar
Diantara keistimewaan umat Islam dibandingkan umat-umat terdahulu, "sedikit amal, banyak pahala". Dahulu mereka melaksanakan sholat dan puasa dengan aturan yang berat, tapi pahala sedikit. Adapun umat Islam, diberikan fasilitas waktu, dan tempat untuk melipatgandakan amalan ringan, seperti dalam surat ini:
Allah -Ta’ala- berfirman,
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ
"Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) pada malam kemuliaan (Lailatul Qodar). Dan tahukan kamu apa malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dibandingkan seribu bulan. Pada malam itu, para malaikat, dan Jibril turun dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu penuh kesejahteraan sampai terbit fajar". (QS. Al-Qodr: 1-5)
Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,
لِلَّهِ فِيْهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ مَنْ حُرِمَ خَيْرَهَا فَقَدْ حُرِمَ
"Allah memiliki di bulan Romadhon suatu malam yang lebih baik dibandingkan 1000 bulan. Barang siapa yang dihalangi (dari kebaikannya), maka ia akan dihalangi (dari kebaikan)". [HR. An-Nasa’iy dalam Al-Mujtaba (2106), dan Ahmad dalam Al-Musnad (7148). Hadits ini di-shohih-kan oleh Al-Albaniy dalam Shohih At-Targhib (999)]
Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,
مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
"Barang siapa yang b angun (sholat malam) karena beriman dan mengharapkan pahala, niscaya akan diampuni dosa-dosanya yang lalu" . [HR. Al-Bukhoriy dalam Shohih-nya (1802), dan Muslim dalam Shohih-nya (175)]
Umrah Romadhon Menyamai Haji bersama Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam-
Keutamaan umrah seperti ini banyak dilalaikan dan tidak diketahui oleh mayoritas kaum muslimin. Padahal Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,
فَإِنَّ عُمْرَةً فِيْ رَمَضَانَ تَقْضِيْ حَجَّةً مَعِيْ
"Sesungguhnya umroh di bulan Romadhon menyamai haji bersamaku". [HR. Al-Bukhoriy dalam Shohih-nya (1764), Muslim dalam Shohih-nya (1256) Abu Dawud dalam As-Sunan (1988) At-Tirmidziy dalam As-Sunan (939), Ibnu Majah dalam As-Sunan (2991). Lihat Shohih Al-Jami’ (7547) karya Al-Albaniy]
Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqolaniy-rahimahullah- berkata,"Ibnul Arabiy berkata, "Hadits tentang umrah ini adalah hadits shohih. Itu merupakan keutamaan dan nikmat dari Allah. Umrah dapat mencapai derajat haji karena bersatunya Romadhon dengan umrah". Ibnul Jauziy berkata, "Dalam hadits ini terdapat keterangan bahwa pahala amal bertambah karena kelebihan mulianya waktu sebagaimana ia bertambah dengan kehadiran hati (khusyu’), dan kesucian niat