zaterdag, september 08, 2007

PENGUKUHAN SHALAT WITIR

AHLAN WA SAHLAN
PENGUKUHAN SHALAT WITIR
oleh: Syaikh Nashiruddin Al-Albani


١٠٨ – اِنَّ اللهَ زَادَكُمْ صَلاَةً ، وَهِيَ الْوِتْرً ، فَصَلُّوْهَا بَيْنَ صَلاَةِ الْعِشَاءِ اِلٰى صَلاَةِ الْفَجْرِ .
“Sesungguhnya Allah menambahkan shalat padamu yaitu witir, maka kerjakan ia diantara shalat isya’ hingga fajar.”

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad (6/7) dan Ath-Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir (1/100/1) dari dua jalur. Yaitu dari Ibnul Mubarak: “Saya, Sa’id bin Yazid, kepada saya Ibnu Hubairah bercerita dari Abin Tamim Al-Jaisyani, bahwa Amr bin Ash berkhutbah di hadapan jamaah pada hari Jum’ah, dia menuturkan: “Sesungguhnya Abu Bashrah bercerita kepadaku, bahwa Nabi sallallahu alaihi wasallam: (kemudian ia menyebutkan hadits itu). Abu Tamim mengatakan: “Abu Dzar menggamit tanganku lalu naik di masjid menuju Abu Bashrah dan bertanya kepadanya, “Apakah kamu mendengar Rasulullah sallallahu alaihi wasallam menyabdakan apa yang dikatakan Amr?” Abu Bashrah menjawab, “Aku memang mendengarnya dari Rasulullah sallallahu alaihi wasallam”

Saya berkata: “Hadits ini sanadnya shahih. Semua perawinya adalah tsiqah dan juga dipakai oleh Imam Muslim.”

Adapun Sa’id bin Yazid adalah Sujak Al-Iskandari.

Abdullah bin Lubai’ah memperkuat hadits tersebut dengan versinya yang lain, yaitu: “Saya, Abdullah bin Hubarian Bih (bukan Sa’id bin Yazid).

Hadits ini juga dikeluarkan oleh Imam Ahmad (juz 6/379), Ath-Thahawi dalam Syarah Al-Mu’ani (1/250), Ath-Thabrani dalam Al-Kabir (1/04/2) dan Ad-Daulabi dalam Al-Kunni (1/13) dari tiga jalur yang berasal dari Lubai’ah Bih.

Menurut Ath-Thahawi, sanad hadits itu adalah shahih, seperti yang telah saya jelaskan dalam Irwa-ul Ghalil (nomor 416).

Hadits itu juga mempunyai jalur lain dari Nabi sallallahu alaihi wasallam dimana sebagian dikeluarkan di sana. Adapun jalur ini adalah yang terkuat. Oleh karena itu saya hanya mencukupkannya di sini. Syaikh Al-Kuttani dan temannya Ustadz Az-Zuhaili dalam takhrij-nya Tuhfatul Fuqaha (1/1/355) menyebutkan sejumlah besar jalur-jalur itu yang berasal dari sepuluh sahabat. Di antaranya ada satu jalur dari Amr bin Al-Ash tetapi lemah, sehingga mereka kehilangan jalur yang shahih dari Amr bin Al-Ash.

Hukum-hukum yang Terkandung dalam Hadits

Melihat dari segi lahirnya perintah dalam sabda Nabi sallallahu alaihi wasallam: “Kerjakanlah shalat itu, adalah menunjukkan kewajiban shalat witir. Demikian pendapat Al-Hanafiah, berbeda dengan pendapat jumhur ulama. Kalau saja tidak ada dalil yang membatasi bahwa shalat fardhu dalam sehari semalam adalah lima kali1) tentu pendapat Hanafiyah ini lebih mendekati kebenaran. Oleh karena itu jelas disini bahwa perintah itu bukan menunjukkan “wajib”. Tetapi hanya untuk mengukuhkan sunnah. Banyak perintah untuk sesuatu yang mulia, dengan kepastian dalil-dalil qath’i, sehingga dengan melihat itu diletakkan di bawah perintah wajib. Bahkan para ulama Hanafi juga telah menjelaskan pendapat mereka, bahwa sesungguhnya mereka tidak mengatakan wajib sebagaimana kewajiban shalat lima waktu, tetapi posisinya di tengah-tengah antara shalat fardhu lima waktu dengan sunnah-sunnah lainnya. Jadi di bawah kewajiban shalat fardhu dan di atas shalat-shalat sunnat lainnya.

Perlu diketahui bahwa pendapat ulama Hanafi didasarkan pada istilah yang mereka sebut hadits khusus yang tidak dikenal oleh para sahabat maupun salafush-shaleh, yakni mereka membedakan antara fardhu dan wajib, baik dalam segi ketetapan maupun balasan, seperti yang telah diterangkan secara terperinci dalam kitab-kitab mereka.

Pendapat mereka ini seolah bermakna bahwa orang yang meninggalkan witir, pada hari Kiamat juga akan disiksa di bawah siksaan orang yang meninggalkan shalat fardhu. Jika demikian, maka ditanyakan kepada mereka: “Bagaimana bisa begitu, padahal Nabi mengatakan terhadap orang yang berniat tidak akan mengerjakan shalat kecuali shalat lima waktu sebagai orang yang beruntung? Dan bagaimana bisa dikompromikan antara keberuntungan dengan siksa? Maka tidak diragukan lagi bahwa sabda Nabi itu sendiri telah cukup untuk menjelaskan bahwa shalat witir itu memang tidak wajib. Oleh karena itu Jumhurul Ulama sepakat bahwa witir itu sunnah, tidak wajib. Dan inilah yang benar. Hanya saja semua itu sebagai peringatan agar supaya memperhatikan shalat witir dan tidak meremehkannya karena adanya hadits ini dan lainnya. Wallahu a’lam.

Geen opmerkingen: