donderdag, april 03, 2008

lanjutan suatu refleksi ketika sangFITNA muncul

AHLAN WA SAHLAN
potongan film ke 4 ketika seorang wanita di khitaan
KEDUDUKAN KHITAN BAGI WANITA DALAM ISLAM

Hal ini dia tampilkan untuk memperlihatkan kalau wanita dibatasi dalam menikmati seksualitasnya dan begitulah islam,menurutnya.alangkah lebih baiknya mari kita simak masalah ini supaya menjadi lebih jelas
Dalil utama berkaitan 'Khatan' adalah

خَمْسٌ مِنْ الْفِطْرَةِ الْخِتَانُ وَالِاسْتِحْدَادُ وَنَتْفُ الْإِبْطِ وَتَقْلِيمُ الْأَظْفَارِ وَقَصُّ الشَّارِبِ


artinya : Lima perkara fitrah : berkhatan, mencukur bulu kemaluan, memotong kuku, mencabut bulu ketiak (cukur), memendekkan misai. ) Riwayat Muslim)


MUQQODDIMAH

Di antara hal yang sering diperbincangkan di masyarakat adalah masalah khitan bagi wanita, apa hukumnya? Berikut penjelasan yang mudah-mudahan bermanfa'at bagi kita semua.
Sebenarnya persangkaan seperti itu muncul karena ketidak fahaman terhadap ajaran Islam. Agama Islam mengajarkan kepada kita untuk berperilaku proporsional. Salah satunya adalah bagaimana bisa mengendalikan diri, termasuk mengendalikan hawa nafsu. Khitan bagi perempuan diharapkan bisa menjadi rem bagi perempuan untuk mengontrol hawa nafsunya. Karena menurut riwayat yang shahih, hawa nafsu perempuan berlipat lebih besar daripada laki-laki, walaupun hal tersebut bisa ditutupi oleh perasaan malunya yang juga lebih besar daripada laki-laki. Seandainya rasa malu sudah menjadi suatu hal yang dianggap tidak penting bagi perempuan, maka bisa dibayangkan akan seperti apa jadinya tatanan sosial yang ada, karena pada dasarnya laki-laki adalah makhluk yang rapuh sekali dalam menghadapi rayuan perempuan. Maka sekarang hasilnya sudah mulai terlihat, di mana seks bebas telah menggejala di hampir semua negara, terutama di kota-kota besar.

Khitan yang juga sebagai salah satu syi’ar agama Islam mempunyai banyak hikmah; misalnya dari sisi medis, khitan bisa membersihkan organ tubuh kita. Daerah kemaluan yang cenderung lembab dan ‘rawan tidak bersih’ karena kemungkinan tertinggalnya sisa air kencing, dapat diminimalkan dengan dikhitan, sehingga bisa lebih bersih, dan dengan begitu dapat terhindar dari penyakin kulit. Selain itu, dengan dikhitan umat manusia juga semakin bisa merasakan nikmatnya, maaf, bersenggama. Karena saraf-saraf sensitif di sekitar kemaluan tidak terhalang oleh kulit katup kemaluan, sehingga dapat menimbulkan sensasi lebih ketika bersetubuh (iltiqa al-khitanain).
Definisi Khitan

Di dalam kamus bahasa Arab terkenal 'Lisan al-'Arab' (materi: Khatana/ختن) dinyatakan, kata Khitan (الْخِتَانُ)berasal dari kata kerja Khatana al-ghulama wa al-jariyata, yakhtinuhuma, khitnan. Bentuk Ism (Kata benda)-nya adalah Khitan dan Khitanah. Seorang yang dikhitan (disunat) disebut makhtun. Ada yang mengatakan, al-khatnu untuk laki-laki sedangkan untuk wanita disebut al-khafdhu. Sedangkan kata khatiin artinya orang yang dikhitan, baik laki-laki mau pun wanita. Abu Manshur mengatakan, “Khitan adalah letak pemotongan dari kelamin laki-laki maupun wanita.” Dalam hal ini, terdapat hadits masyhur yang berbunyi, (artinya) “Bila dua khitan (alat kelamin laki-laki dan wanita) telah bertemu, maka telah wajiblah mandi.”

SEJARAH KHITAN
Pada mulanya, ajaran berkhitan adalah syariat yang dibawa oleh nabi Ibrahim ‘alaihis salam. Kemudian diteruskan oleh agama Islam. Perlu diketahui, bahwa setiap ajaran yang dibawa oleh nabi terdahulu (syar’u man qablana), kemudian disyariatkan lagi dengan dimuat dalam al-Quran ataupun as-Sunnah, maka ajaran tersebut juga menjadi ajaran umat Islam. Dalam hal khitan ini, rasulullah SAW. telah menganjurkannya sebagaimana termuat dalam hadis di atas, sehingga syariat berkhitan yang awalnya menjadi syariat umat nabi Ibrahim AS. dengan begitu juga menjadi syariat umat Muhammad SAW.
BEBERAPA PENDAPAT UALAMA TENTANG KHITAAN
Imam An-Nawawi di dalam Syarah Shahih Muslim (I: 543) berkata, “Yang wajib bagi laki-laki adalah memotong seluruh kulit yang menutup ujung dzakar hingga terbuka semua ujungnya tersebut. Sedangkan bagi wanita adalah memotong sedikit bagian dari kulit yang di atas farji.”

Al-Hafizh Ibn Hajar di dalam kitabnya Fath Al-Bari (X: 340) berkata, “Al-Khitan adalah bentuk mashdar dari kata kerja Khatana, yaitu Qatha'a (memotong). Sedangkan Al-Khatnu adalah memotong sebagian tertentu dari anggota tertentu.”

Al-Hafizh Ibn Hajar juga ber-kata, “Imam an-Nawawi berkata, “Khitan bagi laki-laki dinamakan I'dzar sedangkan bagi wanita dinamakan Khafdh.” Abu Syammah berkata, “Menurut ahli bahasa, untuk sebutan semua (bagi laki-laki dan wanita) digunakan I'dzar sedangkan Khafdh khusus bagi wanita.”

Hadits-Hadits tentang Khitan Wanita

خَمْسٌ مِنْ الْفِطْرَةِ الْخِتَانُ وَالِاسْتِحْدَادُ وَنَتْفُ الْإِبْطِ وَتَقْلِيمُ الْأَظْفَارِ وَقَصُّ الشَّارِب


. Dari Abu Hurairah, ia berkata, “Aku mendengar Nabi bersabda, 'Fitrah itu ada lima; khitan, mencukur bulu kemaluan, menggunting kumis, memotong kuku dan mencabut bulu ketiak.” (HR.Imam Muslim, Abu Daud, an-Nasa'i dan Ibn Majah)

Hadits ini sering dimuat dalam penjelasan mengenai khitan bagi wanita namun untuk dijadikan sebagai dalil khusus bagi khitan wanita tidak menyatakan secara terang-terangan dan gamblang, kecuali dari sisi makna umum yang dikandungnya bilamana diga-bungkan dengan hadits lainnya, “Sesungguhnya kaum wanita adalah sekandung kaum laki-laki.”

dan juga hadith berikut

فَأَمَّا الْخِتَانُ فَوَاجِبٌ عَلَى الرِّجَالِ ، وَمَكْرُمَةٌ فِي حَقِّ النِّسَاءِ ، وَلَيْسَ بِوَاجِبٍ عَلَيْهِنَّ

Khitan itu wajib bagi laki-laki, sedangkan bagi perempuan adalah suatu kemuliaan/kebaikan, tidak wajib bagi mereka” (Ibnu Qudamah, al-Mughni, [Kairo : Maktabah al-Qohiroh, TT], h. 64)


Sedangkan hadits-hadits yang khusus menyinggung tentang khitan wanita, semuanya tidak terlepas dari sorotan dan cacat. Di antaranya:

Pendapat Para Ulama Mengenai Masalah Khitan Wanita

Di antara pendapat-pendapat tersebut:

1. Imam an-Nawawi (Syarah Muslim, I: 543) berkata, "Khitan hukum-nya wajib menurut Imam asy-Syafi'i dan kebanyakan para ulama, sedangkan menurut Imam Malik dan para ulama yang lain adalah sunnah. Menurut Imam asy-Syafi'i, ia wajib bagi kaum laki-laki dan wanita juga."

2. Ibn Qudamah berkata di dalam al-Mughni (I:85), "Ada pun khitan, maka ia wajib bagi kaum laki-laki dan kehormatan bagi kaum wanita. Ini merupakan pendapat banyak ulama…" Imam Ahmad berkata, "Bagi laki-laki lebih berat (ditekan-kan)." Kemudian beliau menyebut-kan alasannya sedangkan bagi wanita menurutnya lebih ringan. (al-Mughni, I: 85)

3. Ibn Taimiyah (Majmu' al-Fatawa, XXI: 114) ketika ditanya tentang khitan wanita, beliau menjawab, "Alhamdulillah; Ya.! Wanita dikhitan dan caranya adalah dengan memotong bagian paling atas kulit yang dikenal dengan sebutan 'Arf ad-Dik (jengger ayam jantan)." Kemudian beliau menyebutkan hadits mengenai hal itu (Hadits Usamah al-Hadzali di atas) akan tetapi hadis tersebut adalah lemah.

3. Ibn Hajar juga menukil pendapat Syaikh Abu Abdillah bin al-Hajj di dalam kitab al-Madkhal yang menyatakan adanya perbedaan terhadap khitan wanita di mana tidak dapat ditekankan secara umum, tetapi harus dibedakan antara wanita timur dan Arab. Lalu beliau menyebutkan alasan-alasannya.

Mengenai pendapat-pendapat di atas, Syaikh Musthafa al-'Adawi mengatakan, “Alhasil, apa yang dipaparkan mengenai masalah khitan tersebut tidak terdapat dalil yang shahih dan Sharih (secara terang-terangan) yang mewajibkan wanita berkhitan. Karena itu, siapa di antara mereka yang melakukannya, maka itu adalah haknya dan bila tidak juga tidak ada masalah, Wallahu Ta'ala a'lam.”
Ajaran Islam (syari’ah Islamiyah) yang diturunkan Allah SWT adalah merupakan bentuk dari kasih-sayangNya kepada umat manusia. Ajaran tersebut pada umumnya sesuai dan sejalan dengan fitrah umat manusia. Salah satu contohnya adalah ajaran tentang khitan, yang sangat sejalan dengan fitrah manusia, sesuai sabda rasul SAW

خَمْسٌ مِنْ الْفِطْرَةِ الْخِتَانُ وَالِاسْتِحْدَادُ وَنَتْفُ الْإِبْطِ وَتَقْلِيمُ الْأَظْفَارِ وَقَصُّ الشَّارِبِ
“Lima perkara yang merupakan fitrah manusia : 1. sunat (khitan), 2. al-Istihdad (mencukur rambut pada sekitar kemaluan), 3. memotong kumis, 4. mencukur bulu ketiak, dan 5. menggunting kuku. (HR Jama’ah dari Abu Hurairah r.a.).




Sedangkan dari sisi hukumnya, para ulama sepakat bahwa berkhitan wajib hukumnya bagi laki-laki, dan sangat dianjurkan hingga mendekati wajib (makramah) bagi perempuan. Ketentuan hukum khitan ini sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Qudamah sbb :

فَأَمَّا الْخِتَانُ فَوَاجِبٌ عَلَى الرِّجَالِ ، وَمَكْرُمَةٌ فِي حَقِّ النِّسَاءِ ، وَلَيْسَ بِوَاجِبٍ عَلَيْهِنَّ .
“Khitan itu wajib bagi laki-laki, sedangkan bagi perempuan adalah suatu kemuliaan/kebaikan, tidak wajib bagi mereka” (Ibnu Qudamah, al-Mughni, [Kairo : Maktabah al-Qohiroh, TT], h. 64)

Khusus terkait dengan khitan bagi perempuan banyak kalangan yang menyatakan bahwa hal tersebut bisa melanggar hak asasi manusia, karena bisa berdampak negatif bagi si perempuan tersebut dan dapat menghalangi reaksi seksual bagi perempuan yang dikhitan.


Di sisi lain, yang harus digaris bawahi, khitan bagi perempuan yang diajarkan oleh syariat Islam bukanlah sebagaimana dipersepsikan orang yang menentangnya. Khitan bagi perempuan menurut ajaran Islam cukup dilakukan dengan hanya menghilangkan selaput jaldah/colum/praeputium) yang menutupi klitoris, dan tidak boleh dilakukan secara berlebihan, seperti memotong atau melukai klitoris (insisi dan eksisi). Hal ini sebagaimana hadis rasul SAW:

عَنِ الضَّحَّاكِ بن قَيْسٍ، قَالَ: كَانَتْ بِالْمَدِينَةِ امْرَأَةٌ تَخْفِضُ النِّسَاءَ، ُقَالُ لَهَا أُمُّ عَطِيَّةَ، فَقَالَ لَهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:"اخْفِضِي، وَلا تُنْهِكِي، فَإِنَّهُ أَنْضَرُ لِلْوَجْهِ، وَأَحْظَى عِنْدَ الزَّوْجِ
".
Dari adh-Dhahhak bin Qais bahwa di Madinah ada seorang ahli khitan wanita yang bernama Ummu ‘Athiyyah, Rasulullah SAW bersabda kepadanya : “khifadhlah (khitanilah) dan jangan berlebihan, sebab itu lebih menceriakan wajah dan lebih menguntungkan suami”. (HR. at-Tabrani dari adh-Dhahhak)

عَنْ أُمِّ عَطِيَّةَ الْأَنْصَارِيَّةِ أَنَّ امْرَأَةً كَانَتْ تَخْتِنُ بِالْمَدِينَةِ فَقَالَ لَهَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تُنْهِكِي فَإِنَّ ذَلِكَ أَحْظَى لِلْمَرْأَةِ وَأَحَبُّ إِلَى الْبَعْلِ

Dari Ummu ‘Athiyyah r.a. diceritakan bahwa di Madinah ada seorang perempuan tukang sunat/khitan, lalu Rasulullah SAW bersabda kepada perempuan tersebut: “Jangan berlebihan, sebab yang demikian itu paling membahagiakan perempuan dan paling disukai lelaki (suaminya)”. (HR. Abu Daud dari Ummu ‘Atiyyah r.a.)

Tata cara khitan bagi perempuan juga telah dibahas oleh para ulama, misalnya yang dijelaskan dalam kitab I’anah at-Thalibin:

(قوله: والمرأة الخ) أي والواجب في ختان المرأة قطع جزء يقع عليه اسم الختان وتقليله أفضل لخبر أبي داود وغيره أنه (ص) قال للخاتنة: أشمي ولا تنهكي فإنه أحظى للمرأة وأحب للبعل أي لزيادته في لذة الجماع
،
Yang diwajibkan dalam mengkhitan perempuan adalah memotong bagian yang harus dikhitan. Diutamakan dalam mengkhitan perempuan untuk menggores sedikit saja dari bagian yang harus dikhitan, berdasarkan hadis riwayat Abu Daud dan lainnya: bahwa rasulullah SAW berkata pada tukang khitan perempuan: Khitanlah, dan jangan berlebihan, sebab yang demikian itu paling membahagiakan perempuan dan paling disukai lelaki (suaminya), karena menambah nikmatnya bersenggama.

Prof. Wahbah az-Zuhaili dalam bukunya “al-fiqh al-islami wa adillatuhu” juga berpendapat senada :
“Khitan pada perempuan ialah memotong sedikit mungkin dari kulit yang terletak pada bagian atas farj (klitoris). Dianjurkan agar tidak berlebihan, artinya tidak boleh memotong jengger yang terletak pada bagian paling atas dari farj, demi tercapainya kesempurnaan kenikmatan waktu bersenggama”. (Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, [Damaskus : Daar al-Fikr al-Islami] Jilid I, h. 356)

Dengan begitu menjadi jelaslah, bahwa praktik khitan perempuan yang dilakukan secara berlebihan, yang kemudian memicu reaksi PBB sehingga mengeluarkan pelarangan praktik khitan seperti itu, sangatlah tidak sesuai dengan ajaran Islam.

Majelis Ulama Indonesia juga telah mengeluarkan fatwa tentang Khitan Perempuan ini. Karenanya, saya menganjurkan kepada Anda untuk melihat fatwa tersebut secara lengkap.

Syeikh Dr Yusof Al-Qaradawi setelah membawakan dalil-dalil bagi kumpulan yang mewajibkan berkata, hadith-hadith dalam hal wajib khitan bagi wanita adalah lemah . Justeru khitan adalah wajib bagi lelaki saja, dan tidak wajib

INSYA ALLAH BERLANJUT
jazakumullah

Geen opmerkingen: