dinsdag, mei 13, 2008

LANJUTAN Sistem Masyarakat Islam dalam((Malaamihu Al Mujtama' Al Muslim Alladzi Nasyuduh)

AHLAN WA SAHLAN oleh Dr. Yusuf Qardhawi

MAKNA TEGAKNYA MASYARAKAT DI ATAS AQIDAH ISLAMI
Inilah aqidah yang tegak di atasnya masyarakat Islam. yaitu aqidah "Laa ilaaha illallah Muhammadan Rasuulullah." Makna dari ungkapan tersebut adalah bahwa masyarakat Islam benar-benar memuliakan dan menghargai aqidah itu dan berusaha untuk memperkuat aqidah tersebut di dalam akal maupun hati. Masyarakat itu juga mendidik generasi Islam untuk memiliki aqidah tersebut dan berusaha menghalau pemikiran-pemikiran yang tidak benar dan syubhat yang menyesatkan. Ia juga berupaya menampakkan (memperjelas) keutamaan-keutamaan aqidah dan pengaruhnya dalam kehidupan individu maupun sosial dengan (melalui) alat komunikasi yang berpengaruh dalam masyarakat, seperti masjid-masjid, sekolah-sekolah, surat-surat kabar, radio, televisi, sandiwara, bioskop dan seni dalam segala bidang, seperti puisi. prosa, kisah-kisah dan teater.
Bukanlah yang dimaksud membangun masyarakat Islam di atas dasar aqidah Islamiyah adalah dengan memaksa orang-orang non Muslim untuk meninggalkan aqidah mereka. Tidak!, karena hal ini tidak pernah terlintas dalam benak seorang Muslim terdahulu dan tidak akan terlintas di benak mereka untuk selamanya. Bukankah lslam telah mengumumkan dengan kata-kata yang jelas
"Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesunggahnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan sesat." (Al Baqarah: 256)
Sejarah telah membuktikan bahwa sesungguhnya masyarakat Islam pada masa-masa keemasannya adalah masyarakat yang paling toleran terhadap para penentangnya dalam aqidah. Fakta ini diperkuat oleh banyak pernyataan kesaksian orang-orang di luar islam sendiri.
Maksud dari tegaknya masyarakat, di atas aqidah Islam adalah bahwa masyarakat Islam itu bukanlah masyarakat yang terlepas dari segala ikatan, tetapi masyarakat yang komitmen dengan aqidah Islam. bukan masyarakat penyembah berhala, dan bukan masyarakat Yahudi atau Nasrani, bukan pula masyarakat liberal atau masyarakat Sosialis Marxisme, tetapi ia adalah masyarakat yang bertumpu pada aqidah tauhid atau aqidah Islam, di mana aqidah Islam itu selalu tinggi dan tidak ada yang menandingi. Islam tidak menerima jika kalian berada di masyarakat sementara kalian tidak berperan apa pun, dan tidak rela mengganti aqidah yang lain dengan aqidah Islamnya, sehingga bisa meluruskan pandangan manusia terhadap Allah, manusia, alam semesta dan kehidupan.
Bukanlah dikatakan masyarakat Islam itu masyarakat yang menyembunyikan asma"Allah" dalam arahan-arahannya, kemudian menggantinya dengan nama"Alam." Sebagai contoh terkadang kita katakan bahwa sungai-sungai adalah pemberian alam, hutan juga pemberian alam, alam itulah yang menciptakan dan yang mengembangkan segala sesuatu, bukan Allah yang menciptakan segala sesuatu, Rabb segala sesuatu dan pengatur segala sesuatu.
Sesungguhnya pandangan masyarakat Barat terhadap masalah ketuhanan dan kaitannya dengan alam semesta adalah bahwa Allah telah menciptakan alam, kemudian membiarkannya, maka tidak ada yang mengatur, tidak ada yang menguasai. Persepsi seperti ini mirip dengan persepsi yang diambil dari para filosof Yunani terhadap masalah ketuhanan, terutama Aristoteles yang tidak mengenal tuhan kecuali bagian dari dirinya, adapun pandangannya tentang alam, alam itu tidak ada yang mengatur dan tidak dikenal baik atau buruk dari tuhan. Dan yang lehih aneh dari pada itu adalah filsafat Aflathun yang tidak mengenal Tuhan sedikit pun, hingga dari dirinya.
Adapun persepsi masyarakat Islam tentang ketuhanan, maka itu tergambar dalam ayat-ayat berikut ini:
"Semua yang berada di langit dan yang berada di bumi bertasbih kepada Allah (menyatakan kebenaran Allah). Dan Dialah Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu. Kepunyaan-Nya kerajaan langit dan bumi. Dia menghidupkan dan mematikan. Dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Dialah Yang Awal dan Yang Akhir Yang Zhahir dan Yang Bathin; dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu. Dialah Yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa; Kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy. Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar dari padanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepadanya. Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. Kepunyaan-Nyalah kerajaan langit dan bumi. Dan kepada Allah-lah dikembalikan segala sesuatu. Dialah yang memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam. Dan Dia Maha Mengetahui segala isi hati." (Al Hadid: 14)
Bukanlah masyarakat Islam itu masyarakat yang mana pemahaman iman kepada Allah dan hari kemudian menjadi kendor, kemudian diganti dengan keyakinan terhadap aliran Wujudiyah, Qaumiyah atau Wathaniyah (kebangsaan atau Nasionalis), atau yang selain itu dari berhala-herhala yang disembah oleh manusia di sana sini, dari selain Allah atau bersama Allah, meskipun mereka tidak menamakan itu semua sebagai tuhan-tuhan mereka.
Bukan pula masyarakat Islam, masyarakat yang menyembunyikan nama"Muhammad" yang semestinya dianggap sebagai muwajjih yang ma'shum dan uswah yang ditaati, lalu membanggakan nama"Marx" dan"Lenin" atau yang lainnya dari para pemikir timur dan barat.
Bukan pula masyarakat Islam itu masyarakat yang mengabaikan kitab Allah Al Qur'an yang semestinya menjadi sumber petunjuk. sumber perundang-undangan dan hukum, kemudian memperhatikan kitah-kilab yang lainnya dan mengkultuskannya, dan menjadikan kitab-kitab itu sebagai rujukan pemikiran, perundang-undangan dan sistem perilaku atau diambil dari kitab-kitab itu nilai dan standar kehidupan.
Bukanlah masyarakat Islam itu masyarakat yang Allah, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya dihina (lecehkan) sementara manusianya diam terhadap kekufuran yang nyata ini, mereka tidak mampu memberikan pengajaran kepada orang yang kafir dan murtad atau menggertak orang zindiq yang menyeleweng, sehingga orang kafir itu berani menyebarkan di berbagai media secara terang-terangan ungkapan sebagai berikut, "Sesungguhnya manusza Arab modern adalah mereka yang menyakini bahwa Allah dan agama-agama adalah sesuatuyang usang dan layak disimpan dalam museum sejarah."
Bukanlah masyarakat Islam itu masyarakat yang mempersilahkan aqidah lain seperti aqidah Komunis, Sosialis dan Nasionalisme ekstrim menggeser aqidah Islamiyah. Sesungguhnya merupakan suatu kesalahan jika ada seseorang mengira bahwa faham Sosialis dan yang lainnya itu bukan aqidah yang bertentangan dengan Islam, tetapi ia sekedar aliran Ekonomi atau Sosial yang mengambil cara tertentu untuk mengatur kehidupan manusia, dan tidak berkaitan langsung dengan agama sehingga dikatakan sebagai aqidah, padahal kenyataannya bahwa Sosialisme menurut pencetusnya merupakan falsafah kehidupan yang komprehensif dan aqidah yang universal yang memberi pandangan terhadap alam, sejarah, kehidupan, manusia dan Tuhan yang jelas-jelas bertentangan dengan Pandangan Islam. Oleh karena itu sebagian orang mengistilahkannya sebagai "Agama tanpa wahyu."2)
Bukan pula masyarakat Islam itu masyarakat yang menjadikan masalah aqidah sebagai masalah sampingan dalam kehidupan ini, sehingga tidak dijadikan sebagai asas dari sistem pendidikan dan pengajaran, sistem pemikiran, sistem penerangan dan pengarahan' tidak pula dalam proses perubahan secara umum kecuali hanya bagian terkecil dan terbatas. Maka aqidah bukanlah pengarah dan penggerak yang pertama, dan bukan pula pengaruh yang pertama dalam kehidupan individu, keluarga maupun kemasyarakatan, akan tetapi aqidah dijadikan nomor dua dan ditempatkan di belakang, itupun kalau memang masih ada tempat.
Aqidah dalam kehidupan masyarakat Islam pertama yang telah dibina oleh Rasulullah SAW dan diwarisi oleh para sahabat dan tabi'in adalah merupakan motivasi, pengarah dan hal pertama yang mewarnai dalam kehidupan mereka, dan akhirnya dia menjadi ikatan pemersatu.
Aqidah merupakan sumber persepsi dan pemikiran. Aqidah juga merupakan asas keterikatan dan persatuan, asas hukum dan syari'at, sebagai motor penggerak dalam berharakah, ia juga merupakan sumber keutamaan dan akhlaq. Aqidah itulah yang telah mencetak para pahlawan (pejuang) di medan jihad dan untuk mencari syahid serta menempa setiap jiwa untuk berkurban dan itsar.
Demikianlah aqidah dan pengaruhnya dalam kehidupan masyarakat Islam yang pertama dan demikianlah hendaknya pengaruh aqidah dalam setiap masyarakat yang menginginkan menjadi masyarakat Islam, saat ini dan di masa yang akan datang.
Sesungguhnya aqidah Islamiyah dengan segala rukun dan karakteristiknya adalah merupakan dasar yang kokoh untuk membangun masyarakat yang kuat, karena itu bangunan yang tidak tegak di atas aqidah Islamiyah maka sama dengan membangun di atas pasir yang mudah runtuh.
Lebih buruk dari itu apabila bangunan yang mengaku Islam, ternyata berdiri di atas fondasi selain aqidah Islam, meskipun telah ditulis di papan nama dengan nama Islam, maka sesungguhnya itu merupakan pemalsuan di dalam materi dasar bangunan yang tidak menutup kemungkinan bangunan itu akan berakibat ambruk seluruhnya dan menimpa orangorang yang ada di dalamnya. Allah SWT berfirman:
"Maka apakah orang-orang yang mendirikan bangunannya di atas dasar taqwa kepada Allah dan keridlaan (Nya) itu yang baik, ataukah orang-orang yang mendirikan bangunannya di tepi jurang yang runtuh, lalu bangunannya itu jatuh bersama dengan dia ke dalam neraka Jahannam? Dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang-orang yang dzalim." (At-Taubah: 109)
Sungguh kita telah melihat masyarakat Komunis pada masa-masa kejayaannya dan ketika berkuasa, mereka telah menjadikan aqidah Marxisme dan falsafahnya yang materialisme dalam undang-undang mereka secara terang-terangan. Mereka telah menyatakan bahwa tidak ada tuhan dan kehidupan adalah materi dalam aturan undang-undang mereka, dalam pendidikan dan pengajaran mereka dalam kebudayaan dan pers mereka, dan dalam seluruh sistem, lembaga dan sikap kebijakan politik mereka.
Inilah perhatian setiap masyarakat yang berideologi, maka sudah semestinya jika masyarakat Islam menjadi cermin yang akan memproyeksikan aqidah dan keimanannya serta pandangannya terhadap alam, manusia dan kehidupan dan pandangannya terhadap Sang pencipta yang memberikan kehidupan.
2) Lihat Kitab saya 'Min Ajli Shahwatin Islamiyah'

MASYARAKAT ISLAM DALAM MENGHADAPI BAHAYA KEMURTADAN
Bahaya besar yang dihadapi oleh masyarakat Islam adalah ancaman terhadap aqidahnya, oleh karena itu murtad dari agama atau kufur setelah beriman merupakan bahaya terbesar bagi masyarakai Islami. Dan ini pula yang selalu diupayakan oleh musuh-musuh Islam untuk kemudian dapat mengacaukan barisan kaum Muslimin dengan kekuatan dan persenjataan serta berbagai bentuk makar dan tipu daya yang lain. Allah SWT berfirman:
"Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat, mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup" (Al Baqarah: 217)
Dewasa ini masyarakat Islam menghadapi serangan-serangan yang keras dan serbuan-serbuan yang gencar yang bertujuan untuk mencabut nilai-nilai Islam dari akarnya. Di antaranya ini dilakukan melalui serangar missionaris kristen yang bekerja sama dengan imprealis barat. Mereka terus melakukan aktifitasnya di dunia Islam terutama di wilayah minoritas Muslim yang bertujuan untuk mengkristenkan kaum Muslimin di dunia Sebagaimana diumumkan dalam muktamar "Colorado" pada tahun 1978 yang membahas tidak kurang dari empat puluh agenda seputar Islam dan kaum Muslimin berikut strategi untuk menyebarkan agama nasrani di kalangan kaum Muslimin dengan dana seribu juta dolar. Selain itu telah didirikan lembaga "Zwemmer" untuk mencetak para spesialis dalam hal mengkristenkan kaum Muslimin.
Serangan juga dilakukan oleh kaum Komunis yang telah menjelajah negara-negara Islam secara keseluruhan, baik di Asia, Afrika maupun di Eropa. Mereka bekerja dengan segenap kemampuan untuk memadamkan Islam dan mengusirnya dari kehidupan ini secara total, kemudian mendidik generasi-generasi yang tidak lagi memahami Islam baik banyak atau sedikit.
Serangan lain juga dilakukan oleh kelompok sekuler anti agama yang secara terus menerus melakukan aktivitasnya sampai saat ini di tengah-tengah kehidupan kaum Muslimin. Kadang-kadang mereka bergerak secara terang-terangan dan kadang-kadang secara sembunyi. Mereka ingin menghilangkan ajaran Islam yang sebenarnya kemudian mengganti dengan Islam yang penuh khurafat, barangkali inilah yang merupakan serangan paling buruk dan paling berbahaya.
Kewajiban masyarakat Islam agar tetap bisa terpelihara keberadaan mereka' adalah berupaya memerangi kemurtadan dari mana saja sumbernya dan dalam bentuk apa pun. Masyarakat Islam hendaknya tidak memberi kesempatan kepada mereka sehingga tidak sampai menyebar/menjalar seperti menjalarnya api di daun-daun yang kering.
Itulah yang pernah dilakukan oleh Abu Bakar RA dan para sahabat yang lainnya, ketika memerangi orang-orang yang murtad, pengikut nabi-nabi palsu, yaitu Musailamah, Sajjah, Al Asady dan A1 'Anasy, hampir saja mereka melepaskan Islam dari ayunannya.
Merupakan suatu bahaya besar jika masyarakat Islam diuji dengan munculnya orang-orang yang murtad dan keluar dari agama. Kemurtadan menjadi menyebar luas, sementara kita tidak mendapatkan orang dapat menghadapi dan memberantasnya. Inilah yang diungkapkan oleh salah seorang ulama tentang kemurtadan yang ada saat ini dengan ungkapan: "Suatu kemurtadan yang tidak ada Abu Bakar di dalamnya."
Kita harus memberantas kemurtadan secara individu dan membatasinya' sehingga tidak menjalar baranya menjadi kemurtadan secara kolektif yang terstruktur' karena api unggun itu berasal dari api yang kecil.
Karena itulah para Fuqaha, bersepakat untuk memberikan hukuman pada orang yang murtad, meskipun mereka berbeda pendapat tentang batasan hukumannya. Adapun jumhur berpendapat mereka harus dibunuh, dan inilah pendapatnya madzahib empat, bahkan delapan imam.
Selain itu ada beberapa hadits shahih dari sejumlah sahabat, antara lain dari Ibnu Abbas, Abu Musa, Mu'adz, Ali. Utsman, Ibnu Mastud, Aisyah, Anas, Abu Hurairah, dan Mubawiyah bin Haidah RA.
Dalam haditsnya Ibnu Abbas RA dikatakan:
"Barangsiapa menukar mengganti agamanya maka bunuhlah ia." (HR. Al Jamaah kecuali Muslim)
Dalam haditsnya Ibnu Mas'ud dikatakan:
"Tidak halal darah seorang Muslim yang bersaksi bahwa tiada ilah selain Allah dan sesungguhnya aku adalah utusan Allah, kecuali (halal) dengan salah satu dari tiga: jiwa manusia dibalas dengan jiwa pula, duda yang bezina, orang yang meninggalkan agamanya dan orang yang berpisah dari jama 'ah." (HR. Al Jamaah)
Dalam riwayat lain disebutkan sebagai berikut:
"Seseorang yang kafir setelah Islam, atau berzina setelah menikah, atau membunuh jiwa yang tidak bersalah." (HR. Tirmidzi, Nasa'i dan Ibnu Majah)
Al 'Allamah Ibnu Rajab mengatakan: Hukuman bunuh untuk keseluruhan dari tiga hal tersebut itu telah menjadi konsensus kaum Muslimin.3)
Sahabat Ali RA pernah melaksanakan hukuman murtad kepada suatu kaum yang mengakui ketuhanannya, maka beliau membakar mereka dengan api. Yakni setelah mereka diperintah untuk bertaubat, tetapi mereka menolak, maka Ali RA melemparkan mereka ke dalam api.
Ibnu Abbas RA dalam hadits lain menolak hukum tersebut:
"Janganlah kamu sekalian menyiksa (menghukum) dengan siksa Allah (yaitu membakar)" dan Ibnu Abbas berpendapat bakwa yang wajib mereka itu dibunuh, bukan dibakar, maka khilaf (perselisihan) Ibnu Abbas di sini adalah dalam wasilah (sarana) bukan masalah mabda' (prinsip)."
Demikian juga Abu Musa dan Mu'adz pernah melaksanakan hukuman dengan membunuh terhadap orang Yahudi di Yaman yang Islam kemudian murtad, Mu'adz mengatakan, "Ini adalah hukuman Allah dan Rasul-Nya." (Muttafaqun 'Alaih).
Abdur Razzaq pernah meriwayatkan bahwa sesungguhnya Ibnu Mas'ud pernah menangkap suatu kaum yang murtad dari Islam yaitu dari penduduk Iraq' maka Ibnu Mas'ud berkirim surat kepada Umar untuk memberi tahu tentang mereka' dan Umar membalas suratnya dengan mengatakan:
"Tawarkan kepada mereka agama yang haq (benar) dan bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, apabila mereka menerimanya maka lepaskanlah. Tetapi jika mereka tidak mau menerima maka bunuhlah mereka."Akhirnya sebagian dan mereka ada yang menerima, lalu dilepaskan, tetapi sebagian yang lainnnya tidak menerima, lalu dibunuh." (HR.Abdur Razzaq dalam kitab Mushannifnya)
Diriwayatkan dari Abi Amr Asy-Syaibani bahwa sesungguhnya Mustaurid Al 'Ajli telah masuk agama Nasrani setelah ia Islam, maka 'Utbah bin Firqid mengirimkannya kepada Ali, lalu Ali RA meminta kepadanya agar bertaubat, tetapi ia menolak maka Ali RA membunuhnya (diriwayatkan oleh Abdur Razzaq).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan bahwa Nabi SAW pernah menerima taubatnya sekelompok dari orang-orang yang murtad dan memerintahkan untuk membunuh sekelompok lainnya. Disebabkan kemurtadan mereka akan membawa bahaya untuk Islam dan kaum Muslimin. Seperti perintah beliau untuk membunuh Miqyas bin Khababah pada peristiwa Fathu Makkah ketika ia murtad dan membunuh seorang Muslim serta mengambil hartanya dan ia tidak mau bertaubat."abi juga memerintahkan untuk membunuh kaum 'Uraniyyiin ketika mereka murtad dan berbuat kejahatan. Demikian juga Nabi SAW memerintahkan untuk membunuh Ibnu Khaththal ketika ia murtad dan mencaci maki serta membunuh seorang Muslim, dan memerintahkan untuk membunuh Abi Sarah ketika ia murtad dan mencaci maki Nabi serta membuat kebohongan. Ibnu Taimiyah memisahkan antara dua jenis: bahwa kemurtadan yang murni (tidak disertai dengan kejahatan) itu diterima taubatnya, sedangkan kemurtadan yang disertai dengan memerangi/memusuhi Allah dan Rasul-Nya serta berusaha membuat kerusakan di bumi ini, maka dia tidak diterima taubatnya sebelum ia mampu.4)
Ada yang mengatakan: Belum pernah ada riwayat yang mengatakan bahwa Rasulullah SAW pernah membunuh orang yang murtad, sehingga apa yang dikemukakan oleh Ibnu Taimiyah bertentangan dengan pendapat ini dan seandainya itu benar maka dosa ini belum pernah muncul di masa Nabi, sebagaimana Nabi belum pernah memberikan sanksi kepada seseorang yang berbuat seperti perbuatan kaumnya Nabi Luth, karena memang belum pernah ada di masa beliau SAW
Meskipun Jumhur ulama mengatakan dibunuhnya orang yang murtad, tapi ada riwayat dari Umar bin Khaththab yang bertentangan dengan itu.
Abdur Razzaq, Al Baihaqi dan Ibnu Hazm meriwayatkan bahwa Anas pernah kembali dari"Tustar," maka ia datang menghadap Umar RA, lalu Umar bertanya, "Apa yang diperbuat oleh enam orang dari kelompoknya Bikr bin Wail yaitu orang-orang yang murtad dari Islam' lalu bergabung dengan orang-orang musyrik?" Anas menjawab, "wahai Amirul Mukminin, mereka itu kaum yang murtad dari Islam lalu bergabung dengan orang-orang musyrik, mereka dibunuh dengan peperangan," maka Umar membaca Istrja' (Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun). Anas berkata, "Apakah tidak ada jalan lain kecuali dibunuh?." Umar bertanya, "Ya, saya dulu menawarkan kepada mereka untuk masuk Islam (kembali), jika mereka menolak maka mereka saya penjara."5)
Ini juga merupakan pendapatnya Ibrahim An-Nakha'i dan Ats-Tsauri yang mengatakan, Pendapat inilah yang kami ambil." Di tempat lain ia mengatakan'"Ditangguhkan sesuatu yang saya harap taubatnya."
Menurut pendapat saya, bahwa ulama telah membedakan tentang masalah bid'ah. ada yang mughallazhah (berat) dan ada yang mukhaffafah (ringan), sebagaimana ulama juga memisahkan tentang orang-orang yang berbuat bid'ah' ada yang mengajak dan ada yang tidak mengajak (mempengaruhi orang lain), demikian juga harus kita bedakan tentang masalah kemurtadan, antara yang berat ada pula yang ringan dan tentang orangorang yang murtad, ada yang mengajak kemurtadannya dan ada yang tidak mengajak.
Maka apabila kemurtadan itu berat seperti murtadnya Salman Rusydi dan dia mengajak ke arah kemurtadannya, baik dengan lesan atau penanya, maka yang lebih baik bagi orang seperti ini adalah diperberat hukumannya, dan mengambil pendapat jumhur ulama dan zhahirnya hadits. Karena demi memberantas kejahatan dan menutup terbukanya pintu fitnah, jika tidak maka mungkin mengambil pendapatnya Imam An-Nakhasi dan Tsauri yang diriwayatkan dari Umar Al Faruq.
Sesungguhnya orang murtad yang mengajak kepada kemurtadannya itu tidak sekedar kufur terhadap Islam, tetapi tindakannya tersebut merupakan pernyataan perang terhadap Islam dan ummatnya. la termasuk orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya serta membuat kerusakan di muka bumi. Dan peperangan itu sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Taimiyah ada dua macam, peperangan dengan tangan dan peperangan dengan lesan. Peperangan dengan lesan dalam masalah agama bisa jadi lebih kejam dari pada peperangan dengan tangan, oleh karena itu Nabi SAW membunuh orang yang memeranginya dan memerangi ajarannya dengan lesan sedangkan beliau membiarkan sebagian orang yang memeranginya dengan tangan.
Demikian juga kerusakanr kerusakan itu ada yang diakibatkan oleh tangan dan bisa juga oleh lesan. Kerusakan dalam agama yang disebabkan oleh ucapan lesan itu berlipat ganda dari kerusakan dengan tangan. Maka telah menjadi suatu ketetapan bahwa memerangi Allah dan Rasul-Nya dengan lesan itu merupakan kesalahan yang lebih berat, dan membuat kerusakan di bumi dengan lesan itu lebih kejam.6)
Pena merupakan salah satu dari dua lesan, sebagaimana dikatakan oleh para ahli hikmah dalam mutiara kata. Bahkan mungkin pena lebih tajam dari pada lesan dan lebih kejam. Terutama pada zaman kita sekarang ini karena memungkinkan tersebarnya tulisan dalam lingkup yang luas.
Selain orang yang murtad itu dihukum dengan perlakuan yang keras tidak terhormat dari jamaah Muslimah (kaum Muslimin), dia juga kehilangan dukungan, cinta dan bantuan dari kaum Muslimin. Allah SWT berfirman:
"Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpm, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka." (Al Maaidah: 51)
Bagi orang-orang yang berakal. ini lebih keras dari pembunuhan fisik.
3) Lihat Syarah Hadits ke-14 dari iJami'ul Ulum wal Hikam'
4) Ash-Sharimul Maslul, karya Ibnu Taimiyah. hal 368
5) Riwayat AWur-Razzaq dalam Al Mushannif: 1/165-166
6) As-Sharimul Masiul, Ibnu Taimiyah hal 385


RAHASIA PEMBERATAN DALAM MENGHUKUM KEMURTADAN
Rahasia di balik kekerasan dalam menghadapi kemurtadan adalah bahwa sesungguhnya masyarakat Islam itu pertama kali tegak di atas aqidah dan keimanan. Aqidah merupakan asas identitasnya, pusat kehidupannya dan ruh keberadaannya. Oleh karena itu tidak diperbolehkan bagi siapa pun untuk merusak asas tersebut atau mengusik identitas ini. Dari sinilah maka kemurtadan yang terangterangan merupakan kejahatan yang terbesar dalam pandangan Islam. Karena hal itu bisa mengancam kepribadian masyarakat dan eksistensi kekuatannya. Mengancam terhadap kebutuhan utama dalam lima kebutuhan, yaitu (agama, jiwa, keturunan, akal, dan harta) di mana agama adalah yang paling primer karena seorang mukmin itu berkorban dengan jiwa' tanah air dan hartanya demi agama yang dipeluknya.
Islam tidak memaksa seseorang untuk masuk ke dalamnya dan tidak juga memaksa seseorang untuk keluar dari agamanya, karena keimanan yang sah adalah keimanan (keyakinan) yang muncul dari pemilihan dan kesadaran. Allah SWT berfirman dalam ayat Makkiyah, "Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya?" (Yunus: 99). Dan di dalam ayat Madaniyah Allah juga berfirman:
"Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari pada jalan yang sesat." (Al Baqarah: 256)
Tetapi Islam tidak menerima jika agama dijadikan sebagai bahan permainan. Hari ini ia masuk' tetapi esok hari ia keluar. Seperti yang dilakukan oleh sebagian orang-orang Yahudi yang mengatakan:
"Perlihatkan (seolah-olah) kamu beriman kepada apa yang diturunkan kepada orang-orang beriman (sahabat-sahabat Muhammad) pada permulaan siang dan ingkarilah ia pada akhirnya, supaya mereka (orang-orang mukmin) kembali (kepada kekafiran)." (Ali 'Imran: 72)
Islam tidak memberikan hukuman mati kepada orang murtad yang tidak terang-terangan dalam kemurtadannya dan tidak mengajak kepada orang lain untuk murtad. Menyerahkan sepenuhnya kepada Allah yang akan menetapkan hukumannya di akhirat apabila nantinya ia mati dalam keadaan kufur' sebagaimana firman Allah SWT:
"Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamannya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalantya di dunia dan akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya." (Al Baqarah: 217)
Kadang-kadang Islam memberikan hukuman kepadanya sebagai ta'zir (pengajaran) yang sesuai.
Akan tetapi Islam menghukum orang yang murtad secara terang terangan dan mempengaruhi orang lain untuk murtad. Hal itu demi memelihara identitas kepribadian masyarakat, asas-asas dan persatuannya. Tidak satu pun masyarakat di dunia ini kecuali ia memiliki prinsip-prinsip asasi yang tidak boleh seorang pun mengusiknya. Maka tidak diterima aktivitas apa pun untuk merubah identitas masyarakat atau mengalihkan loyalitas mereka kepada musuh-musuh, dan lain-lain.
Oleh karena itulah pengkhianatan terhadap tanah air, dan mendukung musuh-musuhnya yaitu dengan menampakkan rasa cinta pada mereka dan membuka rahasia (kaum Muslimin) di hadapan mereka merupakan dosa besar. Dan tidak seorangpun mengatakan bolehnya memberikan hak kepada seorang warga negara untuk merubah loyalitasnya terhadap tanah airnya kepada siapa saja dan kapan saja ia menginginkan.
Kemurtadan bukanlah sekedar sikap pemikiran' tetapi ia juga merupakan perubahan wala' (loyalitas), penggantian identitas dan perubahan komitmen, orang yang murtad telah memindahkan wala'nya dan komitmennya dari ummat kepada ummat yang lainnya dan dari tanah air ke tanah air lainnya, maksudnya dari darul Islam ke tempat yang lainnya, ia telah melepaskan dirinya dari ummat Islam yang semula menjadi anggota dalam tubuhnya, kemudian ia bergabung dengan akal hati dan keinginannya kepada musuhnya, inilah yang dimaksud dalam sabda Rasulullah SAW sebagai berikut, "Attaariku lidiinihi, al mufaariqu lil-jamaa'ati" (orang yang meninggalkan agamanya dan yang memisahkan diri dari berjamaah) sebagaimana tersebut dalam haditsnya Ibnu Mas'ud yang muttafaq'alaih. Kata"Al Mufariqu lil jamaa'ati"ini sifat secara umum yang nampak, bukan eksplisit, maka setiap orang yang murtad dari agamanya berarti memisahkan diri dari jamaah.
Apapun dosanya kita tidak ingin membedah hatinya dan memugar rumahnya, kita tidak mengatakan sesuatu kepadanya kecuali sesuai dengan apa yang ia katakan secara terang-terangan melalui lesan, pena dan perbuatannya yaitu dari sesuatu yang menjadikan ia kufur yang terang dan nyata, tidak perlu ada tatwil atau kemungkinankemungkinan lainnya, maka keraguan apa pun dalam hal itu bisa memberikan kemashlahatan orang yang dituduh murtad.
Sesungguhnya bermain-main dalam menghukum orang murtad yang terang-terangan dan yang mengajak orang lain bisa membuka kesempatan bagi masyarakat seluruhnya untuk menghadapi bahaya dan bisa membuka pintu fitnah yang tidak ada yang mengetahui akibatnya kecuali Allah SWT. Maka tidak henti-hentinya orang yang murtad itu mempengaruhi orang lain, terutama orang-orang lemah dan miskin, dan dibuatlah jamaah tandingan untuk ummat sehingga memperbolehkan dirinya untuk meminta bantuan kepada musuh, dengan demikian terjadilah konfrontasi dan perpecahan pemikiran, sosial dan politik yang mungkin akan berkembang menjadi pertarungan berdarah, bahkan perang saudara yang memakan yang hijau dan yang kering' (banyak membawa kurban).
Inilah yang benar-benar terjadi di Afghanistan, di mana muncul sekelompok terbatas yang keluar dari agamanya mereka memeluk aqidah Komunis setelah mereka belajar di Rusia, mereka dilatih dalam shaf hizb (partai) komunis yang suatu saat mereka akan melompat menjadi penguasa, lalu merubah identitas masyarakat secara keseluruhan, karena mereka memiliki kekuasaan dan wewenang. Putera-putera Afghan tidak mau menyerah kepada mereka, sehingga terjadi perlawanan dan semakin meluas (melebar) perlawanan itu yang berhasil menghimpun barisan jihad yang tangguh melawan orang-orang komunis yang murtad, yaitu mereka yang tidak peduli untuk meminta bantuan Rusia dalam melawan keluarga dan kaumnya sendiri, Rusia yang menghancurkan tanah airnya dengan tank-tank, membombardir dengan pesawat-pesawat tempur serta melumatkannya dengan bom dan roket. Perang saudara yang berjalan selama empat belas tahun dan mengorbankan jutaan manusia, ada yang terbunuh, cacat, terluka, yatim, menjadi janda dan kehilangan ibu. Kehancuran yang menimpa seluruh negara. dan yang merusak tanaman dan ladang serta hewan.
Semua ini terjadi tidak lain kecuali akibat dari kelalaian dalam bersikap terhadap orang-orangyang murtad dan menganggap ringan terhadap aktivitas mereka serta mendiamkan kejahatan mereka pada awal mula. Kalau seandainya orang-orang yang keluar dari agama dan yang berkhianat itu dihukum sebelum menjadi besar niscaya rakyat dan tanah air akan terhindar dari peperangan yang kejam/keras dan pengaruh-pengaruhnya yang menghancurkan negara dan manusia.

PERMASALAHAN PENTING YANG WAJIB DIPERHATIKAN
Di sini ada sejumlah permasalahan yang ingin saya kemukakan, yaitu: Pertama: bahwa menghukumi seorang Muslim sebagai murtad dari agamanya' adalah sesuatu perkara yang sangat berbahaya yang akan berakibat hilangnya seluruh wala' dan keterikatan dia dengan keluarga dan masyarakat. Bahkan sampai harus dipisahkan antara dia dengan isteri dan anaknya' karena tidak halal bagi seorang Muslimah berada di bawah kekuasaan orang kafir. Demikian juga terhadap anak-anaknya, ia tidak bisa dipercaya lagi untuk mendidik anak-anak, apalagi/terutama dari segi sanksi materi yang telah disepakati oleh,fuqaha' secara keseluruhan.
Oleh karena itu wajib bagi kita untuk berhati-hati dengan sepenuh hati-hati ketika menghukumi kufurnya seorang Muslim yang keislamannya masih ada. Karena ia benar-benar Muslim dengan keyakinannya, maka tidak bisa keyakinan itu dihilangkan dengan keraguan.
Termasuk di antara permasalahan yang sangat berbahaya adalah mengkufurkan orang yang tidak kafir, dan Sunnah telah memperingatkan hal itu dengan keras.
Saya telah menulis tentang masalah tersebut dalam suatu risalah (buku) dengan tema "Zhahiratul Ghuluwwifit Takdir," dengan tujuan untuk memberantas gelombang yang merusak yang menyebar dengan leluasa dalam hal mengkufurkan orang, dan ini selalu ada yang memeluknya.
Kedua: Sesungguhnya orang-orang yang berhak memberikan fatwa tentang kemurtadan seorang Muslim adalah mereka yang mendalam ilmunya dari orang-orang yang ahli. Yaitu yang dapat membedakan antara yang qath 'i dan yang zhanni, antara yang muhkam dan mutasyabih, antara yang menerima ta'wil dan yang tidak menerima ta'wil. Maka mereka tidak mengkafirkan kecuali sesuatu yang tidak ada alternatif lainnya seperti pengingkaran sesuatu yang pasti dari agama atau penghinaan terhadap aqidah atau syari'ah, seperti juga mencaci Allah SWT, Rasul, dan kitabNya secara terang-terangan dan lain-lain.
Contoh dari pada itu adalah apa yang difatwakan oleh para ulama tentang Salman Rusydi, demikian juga Rasyad Khalifah yang mengingkari Sunnah, kemudian mengingkari dua ayat dari akhir surat At-Taubah, kemudian mengakhiri kekufurannya dengan pengakuannya sebagai Rasul Allah, dengan mengatakan bahwa Muhammad SAW adalah penutup para Nabi, bukan penutup para Rasul. Fatwa ini dikeluarkan oleh Majlis Mujtama' Fiqhi Rabithah 'Alam Islami.
Masalah ini tidak boleh diserahkan kepada orang-orang yang tergesa-gesa atau kepada orang-orang yang berlebihan atau orang-orang yang sedikit ilmunya karena mereka akan mengatakan atas nama Allah apa-apa yang mereka tidak mengetahuinya.
Ketiga: Sesungguhnya yang berhak memberikan fatwa adalah waliyul amri syar'i yang telah ditetapkan dan tidak menghukumi kecuali kepada hukum Allah SWT dan tidak dikembalikan kecuali pada ayat-ayat muhkamat yang jelas dari kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya. Keduanya (Kitab Allah dan Sunnah Rasul) itulah yang menjadi rujukan apabila ada perselisihan antar manusia, Allah SWT berfirman:
"Maka jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, mata kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rusul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian." (An-Nisaa': 59)
Pada dasarnya qadhi dalam Islam itu harus dari ahli ijtihad, dan apabila tidak memenuhi syarat, maka ia minta tolong kepada ahli ijtihad, sehingga kebenaran itu menjadi jelas. Tidak memutuskan perkara dengan kebodohan dan hawa nafsu' karena jika demikian maka ia termasuk qadhi-qadhi neraka.
Keempat: Jumhur ulama mengatakan wajibnya menyuruh taubat kepada orang yang murtad sebelum dilaksanakannya hukuman, bahkan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan dalam kitabnya "Ash Sharimm Al Maslul 'Alaa Syaatimir Rasul" Qan ini merupakan ijma' para sahabat dan sebagian fuqaha'--ada yang membatasi tiga hari, ada yang kurang dan ada yang lebih dari tiga hari' dan juga yang mengatakan disuruh bertaubat selamanya."
Sebagian ulama mengecualikan orang yang zindiq, karena ia menampakkan sesuatu yang berlainan dengan batinnya, maka tidak ada taubat baginya. Demikian juga orang yang mencaci/melecehkan Rasulullah SAW karena kemuliaan Rasulullah SAW dan kehormatannya, maka tidak diterima taubatnya. Ibnu Taimiyah mengarang kitabnya dalam masalah tersebut.
Yang dimaksud dengan hukum tersebut adalah memberikan kesempatan kepadanya agar melihat kembali dirinya, dengan harapan agar syubhat itu bisa hilang dan hujjah semakin kuat, jika ia ingin mencari kebenaran dengan ikhlas, meskipun ia juga memiliki hawa nafsu atau berbuat sesuatu atas perhitungan orang lain, Allah akan menolongnya.
Ada sementara kalangan orangyang mengatakan bahwa yang berhak menerima taubat itu Allah, bukan manusia. Tetapi itu hukum di akhirat, adapun hukum di dunia maka kita menerima taubat yang nampak dan kita menerima Islam yang zhahir. Dan kita memang tidak ingin melubangi hati manusia, karena kita telah diperintahkan untuk menghukumi dengan zhahirnya, sedangkan Allah yang mengurus yang tidak nampak. Tersebut dalam hadits shahih bahwa barangsiapa yang mengatakan "Laa ilaahaillallaah" maka ia terpelihara darah dan hartanya. Adapun hisabnya ada pada Allah SWT sesuai dengan apa yang ia yakini.
Di sinilah kita katakan bahwa sesungguhnya menghukumi kepada seseorang dengan murtad, kemudian menetapkan bahwa ia berhak dihukum serta menentukan hukuman mati dan tidak ada lainnya dan melaksanakan hukum itu tanpa kehati-hatian, maka yang demikian ini membawa bahaya besar terhadap darah, harta dan kehormatan bagi manusia. Karena ini berarti memberikan kepada orang biasa yang tidak ahli di bidang fatwa tidak pula memiliki hikmah ahlil qadha', dan tidak memiliki tanggung jawab ahli tanfidz tiga kekuasaan di tangannya, memberi fatwa (dengan menuduh), memvonis hukumannya dan melaksanakannya sekaligus.

BEBERAPA BANTAHAN YANG TIDAK BISA DITERIMA
Sebagian penulis masa kini yang bukan ahli ilmu syar'i menolak adanya hukuman bagi orang yang murtad dengan alasan bahwa ini tidak dimuat di dalam Al Qur'an dan tidak pula disebutkan dalam hadits kecuali hadits-hadits ahad yang tidak bisa dijadikan sebagai landasan dalam menentukan hudud (hukuman-hukuman), ini menurut mereka.
Pendapat ini tidak bisa diterima karena beberapa alasan sebagai berikut:
Pertama: bahwa sesungguhnya Sunnah shahihah (hadits shahih) itu merupakan sumber hukum amali sesuai dengan kesepakatan seluruh ummat Islam. Allah SWT berfirman:
"Katakan: "Taatilah Allah dan taatilah Rasul itu." (An-Nuur: 54)
Dan Allah juga berfirman:
"Barangsiapa yang taat kepada Rasul, maka ia taat kepada Allah." (An-Nisaa': 80)
Hadits-hadits yang berkaitan dengan pembunuhan orang murtad itu shahih, dan perbuatan atau tindakan ini juga dilakukan oleh para sahabat pada masa Khulafaur-Rasyidin.
Pendapat yang mengatakan bahwa hadits-hadits ahad itu tidak bisa dijadikan sebagai landasan terhadap hudud itu tidak bisa diterima, karena seluruh madzahib yang diikuti telah mengambil hadits-hadits ahad dalam menghukum orang yang minum khamr. Padahal hadits-hadits yang berkaitan dengan hukuman orang yang murtad itu lebih shahih lebih lengkap dan lebih banyak dari pada hadits yang berkaitan dengan hukuman meminum. khamr.
Kalau seandainya apa yang dikatakan mereka itu benar yaitu bahwa hadits-hadits ahad itu tidak diberlakukan dalam hukum-hukum maka berarti menghilangkan Sunnah dari sumber syari'at Islam atau paling tidak menghilangkan 95% jika tidak kita katakan 99% dari sumber syari'at' dan tidak termasuk mengikuti Al Qur'an dan As-Sunnah.
Sudah maklum di kalangan para ulama bahwa hadits-hadits ahad itu menempati sebagian besar dari hadits-hadits tentang hukum. Sedangkan hadits mutawatir sebagai kebalikan hadits ahad itu sedikit sekali. Bahkan sebagian para imam ahli hadits mengatakan hampir tidak ada, sebagaimana hal itu disebutkan oleh Imam Ibnu Shalah dalam"Muqaddimahnya"yang terkenal dalam ulumul hadits.
Bahwa kebanyakan yang berpandangan seperti ini tidak memahami makna hadits ahad, dan mereka mengira bahwa hadits ahad adalah hadits yang hanya diriwayatkan oleh satu perawi, ini pemahaman yang keliru, karena yang dimaksud dengan hadits ahad adalah hadits yang tidak mencapai derajat mutawatir, mungkin diriwayatkan oleh dua. tiga, empat atau bahkan lebih banyak dari para sahabat dan berlipat-lipat banyaknya dari para tabi'in.
Hadits mengenai pembunuhan orang yang murtad telah diriwayatkan oleh sejumlah besar orang dari kalangan para sahabat, sebagaimana yang telah kita sebutkan beberapa orang dari mereka. Ini termasuk hadits-hadits yang sangat populer.
Kedua: Sesungguhnya di antara sumber Syari'at yang sah adalah"Ijma," sementara para fuqahaul ummah dari seluruh madzhab Sunnah, bahkan yang bukan ahlu Sunnah telah sepakat atas hukuman orang yang murtad dan hampir semua bersepakat untuk membunuh orang yang murtad itu, kecuali pendapat yang diriwayatkan dari Umar, An-Nakha'i dan Ats-Tsauri. Akan tetapi secara keseluruhan menyepakati akan adanya hukuman itu.
Ketiga: Sesungguhnya di antara ulama salaf ada yang mengatakan bahwa ayat maharabah (peperangan) yang tersebut di dalam surat Al Maidah itu dikhususkan untuk orang-orang yang murtad, yaitu firman Allah SWT:
"Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka di dunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar." (Al Maidah: 33)
Di antara ulama yang mengatakan bahwa ayat tersebut di atas ditujukan untuk orang-orang yang murtad, adalah Abu Qilabah dan lainnya.7)
Kami telah mengutip kata-kata Ibnu Taimiyah; bahwa memerangi Allah dan Rasul-Nya dengan lesan itu lebih berat dari pada memerangi dengan tangan, demikian juga membuat kerusakan di muka bumi. Di antara yang memperkuat pendapat ini bahwa sesungguhnya hadits-hadits yang menetapkan bolehnya dialirkan darah seorang Muslim dengan salah satu sebab, antara lain: "Seseorangyang keluar untuk memerangi Allah dan RasulNya maka sesungguhnya ia dibunuh atau disalib atau diasingkan dari kampung halamannya" Sebagaimana tersebut dalam hadits riwayat Aisyah RA, sebagai pengganti dari kata-kata, "Irtadda ba'da Islam" atau"At-Taariku Bidiinihi."
Ini membuktikan bahwa ayat tersebut mencakup orang-orang yang murtad yang mengajak pada kemurtadannya, Allah SWT juga berfirman:
"Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orung-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela..." (Al Maaidah: 54)
Ini sebagai bukti bahwa Allah SWT telah mempersiapkan untuk menghadapi orang-orang yang murtad, orang-orang (sebuah generasi) yang akan memberantas mereka. Terdiri dari orang-orang yang beriman dan yang berjihad yang ciri-ciri mereka telah disebutkan oleh Allah SWT. Seperti Abu Bakar dan orang-orang beriman yang bersamanya, mereka telah berupaya menyelamatkan Islam dari fitnah orang-orang yang murtad.
Di samping itu ada beberapa ayatyang menyinggung sikap dan perilaku orang-orang munafik, ayat-ayat tersebut menjelaskan bahwa mereka telah memelihara diri mereka dari pembunuhan disebabkan karena kekufuran mereka dari jalan iman dan sumpah yang palsu untuk menyenangkan orang-orang yang beriman. Sebagaimana dalam firman Allah SWT:
"Mereka menjadikan sumpah-sumpah mereka sebagai perisai, lalu mereka halangi (manusia) dari jalan Allah; karena itu mereka mendapat adzab yang menghinakan." (Al Mujadilah: 16)
"Mereka akan bersumpah kepadamu, agar kamu ridha kepada mereka. Tetapi jika sekiranya kamu ridha kepada mereka, maka sesungguhnya Allah tidak ridha kepada orang-orang yang fasik itu." (At-Taubah: 96)
"Mereka (orang-orang munafik itu) bersumpah dengan (nama) Allah, bahwa mereka tidak mengatakan (sesuatu yang menyakitimu). Sesungguhnya mereka telah mengucapkan perkataan kekafiran, dan telah menjadi kafir sesudah Islam ..." (At Taubah: 74)
Mereka (orang-orang munafik itu) mengingkari bahwa mereka telah kafir, dan meyakinkan itu dengan sumpah-sumpah mereka. Mereka bersumpah bahwa mereka tidak berkata dengan kata-kata kekufuran, maka hal itu justru menjadi bukti bahwa kekufuran itu apabila telah ada pada diri mereka berdasarkan bukti maka perisai mereka tidak lagi berfungsi dan sumpah-sumpah mereka yang palsu itu tidak akan berguna sedikit pun.8)
7) Lihat pada ICitab 'lami'ul 'Ulum wal Hikam," Ibnu Rajab, hal 32
8) As-Sharimul Maslul, Ibnu Taimiyah hal 347-348

KEMURTADAN SEORANG PENGUASA
Jenis kemurtadan yang paling berbahaya adalah kemurtadan seorang penguasa. Dia yang seharusnya diharapkan bisa memelihara aqidah umat dan memberantas kemurtadan serta mengusir orang-orang yang murtad dan tidak memberi kesempatan kepada mereka untuk tetap tinggal di lingkungan masyarakat Islam, tetapi ternyata dia sendiri yang mempelopori kemurtadan, baik secara rahasia ataupun secara terang-terangan. Dia menyebarkan kefasikan, dan yang melindungi orang-orang yang murtad. Membukakan jendela dan pintu untuk mereka. memberikan kepada mereka simbul dan nama, sehingga kondisinya seperti yang diungkapkan dalam pepatah Arab, "Haamiiha wa Haraamiiha," atau yang dikatakan oleh seorang penyair
"Penggembala kambing itu semestinya memelihara kambingnya dari serigala, tetapi bagaimana jika para penggembala itu sendiri menjadi serigala."
Kita lihat penguasa seperti ini telah menjadi pendukung dan pelindung musuh-musuh Allah, dan ia memusuhi wali-wali Allah (orang-orang yang beriman), menghina aqidah, melecehkan syari at,. tidak menghargai perintah dan larangan Allah dan Nabi-Nya, merendahkan seluruh kesucian dan kemuliaan ummat yaitu para sahabat yang abrar, dan keluarga Nabi yang ath-haar, khulafa' akhyaar dan para imam yang alim dan para pahlawan Islam. Mereka itu menganggap bahwa orang yang berpegang teguh pada syari'at Islam sebagai kriminal dan ekstrimis, seperti shalat di masjid bagi kaum laki-laki dan memakai hijab (jilbab) bagi kaum wanita.
Mereka tidak cukup berbuat demikian, tetapi mereka bekerja sesuai dengan falsafah (teori) "Taifif Al Manaabi'" (mengeringkan/mematikan sumber) dengan berterus terang, dalam pendidikan, penerangan dan kebudayaan. Sehingga tidak tumbuh (muncul) dari padanya kecerdasan seorang Muslim dan tidak pula kepribadian seorang Muslim.
Mereka tidak berhenti sampai di situ, tetapi mereka juga mengusir (menekan) para da'i yang sebenarnya. Mereka menutup pintu-pintu bagi setiap gerakan dakwah yang jujur yang menginginkan pembaharuan dan aktualisasi semangat beragama serta memajukan (memakmurkan) dunia berdasarkan dien.
Anehnya sebagian dari mereka--selain yang berterus terang dengan kemurtadannya--ada yang senang menggunakan simbul Islam agar dikatakan oleh ummat bahwa mereka itu orang-orang Islam. Padahal mereka ingin merobohkan bangunan ummat dari dalam. Sebagian mereka ada yang berusaha menjadikan agama sebagai sentuhan saja yaitu dengan mendorong masyarakat untuk beragama dengan berpura-pura dan merekrut para ulama yang sering disebut "Ulama Sulthah dan Ulama Syurthah"(Ulama pemerintah dan spionase penguasa).
Di sinilah keadaan menjadi sulit, siapakah yang akan melaksanakan had (hukuman) kepada mereka? Atau siapakah orang (ulama) yang berani memberi fatwa atas kekufuran mereka, padahal itu kekufuran yang nyata yang dalam istilah hadits disebut "Kufrun Bawwah." Siapakah yang akan menghukumi kemurtadan mereka, sementara lembaga fatwa dan peradilan yang resmi (sah) ada di tangan (kekuasaan) mereka?
Maka tidak ada lagi yang dapat dilakukan kecuali pembentukan"Opini Umum" ummat Islam dan kesadaran umum yang Islami. Yang hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang bebas (dari jeratan jahiliyah) dari para ulama, para da'i dan para pemikir yang masih teguh dan tsabat di saat pintu-pintu di hadapannya telah ditutup, dan segala jalan telah diputus. Di saat itu mereka akan berubah menjadi gunung berapi yang akan meletus di hadapan para Thaghut yang murtad. Maka bukan persoalan yang gampang menghilangkan masyarakat Islam dari identitasnya atau menjatuhkan aqidah dan risalahnya yang itu merupakan sumber kekuatan dan rahasia kekekalannya.
Telah teruji dalam sejarah penjajahan Barat (Perancis) di Aljazair dan penjajahan timur (Rusia) di berbagai wilayah negara-negara Islam di Asia --meskipun pengalaman itu keras dan memakan waktu cukup lama di sana-sini--bahwa mereka tidak bisa mencabut akar identitas Islam dan kepribadian Islami dari ummat Islam. Akhirnya pergilah para penjajah itu dan tetaplah Islam dan kaum Muslimin dengan keberadaannya.
Hanya saja peperangan yang disulut untuk menghadapi Islam dan para da'inya oleh sebagian penguasa Nasionalis sekuler yang kebarat-baratan di sebuah negara. maka setelah negara itu merdeka, permusuhannya justru lebih tajam dan semakin keras daripada peperangan/serangan pada penjajah itu sendiri

KEMURTADAN YANG TERSELUBUNG
Tidak kalah pentingnya untuk kita perhatikan di sini, tentang bentuk kemurtadan yang tidak berterus terang (terselubung). Bentuk kemurtadan ini lebih sulit diidentifikasi karena mereka selalu menyembunyikan kekufurannya. Penampilannya selalu diselubungi (dilapisi) oleh berbagai cover dan merasuk di dalam akal fikiran seperti merasuknya penyakit dalam tubuh. Di mana tak seorang pun bisa melihat penyakit itu ketika menyerang tubuh Baru terasa setelah tubuh kita sakit, dan saat itu kita tidak dapat membunuhnya dengan senjata api melainkan harus dengan racun yang ditaruh dalam madu atau permen, dengan reaksi yang perlahan-lahan. Ini telah diketahui oleh orang-orang yang meresap/mendalam ilmunya dan orang-orang yang memahami agama, tetapi mereka tidak memiliki/tidak bisa berbuat apa-apa di hadapan para pelaku kezhaliman yang profesional, karena mereka tidak akan pernah diberi kesempatan untuk memegang kendali. Mereka itulah orang-orang munafik yang akan ditempatkan di tingkat yang paling bawah dalam neraka.
Ini merupakan kemurtadan yang berbentuk pemikiran yang pengaruh negatifnya bisa kita lihat setiap hari, di surat-surat kabar yang diterbitkan, buku-buku yang dibagikan, majalah-majalah yang diperjualbelikan, serangkaian acara yang disiarkan serta berbagai budaya yang dipromosikan dan undang-undang yang dikokohkan.
Kemurtadan yang terselubung ini menurut pendapat saya lebih berbahaya dari pada kemurtadan yang nampak nyata. Karena ia bisa bekerja secara aktif dan kontinyu dalam jangkauan yang luas dan tidak bisa diberantas sebagaimana kemurtadan yang nyata.
Sesungguhnya kemunafikan itu jauh lebih berbahaya daripada kekufuran yang nyata. Kemunafikan Abdullah bin Ubay bin Salul bersama pengikutnya di Madinah jauh lebih berbahaya terhadap Islam daripada kekufuran Abu Jahal dan pengikutnya orang-orang musyrik Makkah.
Oleh karena itu dalam awal-awal surat Al Baqarah, Al Qur'an menyebutkan orang-orang-kafir hanya dalam dua ayat, sementara membahas orang-orang munafik dalam tiga belas ayat.
Kemurtadan yang terselubung itulah yang selalu menyertai kita di pagi maupun petang, di dalam rumah maupun di luar rumah. Dan kita tidak mendapatkan orang yang memerangi kemurtadan ini, sebagaimana dikatakan oleh Abul Hasan An-Nadwi dengan "Kemurtadan yang tidak ada Abu Bakar di dalamnya."
Sesungguhnya kewajiban yang sangat ditekankan di sini adalah memerangi mereka dengan senjata seperti yang mereka pergunakan. Berarti dalam hal ini melawan pemikiran dengan pemikiran, sampai terungkap rahasia mereka dan jatuh pamor mereka serta hilang syubhat yang mereka sebarkan dengan hujjah-hujjah ahlul haq.
Benar bahwa mereka itu memiliki kesempatan yang sangat luas di berbagai mimbar, mass media baik cetak maupun elektronik, tetapi kekuatan"Al Haq" yang kita miliki dan potensi keimanan dalam hati kita dengan dukungan (pertolongan) Allah SWT kepada kita, dengan itu semua cukuplah untuk menumbangkan kebathilan. Allah SWT berfirman:
"Sebenarnya Kami melontarkan yang haq kepada yang bathil, lalu yang haq itu menghancurkannya, maka dengan serta merta yang bathil itu lenyap. Dan kecelakaanlah bagimu disebabkan kamu mensifati (Allah dengan sifat-sifat yang tidak layak bagi-Nya)." (Al Anbiya': 18)
"Adapun buih itu, akan hilang sebagai sesuatu yang tak ada harganya; adapun yang memberi manfaat kepada manusia, maka ia tetap di bumi ..." (Ar-Ra'ad: 17)

Sistem Masyarakat Islam dalam Al Qur'an & Sunnah
(Malaamihu Al Mujtama' Al Muslim Alladzi Nasyuduh)


jazakumullah

Geen opmerkingen: