dinsdag, juli 01, 2008

Antara taklid dan ittiba’

AHLAN WA SAHLAN


Ittiba (mengikuti) kebenaran adalah kewajiban setiap manusia sebagaimana Alloh mewajibkan setiap manusia agar selalu ittiba’ kepada wahyu yang diturunkan Alloh kepada Rosul-Nya. Alloh jadikan wahyu tersebut sebagai petunjuk bagi manusia di dalam kehidupan.

Tidak ada yang membangkang kepada perintah Alloh tersebut kecuai orang-orang yang taklid kepda nenek moyangnya atau kebiasaan yang berlaku di sekelilingnya atau hawa nafsunya yang mengajak untuk membangkang dari perintah Alloh, mereka tolak datangnya kebenaran karena taklid. Tidak ada satupun kesesatan kecuali disebabkan taklid kepada kebathilan yang diperindah oleh iblis sehingga tampak sebagai kebenaran.

Inilah kesesatan setiap kaum para rosul yang menolak dakwah para rosul. Inilah sebabnya kesesatan orang-orang nahoro yang taklid kepada pendeta-pendeta dan rahib-rahib mereka. Inilah sebab kesesatan setaiap kelompok bid’ah yang taklid kepada pemikiran-pemikiran sesat dari gembong-gembong mereka. Para pengikut kesesatan ini menggunakan segala cara untuk mempertahankan kesesatan mereka sekaliguus mengajak orang-orang selain mereka kepada jalan mereka. Mereka sebarkan syubhat bahwa orang yang ittiba’ kepada manhaj para ulama adalah taklid kepada ulama.

Mereka mencampur adukan antara taklid dengan ittiba. Jika mereka diseur untuk meninggalkan taklid kepada pemikiran para pemimmpin kesesatan mereka, mereka balik membantah “Wahai para salafiyyun kalian juga taklid kepada para ulama kalian”. Inilah jalan setaiap pemilik kesesatan dari masa ke masa, mereka gabungkan atara kebatihilan dengan kebenaran, mereka kaburkan garis pemisah antara keduanya.

Dengan memohon taufik dan hidayah dari Alloh سبحانه وتعالى pada pembahasan kali ini kami ketengahkan kepada pembaca beberapa perbedaan yang mendasar antara taklid dan ittiba agar kita bisa memahaminya dengan benar, dan sekaligus – bi idznillah – bisa menepis syubhat para pemilik kebathilan dalam masalah ini.

Definisi Taklid

Taklid seara bahasa adalah meleakan (kalung) ke leher. Dipakai juga dalam hal menyerahkan perkara seseorang seakan-akan perkara tersebut diletakan dilehernya seperti kalung (lisanul Arob 3/367) d

an mudzakiroh ushul fiqh hal 314). Adapun taklid menurut istlah adalah mengikuti perkataan yang tidak ada hujjahnya sebagaimana dikatakan oleh imam Abu Abdillah bin khuwaiz mindad (jami’ Bayanil ilmi wa ahlihi 2/993 dan I’lamul muwaqiin 2/178).

Ada juga yang mengatakan bahwa taklid adalah mengikuti perkataan orang lain tanpa mengetahui dalilnya (Muazakiroh Ushul Fiqh hal. 314)

Celaan terhadap taklid Allah صلى الله عليه وسلم telah mencela taklid dalam kitabnya, Allah سبحانه وتعالى berfirman:

اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَمَا أُمِرُوا إِلا لِيَعْبُدُوا إِلَهًا وَاحِدًا لا إِلَهَ إِلا هُوَ سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ (٣١) 31.

mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai Tuhan selain Allah[639] dan (juga mereka mempertuhankan) Al masih putera Maryam, Padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.

Ketika Adi bin Hatim رضي الله عنه mendengar Rosululloh صلى الله عليه وسلم membaca ayat ini maka dia mengatakan, “wahai Rosululloh, kami dulu tidak menjadikan mereka sebagai Rabb-rabb kami” Rosululloh صلى الله عليه وسلم bersabda : “Ya bukankah jika mereka menghalalkan kepada kalian apa yang diharamkan atas kalian maka kalian juga mengahalalkannya; dan jika mereka

mengharamkan apa yang dihalalkan atas kalian maka kalian juga mengharamkannya?” Adi رضي الله عنه berkata: “Ya” Rosululloh صلى الله عليه وسلم bersabda: “Itulah peribadatan kepada mereka (HR irmidzi dalam jami’nya 3095 dan Baihaqi dalam sunan kubro 10/116 dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albani dalam ghoyatul marom hal. 20)

CATATAN PENULIS: Perhatikan sabda Rosululloh صلى الله عليه وسلم mereka menghalalkan apa yang diharamkan Alloh سبحانه وتعالى kemudian mereka semua mengakui keharamannya dan juga sebaliknya. Dalam ayat lain: وَكَذَلِكَ مَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ فِي قَرْيَةٍ مِنْ نَذِيرٍ إِلا قَالَ مُتْرَفُوهَا إِنَّا وَجَدْنَا آبَاءَنَا عَلَى أُمَّةٍ وَإِنَّا عَلَى آثَارِهِمْ مُقْتَدُونَ (٢٣)قَالَ أَوَلَوْ جِئْتُكُمْ بِأَهْدَى مِمَّا وَجَدْتُمْ عَلَيْهِ آبَاءَكُمْ قَالُوا إِنَّا بِمَا أُرْسِلْتُمْ بِهِ كَافِرُونَ (٢٤) 23. dan Demikianlah, Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang pemberi peringatanpun dalam suatu negeri, melainkan orang-orang yang hidup mewah di negeri itu berkata: "Sesungguhnya Kami mendapati bapak- bapak Kami menganut suatu agama dan Sesungguhnya Kami adalah pengikut jejak-jejak mereka". 24. (Rasul itu) berkata: "Apakah (kamu akan mengikutinya juga) Sekalipun aku membawa untukmu (agama) yang lebih (nyata) memberi petunjuk daripada apa yang kamu dapati bapak-bapakmu menganutnya?" mereka menjawab: "Sesungguhnya Kami mengingkari agama yang kamu diutus untuk menyampaikannya." (Az-Zukhruf : 23-24) Al-Imam Abdul bar رحمه الله berkata : “Karena mereka mereka taklid kepada ibu bapak moyang mereka maka mereka tidak mau mengikuti petunjuk para rosul” (jami bayanil ilmi wa ahlihi 2/977) Alloh menyifati mereka dalam firmannya: إِنَّ شَرَّ الدَّوَابِّ عِنْدَ اللَّهِ الصُّمُّ الْبُكْمُ الَّذِينَ لا يَعْقِلُونَ (٢٢) 22. Sesungguhnya binatang (makhluk) yang seburuk-buruknya pada sisi Allah ialah; orang-orang yang pekak dan tuli[604] yang tidak mengerti apa-apapun. (Al_anfal : 22) إِذْ تَبَرَّأَ الَّذِينَ اتُّبِعُوا مِنَ الَّذِينَ اتَّبَعُوا وَرَأَوُا الْعَذَابَ وَتَقَطَّعَتْ بِهِمُ الأسْبَابُ (١٦٦) 166. (yaitu) ketika orang-orang yang diikuti itu berlepas diri dari orang-orang yang mengikutinya, dan mereka melihat siksa; dan (ketika) segala hubungan antara mereka terputus sama sekali. (Al-Baqoroh : 166) CATATAN PENULIS: Al-Imam Ibnu Abdil Bar رحمه الله berkata : “Para Ulama berargumen dengan ayat-ayat ini untuk membatalkan taklid ( Jami Bayan ilmi wa ahlihi 2/978)

WAJIBNYA ITTIBA’

Itiba’ adalah menempuh jalan orang yang (wajib) diikuti dan melakukan apa yang dia lakukan (I’lamul muwaqiin 2/171) Seorang muslim wajib ittiba kepada Rosululloh صلى الله عليه وسلم dengan menempuh jalan yang beliau tempuh dan melakukan apa yang beliau lakukan. Begitu banyak ayat al-Qur’an yang memerintahkan setiap muslim agar selalu ittiba’ kepada Rosululloh صلى الله عليه وسلم

diantaranya firman Alloh سبحانه وتعالى : قُلْ أَطِيعُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ الْكَافِرِينَ (٣٢) 32.

Katakanlah: "Ta'atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, Maka Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir". (Ali Imron : 32)
َا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا


تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ (١) 1.

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasulnya[1407] dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui. [1407]

Maksudnya orang-orang mukmin tidak boleh menetapkan sesuatu hukum, sebelum ada ketetapan dari Allah dan RasulNya. (Al-Hujurot : 1)

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الأمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلا (٥٩) 59.

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (An Nisa’ : 59)

قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
(٣١)


31. Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah Aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Ali Imron : 31)

Rosululloh صلى الله عليه وسلم bersabda: والذي نفسي بيده لو ان موسى صلى الله عليه وسلم كان حيا ما وسعه الا ان يتبعني (HR Abdur Rozzaq dalam mushonnafnya 6/113, Ibnu Abi syaibah dalam mushonnafnya 9/47, Ahmad dalam musnadnya 3/387, Ibn Abdil bar dalam jami bayan ilmi 2/805 Syaikh Al-Albani berkata dalam irwa 6/34 “Hasan”)

Syaikh Al-Albani رحمه الله berkata : “Jika Musa kalamullah tidak boleh ittiba’ kecuali kepada Rosululloh صلى الله عليه وسلم bagaimana dengan yang lain? Hadits ini merupakan dalil qoth’I atas awajibnya mengesakan nabi صلى الله عليه وسلم dalam hal ittiba’, dan ini merupakan konsekuensi syahadat , anna muhammadan Rosululloh, akrena itulah alloh sebutkan dalam ayat diatas (QS Ali Imron : 31) bahwa ittiba’ kepada Rosululloh صلى الله عليه وسلم bukan kepada yang lainnya adalah dalil kcintaan Alloh kepadanya (Muqodimah bidayatus sul fi tafdhili rosul hal. 5-6)

Demikian juga Alloh memerintahkan setiap muslim agar ittiba’ kepada sabilil mu’minin yaitu jalan para sahabat Rosululloh صلى الله عليه وسلم dan mengancam dengan hukuman yang berat kepada siapa saja yang menyeleweng darinya: وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيرًا (١١٥) 115. dan Barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu[348] dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali. [348] Allah biarkan mereka bergelimang dalam kesesatan. (An Nisa : 115)

Pengertian lain ittiba adalah jika engkau mengikuti suatu erkaaan seseorang yang nampak bagimu kesahihannya sebagaimana dikatakan al-imam abdil bar dalam kitabnya Jami’ bayanil ilmi wa ahlihi 2/787)

Al imam syafi’I berkata: Aku tidak pernah mendebat seorangpun kecuali aku kaakan: Ya Alloh jalankan kebenaran pada hati dan lisannya, jika kebenaran bersamaku maka dia ittiba’ kepadaku dan jika kebenaran bersamanya maka aku ittiba’ padanya (Qowaidul ahkam fi mashoolihil anam oleh al Izz bin Abdu salam 2/136)

Taklid bukanlah ittiba’ Al imam abdul bar berkata : taklid enurut para ulama bukanlah ittiba’ karena ittiba adalah jika engkau mengikuti perkataan seseorang yang nampak bagimu keshahihan perkataannya dan taklid adalah jika engkau mengikuti perkataan seseorang dalam keadaan engkau tidak tahu segi dan makna perkataannya (Jami bayanil ilmi wa ahllihi 2/787)

Abu abdilah bin khuwaiz mindad berkata : taklid maknanya dalam sayariat adalah menunjuk kepada suatu perkataan yang tidak ada argumennya, ini adalah dilarang dalam syariat, Adapun ittiba maka adalah yang kokoh argumennya” Beliau juga berkata : “setiap orang yang engkau ikuti perkataannya tanpa ada dalil yang mewajibkanmu untuk mengikutinya maka engkau telah taklid kepadanya dan taklid dalam agama tidak shahih.

Setiap orang yang dalil mewajibkanmu untuk mengikuti perkataannya maka engkau ittiba’ kepadanya. Ittiba dalam agama diperbolehkan dan taklid dilarang ( Dinukil oleh Ibnu abdil bar dalam kiabnya jami bayanil ilmi wa ahlihi 2/993)

Para imam elarang taklid dan mewajibkan ittiba’ Di antara hal lain yang menunjukan perbedaan yang mendasar antara taklid dan ittiba adalah larangan para imam kepada para pengikutnya dari taklid dan perintah mereka kepada para pengkutnya agar selalu ittiba’.

Al-Imam Abu Hanifah berkata: tidak halal atas seoarangpun mengambil perkataan kami selama dia tidak tahu dari mana kami mengambilnya” dalam riwayat lain beliau berkata: orang yang tidak tahu dalilku, haram atasnya berfatwa dengan perkataanku” (dibnukil oleh ibnu Abidin dalam hasyiyahnya atas bahru roiq 6/293 dan sya-rani dalam al-Mizan 1/55)

Al-Imam Malik berkata : “sesungguhnya aku adalah orang yang bisa benar dan juga bisa keliru. Lihatlah pendapatku setiap yang sesuai dengan kitab dan sunnah maka ambilah dan setiap pendapat yang tidak sesuai dengan kitab dan sunnah maka tinggalkanlah”

(diriwayatkan dalam Ibnu Abdil bar dalam Al-Jami 2/33)

Al-Imam asy-syafi’I berkata : “Jika kalian enjumpai sunnah Rosululloh صلى الله عليه وسلم ittiba’lah kepadanya, janganlah kalian menoleh kepada perkataan siapapun (diriwayatkan oleh abu nuaim dalam hilyatul auliya 9/107 dengan sanad yang sahih )

Beliau juga berkata : “setiap yang aku katakan kemudian ada Hadits shahih yang menyelisihinya maka Hadits nabi صلى الله عليه وسلم lebih utama untuk diikuti. Janganlah kalian taklid kepadaku (diriwayatkan oleh Abu Hatim dalam adab syafi’I hal 97 dengan sanad yang shahih)

Al Imam Ahmad berkata : “ Janganlah engkau taklid dala agamamu kepada seorangpun dari mereka apa yang datang dari Nabi صلى الله عليه وسلم dan para sahabatnya ambillah” Beliau juga berkata : “ittiba adalah jika seseorang mengikuti apa yang datang dari Nabi dan para sahabatnya” (Al-Masail imam Ahmad oleh Abu daud hal 276-277)

ITTIBA ADALAH JALAN AHLU SUNNAH DAN TAKLID ADALAH JALAN AHLU BID’AH


Al-Imam Ibnu Abil Izz al-hanaly : “Ummat ini telah sepakat, bahwa tidak wajib taat kepada seorangpun dalam segala sesuatu kecuali kepada Rosululloh صلى الله عليه وسلم , maka barang siapa yang ta’ashub (fanatic) kepada salah seorang imam dan mengesampingkan yang lainnya seperti orang yang ta’ashub kepada salah seorang sahabat dan mengesampingkan yang lainnya (seperti orang-orang rafidhah yang ta’ashub kepada Ali dan mengesampingkan tiga khalifah lainnya), ini adalah jalannya ahlul ahwa (al-ittiba cet. 2 hal. 80)

Syaikhul Islam Ibnu taymiyyah berkata: “ Barang siapa yang ta’ashub kepada seseorang, dia kedudukannya seperti orang-orang rafidhah yang ta’ashub kepada salah seorang sahabat dan seperti orang-orang khawarij. Ini adalah jalan ahlu bid’ah dan ahwa yang mereka keluar dari syariat dan kesepatakatan ulama umat dan menurut al-qur’an dan sunnah—yang wajib kepada semua makhluk adalah ittiba kepada orang yang ma’shum (terpelihara dari kesalahan yaitu Rosululloh صلى الله عليه وسلم) yang tidak mengucap dari hawa nafsunya yang dia ucapkan adalah wahyu yang diturunkan kepadanya (mukhtashor fatawa mahriyyah hal. 46-47)

BANTAHAN ULAMA KEPADA PEMBELA TAKLID Al-Imam al-Muzani

jazakumullah

Geen opmerkingen: