woensdag, oktober 07, 2009

PELAJARAN KEEMPAT – MUSHTHOLAH HADITS HADITS DITOLAK KARENA CELA PADA PERAWI CELA PADA KEADILANNYA

AHLAN WA SAHLAN

Ditulis oleh fauzi di/pada 31/03/2009

Pada pelajaran ini kita akan mempelajari hadits yang ditolak karena adanya cela pada perawinya, yaitu ada empat macam : hadits maudlu’, hadits matruk dan hadits majhul serta hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang melakukan bid’ah tertentu, seperti pengikut Mu’tazilah, Khawarij atau yang lainnya.

A. MAUDLU’
1. Definisinya
a. Menurut Bahasa adalah merupakan bentuk isim maf’ul dari kata الْوَضْعُ yang memiliki dua buah pengertian :
1) Mengurangi dan menjatuhkan. Dinamakan demikian karena kerendahan derajatnya
2) Melekatkan. Maka seolah-olah rawi itu melekatkan hadits itu kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam padahal dia terbebas darinya.

b. Menurut istilah adalah hadits yang diabuat-buat yang diatasnamakan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam.

2. Derajatnya
Hadits yang paling jelek adalah hadits maudlu’, kemudian matruk, kemudian munkar, kemudian mu’allal (yang ada illatnya), kemudian mudraj, kemudian maqlub, kemudian mudlthorib.

3. Contohnya
“Mernikahlah dan janganlah melakukan thalaq. Sesungguhnya thalaq itu menggoncangkan arasy”. (Al Khothib di dalam At tarikh dari hadits Amru bin Jami’ dari Juwaibir dari Adl Dlohak dari An Nizal bin Sibroh dari Ali secara marfu’. Hadits ini adalah maudlu’. Dalam sanadnya terdapat Amru bin Jami’. Dia adalah seorang yang sangat bohong (kaddzaab) seperti yang dikatakan oleh Ibnu Ma’in.

4. Hukum meriwayatkannya
Para ulama sepakat mengharamkan meriwayatkan hadits yang maudlu’ jika dia mengetahui bahwa hadits itu adalah maudlu’. Ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Barangsiapa yang menceritakan dariku sesuatu yang dia tahu bahwa hal itu adalah bohong, maka dia adalah salah seorang pembohong”. (Riwayat Muslim). Baik hal itu di dalam masalah hukum dan keutamaan atau dalam hal-hal lain. Kecuali jika rawi itu menjelaskan bahwa hadits itu adalah maudlu’.

5. Orang-orang yang membuat hadits maudlu’
Mereka berjumlah banyak yang disebutkan di dalam kitab-kitab tentang orang-orang yang dlo’if, seperti dalam kitab Mizanul I’tidal karya Adz Dzahabi, Lisanul Mizan karya Ibnu Hajar. Dan Al burhan Al halbi menyebutkannya secara khusus di dalam kitab Al Kasyful Hatsits ‘amman rumiya bi wadl’il hadits.
Mereka terdiri dari beberapa golongan :
a. Orang-orang zindiq
b. Para tukang dongeng
c. Sekelompok ahli zuhud
d. Mereka yang membuat hadits untuk menguatkan madzhab mereka
e. Beberapa orang yang berusaha mendekatkan diri kepada para khalifah dan pemimpin
f. Orang-orang yang membuat hadits untuk mencela orang-orang yang hendak dicela

6. Perkataan ulama : “ini adalah hadits yang tidak shahih atau tidak tetap”.
Jika mereka mengatakan hal itu pada kitab-kitab yang secara khusus menyebutkan hadits-hadits yang maudlu’, maka maknanya adalah hadits itu maudlu’. Dan jika mereka mengatakannya di dalam kitab-kitab hadits yang lain, seperti kitab-kitab syarah atau kitab-kitab tentang hadits-hadits hukum, maka maknaanya adalah bahwa hadits itu tidak memenuhi kriteria hadits yang dapat diterima.

7. Kitab-kitab yang disusun dalam hal ini
a. Al Maudlu’at karya Ibnul Jauzi
b. Allaa’li al mashnu’ah karya As Suyuthi
c. Tanzihusy syari’ah al marfu’ah ‘anil akhbar asy syani’ah al maudlu’ah karya Ibnu Iraq Al Kinani
d. Tadzkirotul Maudlu’at karya Muhammad bin Thahir Al Faattani
e. Al Abathil karya Al Jaurqoni
f. Al Asrar al marfu’ah fil ahadits al maudlu’ah karya Asy Syaukani
g. Al ‘Aqidah ash shohihah fil maudlu’at karya Umar bin Badr Al Masuhili
h. Ahaditsul qashshosh karya Ibnu taimiyah
i. Al ahadits adl dlo’ifah wal maudlu’ah karya Al Albani


B. MATRUK
1. Definisinya
Yaitu hadits yang diriwayatkan oleh seseorang yang dituduh melakukan kebohongan dan hadits itu tidak dikenal kecuali darinya saja dan bertentangan dengan kaidah-kaidah yang sudah dikenal.

2. Sebab tuduhan seorang rawi melakukan kebohongan
a. hanya sendirian meriwayatkan hadits itu.
b. Jika dia dikenal pembohong pada selain hadits Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam
c. Haditsnya bertentangan dengan kaidah-kaidah yang dikenal dengan mudah dalam agama.

3. contohnya
Hadits-hadits yang diriwayatkan oleh Amru bin Syamr dari Jabir Al ju’fi dari Al Harits Al A’war dari Ali secara marfu’.

C. MAJHUL
1. Sebab-sebab kemajhulan
a. Jika sifat-sifat rawi itu banyak, seperti namanya, kunyahnya, sifatnya atau nisbatnya, kemudian dia trekenal dengan salah satunya, kemudian disebutkan dengan yang lainnya karena adanya suatu tujuan tertentu, sehingga disangka bahwa dia adalah orang yang lain. Maka jadilah keadaannya menjadi tidak dikenali.
b. Jika dia hanya sedikit meriwayatkan hadits sehingga jarang orang belajar kepadanya.
c. Tidak disebutkan dengan jelas namanya.

2. Al Mubham (yang disamarkan)
a. Definisinya
1) Menurut Bahasa
Yaitu bentuk isim maf’ul dari : أبْهَمَ الأمْرَ يُبْهِمُهُ إبْهَامًا فَهُوَ مُبْهَم maknanya adalah sesuatu yang tidak dijelaskan.

2) Menurut istilah
Yaitu seorang rawi yang tidak disebutkan di dalam sanad atau di dalam matan hadits.

b. al mubhamat
Yaitu mengenal orang-orang yang disamarkan penyebutannya di dalam sanad atau matan hadits, baik yang laki-laki atau yang perempuan.

c. hukum riwayat rawi yang mubham
Ada dua pendapat :
1) Tidak diterima. Inilah pendapat yang benar menurut ahli hadits.
2) Dapat diterima secara mutlak.

d. macam-macamnya
1) jika dikatakan : “seorang laki-laki” atau “seorang perempuan”.
2) Jika dikatakan : “anak laki-laki si fulan” atau “anak perempuan si fulan”.
3) Jika dikatakan : “pamannya” atau “bibinya”.
4) Jika dikatakan : “suami si fulan” atau “istri si fulan”.

e. Contohnya
Imam Ahmad berkata : “Abu Kamil bercerita kepada kami, Hammad bercerita kepada kami dari Abu Imran Al Juni dari seorang laki-laki dari Abu Hurairah secara marfu’ : “Jika kamu bermaksud untuk melunakkan hatimu, maka berikanlah makan kepada orang yang miskin dan usaplah kepala anak yatim”.

f. kitab-kitab yang disusun tentang hal ini.
1) Al Mustafad min mubhamatil matni wal isnad karya Waliyuddin Al ‘Iraqi
2) Al Ghowamidl wal mubhamat karya Ibnu Basykawal
3) Al Isyarat ilal mubhamat karya An Nawawi.
4) Al Idloh ‘anil mu’jam minal ghomidl wal mubham karya Al Qutb Al Qastholani.

3. Macam-macam rawi yang majhul
a. majhulul ‘ain (tidak dikenal pribadinya)
1) Definisinya
Yaitu seseorang yang disebutkan namanya tetapi hanya satu buah hadits saja yang diriwayatkan darinya.

2) Contohnya
Hadits yang diriwayatkan oleh Turmudzi dan Hakim dari jalur Hisyam bin Yusuf dari Abdullah bin Sulaiman An naufali dari Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas dari bapaknya dari kakeknya secara marfu’ : “Cintailah Allah karena kenikmatan yang telah diberikan oleh-Nya kepada kalian. Cintailah aku karena mencintai Allah. Dan cintailah ahlul baitku karena mencintaiku”.
Abdullah bin Sulaiman An naufali adalah tidak dikenal diri pribadinya.

3) Hukum riwayatnya
a) Ditolak riwayatnya. Ini adalah pendapat kebanyakan ahli hadits.
b) Dapat diterima riwayatnya.

b. majulul hal (tidak dikenal keadaannya)
1) Definisinya
a) yaitu orang yang tidak diriwatkan jarh (celaan) dan ta’dil (pujian) tentangnya
b) yaitu orang yang diriwayatkan darinya oleh lebih dari satu orang, tetapi tidak dinyatakan sebagai orang tsiqoh.

2) Contohnya
Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari jalur ‘Utsam bin Ali dari A’masy dari Abu Ishaq dari Hani’ bin Hani’ bahwa dia berkata : ” Ammar masuk menghadap Ali. Dia berkata : “Selamat datang wahai orang yang bersih yang dibersihkan. Aku mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Ammar telah dipenuhi dengan keimanan sampai ke tulang-tulangnya”.

3) Hukum riwayatnya
a) Ditolak riwayatnya. Ini adalah pendapat kebanyakan ahli hadits.
b) Dapat diterima riwayatnya


D. BID’AH
1. Definisinya
a. Menurut Bahasa
Yaitu bentuk mashdar dari : بَدَعَ يَبْدَعُ بِدْعَةً maknanya adalah membuat sesuatu yang baru.

b. Menurut istilah
Sesuatu yang baru di dalam agama setelah agama itu disempurnakan.

2. macam-macamnya
a. Menyebabkan kekafiran
Seperti pendapat yang menyatakan bahwa Tuhan itu bersatu dengan Ali. Riwayat orang yang dituduh melakukan bid’ah kekafiran diperselisihkan menjadi empat buah pendapat :
1) menolak riwayatnya secara mutlak. Ini adalah pendapat kebanykan ahli hadits.
2) Menerimanya secara mutlak.
3) Jika dia tidak berkeyakinan bahwa berbohong untuk mendukung madzhabnya adalah halal, maka riwayatnya diterima. Jika tidak, maka tidak diterima. Ini adalah pendapat Ar Razi dan Al Baidlowi dan ditarjih oleh Al Asnawi.
4) Riwayat seseorang yang menentang sesuatu yang mutawatir dari syari’at yang dikenal secara luas dari agama ini dengan mudah. Ini adalah pendapat Al hafidz Ibnu Hajar.

b. Menyebabkan kefasikan
Seperti mencela para sahabat. Riwayat orang yang dituduh melakukan bid’ah kefasikan diperselisihkan menjadi lima buah pendapat :
1) ditolak secara mutlak. Ini adalah pendapat Imam Malik, Abu Bakar Al Baqilani dan Ibnul Hajib.
2) Diterima secara mutlak.
3) Jika dia tidak berkeyakinan bahwa berbohong untuk mendukung madzhabnya adalah halal, maka riwayatnya diterima. Jika tidak, maka tidak diterima.. Ini adalah pendapat Syafi’I, Sufyan Ats Tsauri dan Abu Yusuf Al Qodli. Ar Razi berkata : “Pendapat inilah yang benar”. Pendapat ini ditarjih oleh Ibnu Daqiqil ‘id.
4) Riwayat orang yang tidak menyeru kepada bid’ahnya dapat diterima dan riwayat orang yang menyeru kepada bid’ahnya tidak dapat diterima. Ini adalah pendapat Ahmad, Ibnu Mahdi, Ibnul Mubarak, Ibnu Ma’in, Ibnu Sholah dan An Nawawi.
5) Riwayatnya yang mendukung bid’ahnya ditolak. Ini adalah pendapat Abu Ishaq Al jauzani.












jazakumullah

Geen opmerkingen: