maandag, juni 02, 2008

Riya' Dan Bahayanya

AHLAN WA SAHLAN


Ditulis Oleh: Ust. Yazid bin Abdul Qodir Jawwas


Dari Abi Hurairah-radliyallahu anhu, ia berkata: Aku mendengar Rosululloh Sholallahu Alaihi Wassalam bersabda:” Sesungguhnya manusia pertama yang diadili pada hari kiamat adalah orang yang mati syahid di jalan Allah. Ia didatangkan dan diperlihatkan kepadanya nikmat-nikmat (yang diberikan di dunia), lalu ia pun mengenalinya. Allah bertanya kepadanya:’Amal apakah yang engkau kerjakan dengan nikmat-nikmat itu?’,Ia menjawab:’Aku berperang semata-mata karena Engkau sehingga aku mati syahid.’ Allah berfirman:’ Kamu dusta! kamu berperang supaya dikatakan seorang yang gagah berani. Memang demikianlah yang telah dikatakan (tentang dirimu).’Kemudian diperintahkan (malaikat) agar menyeret orang itu dengan mukanya (tertelungkup), lalu dilemparkan ke dalam neraka. berikutnya (yang diadili) adalah seorang yang menuntut ilmu dan mengajarkannya serta membaca Al Qur’an. Ia didatangkan dan diperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatannya, maka ia pun mengakuinya. Lalu Allah menanyakannya:’ Amal apakah yang kamu lakukan dengan nikmat-nikmat itu?.’ Ia menjawab:’Aku menuntut ilmu dan mengajarkannya serta aku membaca Al Qur’an hanyalah karena Engkau.” Allah berfirman:’ Kamu dusta! Kamu menuntut Ilmu agar dikatakan seorang alim (yang berilmu) dan kamu membaca Al Qur’an supaya dikatakan seorang qori’ (pembaca Al Qur’an yang baik). Memang begitulah yang telah dikatakan (tentang dirimu).’ Kemudian diperintahkan (malaikat) agar menyeret atas mukanya dan melemparkannya ke dalam neraka. Berikutnya (yang didadili) adalah orang yang diberikat rejeki dan berbagai macam harta benda. Ia didatangkan dan diperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatannya, maka ia pun mengenali (mengakuinya). Allah bertanya :’ Apa yang kamu perbuat dengan nikmat-nikmat itu? Dia menjawab :’ Aku tidak pernah meninggalkan shadaqoh dan infak pada jalan yang Engkau cintai, melainkan pasti aku melakukannya semata-mata karena Engkau.’ Allah berfirman:’ Kamu dusta! kamu berbuat yang demikian supaya dikatakan seorang dermawan (murah hati) dan memang begitulah yang telah dikatakan (tentang dirimu).’ kemudian diperintahkan (malaikat) agar menyeret atas mukanya dan melemparkannya kedalam neraka.”

Takhrij Hadits

Hadits ini diriwatkan oleh:
  1. Muslim, Kitabul Imarah bab Man Qaatala lir Riya’ was Sum’ah Istahaqqannar 6/47 atau 3/1513-1514 no 1905
  2. An-Nasai, Kitabul Jihad bab Man Qaatala liyuqala: Fulan Jari’, Sunan Nasai 6/23-24
  3. Ahmad, dalam Musnad Ahmad 2/322
Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani -rahimahullah- dalam Shahih Targhib wa Tarhib 1/85 no 20 dan dalam Shahih An-Nasai 2/658 no 2940.
Hadits yang semakna dengan ini diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dalam sunan-nya, Kitab Az Zuha’ bab Majaa’a fir Riya’ wa Sum’ah, Tuhfatul Ahwadzi 7/54 no 2489, Ibnu Khuzaimah dalam shahih-nya no 2482 dan Ibnu Hibban no 2502- Mawaridudh Dham’an.
Para perawi hadits ini tsiqoh (terpercaya). Kecuali Al Walid bin Abil Walid Abu Utsman. Dikatakan oelh Al Hafidh bahwa dia layyinul hadits (lemah haditsnya) dalam Taqribul Tahdzib 2/290 tahqiq Musthafa Abdul Qodir ‘Atha. Perkataan ini keliru karena karena Al Walid bin Abdil Walid termasuk perawi Imam Muslim dan dikatakan tsiqoh oleh Abu Zur’ah Ar Razi (lihat Al Jarh wa Ta’dil juz 9 hal 19-20).
At-Tirmidzi berkata tentang hadits ini : Hasan gharib, sedangkan AL hakim berkata : Shahihul isnad dan disetujui oleh Adz Dzahabi dalam Mustadrak Al hakim 1/419, lihat Ta’liq Sunan At Tirmidzi 4/169 dan Ta’liq Shahih Shahih Ibnu Khuzaimah 4/115.
Tatkala Muawiyah -Rodliallohu anhu- mendengar hadits ini, beliau berkata:” hukuman ini telah berlaku atas mereka, bagaimana dengan orang-orang yang akan datang?” kemudian beliau menangis terisak-isak hingga pingsan. Setelah siuman, beliau mengusap mukanya sambil berkata:”Benarlah Allah dan RosulNya, Allah berfirman:
Barangsiapa menghendaki kehidupan dunia dan persiapannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akherat kecuali neraka. Lenyaplah di akherat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan [QS Hud 15-16].

Penjelasan Hadits
Nilai amal disisi Alloh Azza wa Jalla diukur dengan ikhlas karenaNya dan sesuai dengan contoh Rosululloh Sholallahu Alaihi Wassalam , bukan dengan banyak dan besarnya amal.
Alloh Azza wa Jalla berfirman:
“Katakanlah:”Sesungguhnya aku ini hanya manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa.” Barangsiapa mengharapkan perjumpaan dengan Thannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shahih dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Rabb-nya (Al Kahfi 110).

Hadits ini menjelaskan tentang tiga golongan manusia yang dimasukkan ke dalam neraka dan tidak mendapat penolong selain Alloh Azza wa Jalla . Mereka membawa amal yang besar, namun sayang, mereka melakukannya karena riya’, ingin mendapatkan pujian dan sanjungan manusia. Tiga golongan manusia itu adalah :

1. kaum yang dianugrahi Alloh Azza wa Jalla kesehatan dan kekuatan. Kewajiban mereka seharusnya adalah mencurahkan semuanya untuk Allah dan di jalan Allah dalam rangka mensyukuri nikmat-nikmatNya. Namun sayang, syaithon telah menjadikan mereka mencurahkannya diluar jalan itu. Mereka memang pergi ke medan jihad dan berperang, namun tujuannya hanya supaya disebut sebagai pemberani. Kepada merekalah Alloh Azza wa Jalla mengawali pengadilanNya pada hari kiamat. lalu Alloh Azza wa Jalla memperlihatkan nikmat-nikmatNya yang telah dianugrahkan kepada mereka , seraya bertanya,”Apa yang kamu kerjakan dengan nikmat-nikmat itu?” Pada saat itulah Alloh Azza wa Jalla membuka rahasia hati mereka seraya berfiman,” Kamu pendusta! Sesungguhnya kamu berperang (berjihad) hanya supaya dikatakan pemberani (pahlawan).” Mereka tidak mampu membantah, dan demikianlah kenyataannya. Malaikatpun diperintahkan menarik wajah mereka dan melemparkan kedalam api neraka.

2. kaum yang dimuliakan Alloh Azza wa Jalla dengan diberi kesempatan untuk menuntut ilmu dan mengajarkannya kepada manusia, mereka mampu membaca Al Qur’an dan mempelajarinya, seharusnya dengan ilmunya tersebut mereka berniat karena Allah semata sebagai manifestasi rasa syukur kepada Allah atas limpahan rahmatNya. Namun sayang tujuan yang semestinya karena Allah, telah dipalingkan dan dihiasi oleh syaithon sehingga berbuat riya’ (pamer) dengan ilmunya di hadapan manusia agar mendapat pujian, kedudukan harta dan jabatan. Mereka tidak menyadari bahwa Allah selalu melihat dan mengetahui apa yang mereka lakukan dan Allah mengetahui rahasia yang tersembunyi di hati mereka. Ternyata mereka belajar, mengajar, dan membaca Al Qur’an supaya dikatakan sebagai orang alim, pintar atau semisalnya. Sedangkan yang membaca Al Qur’an supaya dikatakan qari/qari’ah, orang yang bagus dan indah bacaannya, maka pada kiamat kelak tidak ada yang lain yang mereka peroleh kecuali dikatakan “Pendusta”. Mereka hanya terdiam disertai kehinaan, kerugian dan penuh penyesalan. Kemudian Alloh Azza wa Jalla menyuruh malaikat agar menyeret dan mencampakkan mereka kedalam neraka, Wal ‘iyadzubillah.

3. Kaum yang diberikan kelapangan rezeki dan berbagai macam harta benda. Mereka dalah golongan yang mampu, kaya. Kewajiban mereka semestinyalah bersyukur kepada Allah dengan ikhlas karena Allah semata. Namun sayang mereka shodaqoh, infaq, memberi dan mendermakan harta supaya dikatakan dermawan, supaya dikatakan orang baik dan semisalnya. Padahal apa yang dikatakan mereka di hadapan Allah bahwa mereka berinfaq, bershodaqoh karena Allah adalah dusta belaka, Allah mengetahui isis hati mereka, dan diperintakan malaikat untuk menyeret dan mencampakkan pendusta ini ke dalam neraka dan mereka tidak mendapatkan seorang penolongpun selain Alloh Azza wa Jalla [ lihat: Taujihat Nabawiyah ‘ala Thariq, DR Sayyid Muhammad nuh, cet. darul wafa’].
Imam Nawawi -rahimahullah- mengatakan bahwa sabda Rosululloh Sholallahu Alaihi Wassalam tentang ornag yang berperang, orang alim dan dermawan serta siksa Allah atas mereka adalah karena mereka mengerjakan demikian untuk selain Allah, dan dimasukkannya mereka ke dalam neraka menunjukkan atas sangat haramnya riya’ dan keras siksanya serta diwajibkannya ikhlas dalam seluruh amal,
Alloh Azza wa Jalla berfirman:
“Tidaklah mereka diperintahkan melainkan untuk menyembah Allah dengan memurnikan ketaan kepadaNya dalam (menjalankan) agama dengan lurus” [QS Al Bayyinah 6].
Keumuman haidts-hadits tentang keutamaan jihad sesungguhnya bagi orang yang melaksanakannya karena Alloh Azza wa Jalla dengan ikhlas. Demikian juga pujian terhadap ulama/orang berilmu dan orang yang berinfaq, semua dengan syarat apabila mereka melakukannya semata-mata karena Alloh Azza wa Jalla .
Demikian mengerikannya siksa dan ancaman bagi kita orang yang berbuat riya’ dalam melakukan kebaikan. Mereka berbuat dengan tujuan mengharap pujian dan sanjungan dari manusia. Islam lebih banyak memperhatikan faktor niat (pendorong) suatu amalan itu sendiri, meskipun kedua-duanya mendapatkan perhatian.
Secara harfiah, sudah diketahui bahwa penipuan yang dilakukan seorang terhadap orang lain merupakan perbuatan hina dan dosa, bagaimana jika perbuatan penipuan ini dilakukan kepada Alloh Azza wa Jalla ?, maka perbuatan ini lebih sangat hina, buruk dan tercela. Dalam tulisan ini akan dibahas definisi riya’, sebab-sebabnya, macamnya, bahayanya, beberapa hal yang tidak termasuk riya’ serta obat penyakit riya’.

Definisi Riya’

Secara syar’I, para ulama berbeda pendapat dalam memerikan definisi riya’, namun intinya sama, yakni seorang melakukan ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah, namun ia lakukan bukan karena Allah melainkan tujuan dunia.
Al Qurthibi mengatakan,” hakekat riya’adalah mencari apa yang ada di dunia dengan ibadah dan arti asalnya adalah mencari tempat di hati manusia”[lihat: Al Ikhlas, DR Umar Sulaiman Al Asyqor]
jadi riya’ adalah melakukan ibadah untuk mencari perhatian manusia sehingga mereka memuji pelakunya dan ia mengharapkan pengagungan dan pujian serta penghormatan dari orang yang melihatnya. [lihat : Fathul Bari 11/336, Al Ikhlas wa Syirkul Asghor hal 9].

Perbedaan Riya dan Sum’ah
Imam Bukhori -rahimahullah- dalam shahihnya membuat bab Ar Riya’ was Sum’ah dengan membawakan hadits Rosululloh Sholallahu Alaihi Wassalam
“Barangsiapa memperdengarkan(menyiarkan) amalnya, maka Allah akan menyiarkan aibnya, dan barangsiapa beramal karena riya’, maka Allah akan membuka niatnya (dihadapan manusia pada hari kiamat kelak)” (HSR Bukhori juz 7/189 dan Muslim no 2987].
Perbedaan riya dan sum’ah ialaha Riya’ berarti beramal karena diperlihatkan kepada orang lain, sedangkan sum’ah beramal supaya diperdengarkan kepada orang lain, Riya’ berkaitan dengan indra mata, sedangkan sum’ah berkaitan dengan indra telinga [lihat : Al Ikhlas hal 95, DR Umar Sulaiman Al Asyqor].

Perbedaan antara Riya dan ‘Ujub
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah -rahimahullah- mengatakan,” Seringkali orang menghubungkan antara riya’ dan ‘ujub, padahal riya’ merupakan perbuatan syirik kepada Allah karena makhluk, sedangkan ‘ujub adalah syirik kepada Allah karena nafsu [ lihat: Majmu Fatawa 10/277]
Imam Nawawi -rahimahullah- berkata,” ketahuilah bahwa keikhlasan niat terkadang dihalangi oleh penyakit ‘ujub. Barangsiap berlaku ‘ujub (mengagumi) amalnya sendiri maka akan terhapus amalnya. Demikian juga orang yang sombong [lihat : Syarh Arba’in hal 5].
Ujub menurut bahasa berarti kekaguman, kesombongan atau kebanggaan. yaitu seorang berbangga dengan diri dan pendapatnya. Orang yang berlaku ujub adalah orang yang tertipu dengan dirinya dan dengan ibadahnya. Ia tidak mewujudkan makna ‘Iyyaka nasta’iin” “hanya kepadaMu ya Allah kami mohon pertolongan.” Sedangkan orang yang berlaku riya’ tidak mewujudkan “iyyaka na’budu” “hanya kepadaMu Ya Allah kami beribadah”.
Apabila seorang telah mewujudkan makna iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in maka akan hilang penyakit riya dan ujub [lihat: Al Ikhlas hal 96-97 Dr Umar Sulaiman Al Asyqor]
Rosululloh Sholallahu Alaihi Wassalam bersabda,” Tiga perkara yang membinasakan, yaitu hawa nafsu jika dituruti, kebakhilan (kikir/pelit) yang ditaati, dan kebanggan seseorang terhadap dirinya.” [HSR AbuSyaikh dan Thabrani dalam Mu’jam Ausath-lihat : Shahih Jami’us Shaghir no 3039]

Sebab-Sebab Riya’
Sebab-sebab yang menjerumuskan manusia ke lembah riya’ adalah kecintaan kepada pangkat dan kedudukan. Jika hal ini dirinci, maka dapat dikembalikan kepada tiga sebab pokok, yaitu :
a. Senang menikmati pujian dan sanjungan
b. menghindari/takut celaan manusia
c. Tamak (sangat menginginkan) terhadap apa yang ada pada orng lain.

Hal ini dipertegas dengan riwayat did alam Ash Shahihain, dari hadits Abu Musa Al Asy’ari--Rodliallohu anhu- , ia berkata bahwa ada seseorang datang kepada Rosululloh Sholallahu Alaihi Wassalam seraya berkata,”Seseorng berperang karena rasa fanatisme, berperang dengan gagah berani dan berperang karena riya’, manakah dari yang demikian ini yang berada di jalan Alloh ?” Belia menjawab,”Barangsiapa berperang dengan tujuan agar kalimat Allah yang paling tinggi maka itu fi sabilillah.” [HSR Bukhori 8/189 dan Muslim 1904 and selain mereka].
Makna prkataan orng ini” berperang dengan gagh berani” adalah agar namanya disebut-sebut dan dipuji. Makna perkataan “ berperang dengan fanatisme (golongan)” yaitu ia tidak mau dihina atau dikalahkan. makna perkataan “ berperang karena riya” yaitu agar kedudukannya diketahui orang lain dan hal ini merupakan kenikmatan pangkat dan kedudukan di hati manusia.
Boleh jadi seseorang tidak tertarik pujian, namun ia takut terhadap hinaan. Seperti penakut diantara pemberani. Dia berusaha menguatkan hati untuk tidak melarikan diri agar tidak dihina dan dicela. Adakalanya seseorang memberi fatwa teanpa ilmu karena menghindari celaan supaya tidak dikatakan sebagai orang bodoh. Tiga hal inilah yang menggerakkan riya’ dan sebagai penyebabnya.

Macam-Macam Riya’

Riya’ ada beberapa macam, yaitu :

1. Riya’ yang berasal dari badan,contoh diantaranya seperti memperlihatkan bentuk tubuh yang kurus dan pucat agar tampak telah berusaha sedemikian rupa dalam beribadah dan takut pada akherat. Atau memperlihatkan ranbut yang acak-acakan agar dianggap terlalu sinuk dengan urusan agama sehingga merapikan rambutpun tidak sempat. Atau dengan memperlihatkan suaranya yang parau, mata cekung sayu dan bibir kering agar dianggap terus menerus berpuasa. Riya’ semacam ini dilakukan oleh para ahli ibadah. Adapun orang-orang yang sibuk dengan urusan dunia, riya’ mereka dengan memperlihatkan badan yang gemuk, penampilan yang bersih, wajah yang ganteng dan rambut yang kelimis.

2. Riya’ yang berasal dari pakaian dan gaya, seperti menundukkan kepala ketika berjalan, sengaja membiarkan bekas sujud di wajah, memakai pakaian tebal, mengenakan pakaian wol, menggulung lengan baju dan emmendekkannya serta sengaja ytampak lusuh (agar dianggap ahli ibadah), atau dengan mengenakan pakaian tambalan, berwarna biru, meniru kaum sufiyah padahal batinnya kosong dari kekhlasan. Atau memakai tutup kepala diatas sorban supaya orang meilhat adanya perbedaan dengan kebiasaan yang ada. Orang yang melakukan riya’ dalam jenis ini ada beberapa tingkat, diantara mereka ada yang mengharapkan kedudukan dikalangan orang yang baik dengan menampakkan kezuhudan dengan pakaian yang lusuh. sedangkan riya bagi para pemuja dunia adalah pakaian yang mahal, kendaraan yang bagus dan perabot yang mewah.

3. Riya’ dengan perkataan, seperti contohnya: memberi nasehat, peringatan, menghapal kisah-kisah terdahulu dan atsar namun dengan tujuan untuk berdebat atau memperlihatkan kedalaman ilmu dan perhatiannya kepada keadaan para salaf, atausengaja mengerakkan bibir supaya dikira sedang berzikir di hadapan orang banyak, menunjukkan kemarahan di hadapan orang banyak ketika melihat kemungkaran, sengaja memperindah bacaan Al Qur’an supaya dianggap menunjukkan sikap takut dan tawadlu dan semisalnya dan contoh lainnya.

4. Riya’ dengan perbuatan, seperti riya’ yang dilakukan orang yang sholat dengan memanjangkan bacaan saat berdiri, memanjangkan ruku’ dan sujud atau menampakkan kekhusyu’an atau yang lainnya, begitu pula dengan malan ibdah lainnya, puasa haji, shodaqoh, zakat dan lainnya.

5. Riya dengan teman dan orang-orang yang berkunjung kepadanya, seperti seseorang memaksakan dirinya supaya dikunjungi oleh ulama atau ahli ibadah ke tempat tinggalnya, supaya dikatakan” si fulan banyak dikunjungi ulama” riya’ dengan menyebutkan nama-nama gurunya agar orang berkomentar tentang dirinya dn dinggap orang berilmu, dia berbuat demikian untuk membanggakan diri.
kita memohon kepada Alloh Azza wa Jalla dari semua macam riya’ ini. [ lihat : Mukhtashor Minhajul Qosidin hal 175-178] oleh Imam Ibnu Qudamah, tahqiq Syaikh Ali Hasan, Ar Riya’ wa Atsaruhu As Sayi’ fil Ummah hal 17-20]

Ciri-ciri dan Tanda Riya’
Riya’ mempunyai ciri dan tanda-tanda sebagaimana kata Ali bin Abi Thalib –-Rodliallohu anhu- “ Orang yang berlaku riya’ memiliki tiga ciri, yakni:
1. Dia menjadi pemalas apabila sendirian
2. Dia menjadi giat semangat jika berada di tengah-tengah orang banyak
3. Dia menambah kegiatan kerjanya jika dipuji dan berkurang jika di ejek
[lihat: Al Kabair, Imam Adz Dzahabi hal 212, tahqiq Abu khalid Al Husein bin Muhammad As Sa’idi cet darul fikr]
Tanda yang paling jelas adalah merasa senang jika orang yang melihat ketaatannya, andaikan orang tidak melihatnya, dia tidak merasa senang. dari sini diketahui bahwa riya’ itu tersembunyi didalam hati seperti api yang tersembunyi dalam batu. Jika orang melihatnya maka menimbulkan kesenangan dan kesenangan ini bergerak dengan gerakan yang sangat halus, lalu membangkitkannya untukmenampakkan amalnya. Bahkan ia berusaha agar diketahui amalnya itu baik secara sindiran atau terang-terangan [ lihat : Mukhtashor Minhajul Qosidin, Ibnu Qudamah AL Maqdisi hal 280].
Diriwayatkan bahwa Abu Umamah Al Bahili pernah mendatangi seseorang di amjid yang sedang bersujud sambil menagis ketika berdoa, kemudian Abu Umamah mengatakan kepadanya:” Apakah engkau lakukan seperti ini jika engkau sholat dirumahmu? (teguran semacam ini dimaksudkan untuk menghilangkan sikap riya’[Lihat : Al kabair, Imam Adz Dzahabi hal 211]

Jebakan dan Peringatan

Terkadang seorang hamba bersungguh-sungguh untuk membersihkan diri dari riya’ namun ia terjebak dan tergelincir di dalamnya sehingga ia meninggalkan amal karena takut riya’.
Jika ada seorang meninggalkan amal yang baik dengan maksud supaya terhindar dari riya’, maka tidak ragu lagi bahwa sikap ini adalah sikap yang salah dalam menghadapi riya’. Fudlail bin Iyadl menjelaskan,” Meninggalkan amal karena manusia adalah riya’ sedangkan beramal karena manusia adalah syirik. Ikhlas itu adalah Allah menyelamatkan kita dari keduanya.”
Imam Nawawi menjelaskan,” perkataan Fudlail bahwa orang yang meninggalkan amal karena manusia adalah riya’ sebab ia melakukannya karena manusia, adapun kalau meninggalkannya karena ingin melakukannya di saat sepi atau sendirian maka diperbolehkan dan ini sunnah, kecuali dalam perkara yang wajib seperti sholat wajib lima waktu, atau zakat atau ia seorang yang alim yang menjadi panutan dalam ibadah, maka menampakkannya adalah afdla (utama). [ Lihat : Syarh Arba’in Imam Nawawi hal 6]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan dalam Majmu fatawa 23/175-175,”Barangsiapa melakukan amal rutin yang disyariatkan seperti sholat dluha, qiyamul lail, maka hendaklah dia tetap melakukannya dan tidak semestinya ia meninggalkan kebiasaaan ini hanya karena berada di tengah manusia, hanya Alloh Azza wa Jalla yang mengetahui rahasia hatinya bahwa ia melakukannya karena Allah dan ia bersungguh-sungguh berusaha agar ia selamat dari riya’ dan dari hal-hal yang merusak keikhlasan.” Kemudian beliau membawakan perkataan Fudlalil bin Iyadh seperti diatas, selanjutnya beliau mengatakan,” Barangsiapa melarang sesuatu yang disyariatkan hanya berdasarkan anggapannya bahwa hal itu tertolak berdasarkan beberapa alasan sebagai berikut:

1. Amal yang disyariatkan tidak boleh dilarang hanya karena takut riya’. bahkan diperintahkan untuk tetap melakukannya dengan ikhlas. Bila kita melihat seorang yang mengamalkan syariat kita harus menetapkan bahwa dia melakukannya (atau membiarkannya) kendatipun kita dapat memastikan ia berbuat dengan riya’. Seperti halnya orang-orang munafik yang Allah berfirman tentang mereka,” Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah dan Allah akan membalas tipuan mereka. Apabila mereka berdiri sholat, mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya’ (dengan sholat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.” [QS An Nisa’ 142]. Mereka orang-orang munafik sholat bersama Rosululloh Sholallahu Alaihi Wassalam , Beliau dan para Shohabat rodliallohu anhum membiarkan amal yang mereka (para munafik) berbuat itu dengan riya’ dan tidak melarang perbuatan dhahir mereka, artinya para Shohabat rodliallohu anhum tidak melarang mereka sholat bersama Rosululloh Sholallahu Alaihi Wassalam . Hal ini karena kerusakan meninggalkan syariat yang mesti ditampakkan jauh lebih berbahaya daripada menampakkan amal tersebut dengan riya’. Sebagaimana meninggalkan iman dan Sholat lima waktu lebih besar bahayanya dibanding dengan meninggalkan amal itu dengan riya’.

2. Pengingkarang hanya terjadi pada apa yang diingkari oleh syariat. Rosululloh Sholallahu Alaihi Wassalam bersabda,”Sesungguhnya aku tidak diperintahkan unutk membongkar/memeriksa hati mereka dan tidak pula untuk membedah perut mereka.” [HSR Akhmad dan Bukhori dari Abu Said Al Khudri -Rodliallohu anhu-]. Umar bin Khattab -Rodliallohu anhu- mengatakan,” Barangsiapa menampakkan kebaikan kami akan mencintainya meskipun hatinya berbeda dengan itu dan orang yang menampakkan kejelekannya, kami akan membencinya meskipun ia mengaku bahwa hatinya baik.”

3. Sesungguhnya membolehkan pengingkaran terhadap hal seperti itu
justru akan membuka peluang kepada Ahlus syirk wal fasad [orang yang berbuat syirik dan kerusakan) untuk mengingkari alul khoir wad dien (orang yang berbuat kebaikan). Apapbila mereka melihat orang yang melakukan perkara yang disyariatkan dan disunnahkan, mereka berkata,” Orang ini telah berbuat riya’”. lalu karena tuduhan ini , orng yang jujur dan ikhlas akan meninggalkan perkara-perkara yang disyariatkan karena takut ejekan dan celaan dan tuduhan mereka. Lantas terbengkalailah amal-amal kebaikan dan tidak terlaksana. Kemudian hal ini menjadi senjata bagi orang-orang yang berbuat syirik untuk tetap melakukan kerusakan dan tidak ada yang mengingkarinya. hal ini justru kerusakan yang lebih besar.

4. Sesungguhnya hal seperti ini adalah syiar (semboyan) orang-orang munafik. Mereka selalu mencela amal yang disyariatkan. Alloh Azza wa Jalla berfirman,” (orang-orang munafik) yaitu orang-orang yang mencela orang-orang mukmin yang memberi shodaqoh dengan sukarela dan (mencela) orang-orang yang tidak memperoleh (untuk disedekahkan) selain sekedar kesanggupannya, maka orang-orang munafik itu menghina mereka. Allah akan membalas penghinaan mereka itu, dan untuk mereka adzab yang pedih.” [QS At taubah : 79].

DAN BAGAIMANA BAHAYA RIYA ??
Simak pembahasannya di seri kedua dari tulisan ini, Insya Allohu ta'ala

Bahaya Riya’

Didalam Al Qur’an dn As Sunnah banyak sekali ancaman tentang bahaya riya’. Riya’ termasuk kedurhakaan hati yang sangat berbahaya terhadap diri, amal, masyarakat dan umat dan juga termasuk dosa besar yang merusak. diantara bahaya riya’ adalah :

1. Riya’ lebih berbahaya bagi kaum muslimin daripada fitnah Masih Al Dajjal, Rosululloh Sholallahu Alaihi Wassalam bersabda,” Maukah aku kabarkan kepada kalian sesuatu yang tersembunyi disisiku atas kalian daripada Masih Ad Dajjal yaitu syirkul khafi, yaitu seseorang sholat, lalu ia menghiasi (memperindah) sholatnya, karena ada orang-orang memperhatikan sholatnya.” [HR Ibnu Majah 4204, dari hadits Abu Sa’id Al Khudri, hadits ini hasan -Shahih At Targhib wat Tarhib no 27].

2. Riya’ lebih sangat merusak daripada srigala menyergap domba, Rosululloh Sholallahu Alaihi Wassalam bersabda” Tidaklah dua ekor srigala yang lapar dan dilepaskan di tengah sekumpulan domba lebih merusak daripada ketamakan seseorang kepada harta dan kedudukan bagi agamanya.” [HSR Ahmad 3/456, Tirmidzi, darimi 2/304 dari Ka’ab bin Malik]. Rosululloh Sholallahu Alaihi Wassalam memberikan permisalan rusaknya agama seorang muslim karena tamaknya kepada harta, kemuliaan, pangkat dan kedudukan. Semua ini menggerakkan riya’ didalam diri seseorang.

3. Amal Shalih akan hilang pengaruh baiknya dan tujuannya yang besar bila disertai Riya’, Alloh Azza wa Jalla berfirman,” Maka celakalah bagi orang-orang yang sholat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari sholatnya, orang-orang yang berbuat riya’ dan mencegah (menolong dengan) barang yang berguna.” [QS Al Maidah 4-7]. Orang-orang yang berbuat riya’ dan tidak mau menolong orang lain adalah karena sholat mereka tidak mempunyai pengaruh dalam hati mereka, sehingga mereka mencegah kebaikan dari hamba-hamba Allah. Mereka hanyalah menunaikan gerakan-gerakan sholat dan memperindahnya karena semua mata memandang, padahal hati mereka tidak memahami, tidak tahu hakekatnya dan tidak mengagungkan Allah. Karena itu sholat mereka tidak berpengaruh terhadap hati dan amal. Riya’ menjadikan amal kosong tak bernilai.

4. Riya’ akan menghapus amal shalih, Alloh Azza wa Jalla berfirman,” Seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya’ kepada manusia dan tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. maka perumpamaan orang-orang seperti itu seperti batu licin yang diatasnya da tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah ia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatu pun dari apa yang mereka usahakan, dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang kafir.” [QS Al baqoroh 264]. Hati yang tertutup riya’ seperti batu licn yang tertutup tanah. Orang yang berbuat riya’ tidak akan membuahkan kebaikan, bahkan ia telah berbuat dosa besar yang akan dia peroleh akibatnya pada hari kiamat kelak. Riya’ menghapuskan amalan shalih dan seseorang tidak mendapatkan apa-apa karenanya diakherat nanti dari amal-amal yang pernah ia lakukan di dunia. Sebagaimana sabda Rosululloh Sholallahu Alaihi Wassalam ,” Sesungguhnya yang paling aku takutkan atas kalian adalah syirik kecil, yaitu riya’. Allah akan mengatakan kepada mereka pada hari kiamat tatkala memberikan balasan amal manusia,’Pergilah kepada orang-orang yang kalian berbuat riya’ kepada mereka di dunia. Apakah kalian akan mendapatkan balasan dari sisi mereka?.” [HR Ahmad 5/428-429, dan Al baghawi dalam Syarhus Sunnah]. Pelaku riya’ yang memamerkan amalnya dipuji, disanjung dan mendapatkan kedudukan di hati manusia tidak akan mendapat ganjaran kebaikan dari Allah dan tidak pula dari orang-orang yang memujinya, karena yang berhaq memberi balasan hanya Allah saja. Alloh Azza wa Jalla berfirman,” Aku adalah sekutu yang Maha Cukup, sangat menolak perbuatan syirik. barangsiapa mengerjakan suatu amal yang dicampuri dengan perbuatan syirik kepadaKu, maka Aku tinggalkan dia dan (Aku tidak terima) amal kesyirikannya.”[HSR Muslim].

5. Riya’ adalah syirik khafi (tersembunyi), Rosululloh Sholallahu Alaihi Wassalam bersabda,” maukan akukabarkan kepada kalian tentang sesuatu yang lebih tersembunyi disisiku terhadap kalian daripada masih Ad Dajjal? yaitu syirik khafi, seseorang sholat, lalu ia memperindah sholatnya karena ada orang yang memperhatikannya.” [HSR Ibnu Majah].
6. Riya’ mewariskan kehinaan dan kerendahan, Rosululloh Sholallahu Alaihi Wassalam bersabda,” Barangsiapa beramal dan memperdengarkannya kepada orng lain (agar orang tahu amalnya),maka Allah akan menyiarkan aibnya di telinga-telinga hambaNya, Allah rendahkan dia dan menginakannya.” [HSR Thabrani dan Al Baihaqi].

7. Para pelaku Riya’ tidak akan mendapatkan ganjaran di akherat.. dari Ubaid bin Ka’ab -Rodliallohu anhu- Rosululloh Sholallahu Alaihi Wassalam bersabda,” Sampaikanlah kabar gembira ini kepada umat ini dengan keluhuran, kedudukan yang tinggi, agama, derajat yang mulia dan kekuasaan di muka bumi. barangsiapa diantara mereka melakukan amal akherat untuk dunia, maka dia tidak mendapatkan bagian di akhirat.”[HSR Ahmad, Ibnu Hibban, dan Al Hakim].

8. Riya’ akan menambah kesesatan seseorang pelakunya. Alloh Azza wa Jalla berfirman,” Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu diri mereka sendiri sedangkan mereka tidak sadar. dalam hati mereka ada penyakit lalu ditambah Allah penyakitnya, dan bagi mereka siksa yang pedih disebabkan mereka berdusta.” [QS Al Baqoroh 9-10].
9. Riya’ menyebabkan kekalahan umat. Rosululloh Sholallahu Alaihi Wassalam ,” Sesungguhnya Allah akan menolong umat ini dengan orang-orang yang lemah, doa, sholat, dan keikhlasan mereka.” [HSR An Nasai 6/45]. Ikhlas karena Allah adalah sebab ditolongnya umat ini dari musuh-musuh mereka. Allah melarang kita sombong dan riya’ karena hal ini akan membawa kekalahan. Alloh Azza wa Jalla berfirman,”Dan janganlah kamu menjadikan orang-orang yang keluar dari kampungnya dengan rasa sombong/angkuh dan dengan maksud riya’ kepada manusia serta menghalangi (orang) dari jalan Allah. dan (ilmu) Allah meliputi apa yang mereka kerjakan.” [Al Anfal 47].

Beberapa Perkara yang Tidak Termasuk Riya’
Ada beberapa perkara yang disangka oleh sebagian orang sebagai perbuatan riya’, namun sesungguhnya bukanlah demikian. Perkara tersebut diantaranya :

1. Pujian manusia atas seorang hamba atas amal baik yang ia lakukan tetapi bukan tujuannya untuk dipuji. Apabila seseorang mengamalkan suatu perbuatan dengan ikhlas dan sampai selesai amal itu pun dilakukan dengan ikhlas, kemudian ada yang mengetahui amal itu lalu memujinya, namun ia tidak menghendaki yang demikian itu, maka hal itu tidak termasuk riya’. Seperti dalam hadits Abu Dzar -Rodliallohu anhu- . Dari Abu Dzar ia berkata,” Ya Rosululloh, bagaimana pendapat engkau tentang seseorang yang mengerjakan satu amal kebaikan, lalu orang memujinya? Beliau menjawab,’ itu merupakan kabar gembira bagi orang mukmin yang diberikan lebih dahulu di dunia.” [HSR Muslim 2642, Ibnu Majah dan Ahmad]. Namun ia tidak berlaku ujub dan tidak pula sengaja agar orang tahu kebaikannya.

2. Giatnya seorang hamba dalam berbuat kebaikan ketika ada orang yang melihatnya dan ketika menemani orang-orang yang ikhlas dan orang shalih. Ibnu Qodamah [w 689 H] menjelaskan dalam kitabnya Mukhtashor Minhajul Qoshidin hal 288,” Adakalnya seseorang berada di tengah orang-orang yang tekun beibadah. Ia melakukan sholat hampir sebagian besar malam karena kebiasaan mereka adalah bangun malam. Dia pun mengikuti mereka melaksanakan sholat dan puasa. Andaikata mereka tidak melaksanakan sholat malam, maka ia pun tidak tergugah untuk melakukan kegiatan itu. Mungkin orang ada yang menganggap bahwa kegiatan orang itu termasuk riya’, padahal tidak demikian sebenarnya, bahkan hal itu perlu dirinci. Setiap orang mukmin tentunya ingin banyak beribadah kepada Allah, namun terkadang ada satu dua hal yang menghambat atau yang melalaikannya. Maka boleh jadi dengan melihat orang lain yang aktif dalam melakukan kegiatan ibadah membuatnya mampu menyingkirkan hambatan dan kelalaian itu. Bila seseorang berada dirumahnya, lebih mudah baginya untuk tidur diatas kasur yang empuk. tetapi bila ia berada di tempat yang jauh, ia tidak disibukkan dengan hal-hal itu. Kemudian ada beberapa faktor pendorong yang membangkitkannya untuk berbuat kebaikan diantaranya keberadaannya di tengah orang lain yang beribadah atau disaksikan oleh mereka. Boleh jadi seseorang merasa berat untuk berpuasa di rumah, akrena didalamnya banyak makanan. dalam keadaan seperti ini syaithon terus menggodanya untuk menghalanginya dari ketaan sambil berkata,” Jika engkau berbuat di luar kebiasannmu, berarti engkau adalah orang yang berbuat riya’.” maka dia tidak boleh memperdulikan bisikan syaithon ini. Dia harus melihat pada tujuan batinnya dan jangan sekali-kali ia menuruti bisikan syaithon.

3. Menyembunyikan dosa. Wajib atas seorang mukmin atas seorang mukmin lainnya apabila berbuat satu kesalahan, hendaklah ia tutupi dan jangan ia tampakkan dosanya. Karena menceritakan maksiat yang terlanjur dilakukan berarti menyiarkan kekejian dan akan membuat dia meremehkan batas-batas Allah. Alloh Azza wa Jalla berfirman,” Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan akherat. dan Allah mengetahui sedangkan kamu tidak mengetahui.” [An Nur 19]. Rosululloh Sholallahu Alaihi Wassalam bersabda,”Setiap umatku akan dimaafkan, kecuali orang yang terang-terangan. Sesungguhnya termasuk terang-terangan ialah jika seseorang melakukan suatu amal (dosa) pada malam hari, kemudian pagi harinya ia bercerita. Padahal pada malamnya Allah sudah menutupi dosanya. ia katakan,” Hai Fulan, tadi malam aku berbuat begini dan begitu.”. padahal malam itu Allah sudah menutupi dosannya, namun pagi harinya ia menyingkap tutupan Allah pada dirinya.”[HSR Bukhori Muslim].

4. Menampakkan Syi’ar-syi’ar agama Islam. Didalam Islam ada beberapa ibadah yang tidak mungkin disembunyikan dalam pelaksanaanya, seperti haji, umroh, sholat jumat, sholat jama’ah yang lima waktu dan lainnya. Seorang muslim tidak dikatakan berbuat riya’ bila ia menampakkan amal-amal ini. Karena termasuk hal amal-amal yang wajib yaitu ditampakkan dan dimasyurkan serta melakukannya adalah termasuk syiar-syiar agama Islam. Orang yang meninggalkannya akan terkena celaan dan kutukan. Jika amal sunnah hendaknya disembunyikan karena tidak tercela bagi seseorang untuk meninggalkannya. namun jika ia menampakkan amal itu dengan tujuan supaya orang lain mengikuti sunnah tersebut, maka hal ini adalah baik. Sesungguhnya riya’ itu apabila tujuannya menampakkan amal tersebut supaya dilihat, dipuji dan disanjung manusia.

Obat Penyakit Riya’

Bila telah diketahui bahwa riya’ itu dapat mengugurkan pahala amal sekaligus merusaknya dan mendatangkan kemurkaan Allah, maka harus ada usaha yang serius untuk meninggalkanya. Mengobati penyakit riya’ terdiri atas ilmu dan amal. Diantaranya :

1. Mengetahui macam-macam tauhid yang mengandung kebesaran Alloh Azza wa Jalla (tauhid Rububiyyah, Uluhiyyah dan Asma’ wa Shifat}.
Mempelajari Tauhid asma’ wa shifat akan membersihkan hati yang lemah, apabila seorang hamba mengetahui bahwa hanya Allah saja yang dapat memberikan manfaat dan mudlarat, maka ia akan menghilangkan rasa takut kepada manusia. Syaithon memang selalu menghiasi ibadahnya dihadapan mereka dan menjadikannya takut dicela dan ingin disanjung. Demikian pula kalau ia mengetahui bahwa Allah Sami’ (Maha Mendengar) dn Bashir (Maha Melihat), Dia mengetahui mata yang khianat dan yang tersembunyi di dalam dada, maka ia akan mencampakkan semua pandangan manusia. Dia akan taat kepada Allah seakan-akan ia melihatNya dan jika ia tidak melihatNya, Allah pasti akan melihatnya. Dengan demikian riya’ akan lenyap dari dirinya.

2. Mengetahui apa yang Alloh Azza wa Jalla sediakan di akherat berupa kenikmatan yang abadi dan adzab yang pedih. Alloh Azza wa Jalla berfirman,”Katakanlah,’Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, diwahyukan kepadaku,’Bahwa sesungguhnya Rabb kamu itu ialah Rabb yang Esa’. Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabb-nya, maka hendaklah ia mengerjakan amal sholeh dan janganlah ia mempersukutukan seseorang pun dalam beribadah kepada Rabb-nya.” [Al Kahfi 110] Apabila seorang hamba memahami apa yang Allah sediakan bagi orang yang bertaqwa dari surga, maka ia akan meremehkan kelezatan sementara di dunia, termasuk didalamnya pujian manuisa ketika ia sedang beramal. Dan apabila seorang hamba mengetahui apa yang Alloh Azza wa Jalla sediakan di akherat kelak bagi orang yang berbuat riya’, maka ia akan berlindung kepada Allah dan tidak takut celaan manusia. Orang yang ia perlihatkan dan menyanjungnya tidak akan mampu menolong sesuatu yang datang dari Allah pada hari kiamat.

3. Hendaklah takut terhadap perbuatan riya’.
Bila seseorang merasa takut dengan perbuatan ini, maka ia akan selalu berhati-hati. Bila bergejolak penyakit ingin di puji, maka ia akan mengingat dirinya tentang bahaya riya’ dan kemurkaan Alloh Azza wa Jalla yang akan diperolehnya. Hendaklah ia senantiasa mempelajari pintu masuk serta halusnya riya’ sehingga benar-benar selamat darinya

4. Menjauhkan diri dari celaan dan murka Alloh Azza wa Jalla .
Diantara sebab-sebab riya’ adalah takut terhadap celaan manusia. Tetapi orang yang berakal akan mengetahui bahwa takut terhadap celaan atau murka Alloh Azza wa Jalla adalah lebih utama. Hendaklah ia mengetahui bahwa takut terhadap celaan Alloh adalah dengan mendekat diri kepadaNya. Allah akan melindunginya dari manusia yang tidak dapat memberikan manfaat kepadanya.
5. Memahami kedudukannya sebagai hamba Alloh Azza wa Jalla .
Hendaklah seseorang mengetahui secara yakin bahwa dirinya seorang hamba yang tidak berhaq menuntut upah dalam melayani tuannya. Dia melayani tauannya karena merupakan tuntutan ibadah, sehingga ia tidak berhak menuntut hak. Adapun pahala yang ia peroleh dari tuannya adalah merupakan perbuatan ihsan (baik)kepadanya, bukan sebagai ganti. maka ia hanya berharap pahala dari Allah bukan manusia.

6. Mengetahui hal-hal yang dapat membuat syaithon lari menjauh.
Syaithon adalah musuh manusia, dia merupakan sumber riya’, bibit dari setiap bencana. Syaithon akan selalu ada pada setiap waktu dalam semua kehidupan manusia dan senantiasa mengirimkan pasikannya untuk menhancurkan benteng pertahanan manusia. Hakekat ini harus diketahui oleh seorang muslim agar ia selamat dari riya’, dan juga ia harus menjaga beberapa hal yang dapat mengalahkan Syaithon. Ada beberapa amalan dari Rosululloh Sholallahu Alaihi Wassalam yang apabila diamalkan maka syaithon akan lari, diantaranya dzikir dan doa yang disyariatkan dan dituntunkan, membaca Al Qur’an, membaca isti’azah (berlindung dari godaan syathon yang terkutuk), membaca bismillah ketika masuk dan keluar rumah, membaa doa ketika masuk dan keluar WC, ketika bersetubuh, ketika mendengar seruan adzan, membaca surat Al Baqoroh, ayat Kursi, sujud tilawah, membaca Al Falaq, Al Ikhlas dan AnNaas dan lainnya.

7. Menyembunyikan amal
Orang yang bebuat ikhlas akan senantiasa takut kepada riya’, oleh karena itu ia akan bersungguh-sungguh melawan tipu daya manusia dan memalingkan pandangan mereka agar tidak memperhatikan amal-amal shalihnya. Ia akan berupaya keras untuk menyembunyikan amalnya dengan harapan supaya ikhlas amalnya dan Allah akan membalas ikhlasnya ini di akherat. Rosululloh Sholallahu Alaihi Wassalam bersabda,”Sesungguhnya Allah mencintai hambaNya yang taqwa, yang selalu merasa cukup dan merahasiakan (ibadahnya) “{HSR Muslim dari Sa’id bin Abi Waqash]

8. Tidak peduli dengan celaan dan pujian manusia
Banyak orang yang binasa karena takut celaan manusia, senang dipuji hingga tindak tanduknya menuruti keridlaan manusia, mengharapkan pujian dan takut terhadap celaan. Padahal yang mestinya diperhatikan adalah hendaknya kita bergembira dengan keutamaan dan rahmat Alloh Azza wa Jalla , bukan dengan pujian manusia. Alloh Azza wa Jalla berfirman,” Katakanlah,’Dengan karunia Allah dan rahmatNya, hendaklah mereka bergembira.’ Karunia Allah dan rahmatNya lebih baik daripada apa yang mereka kumpulkan.”[QS Yunus 58]
Demikian pula kita harus melihat orang yang mencela dan menfitnah kita. Apabila ia benar dan memang untuk menasehati kita, tidak perlu kita marah. karena dia telah menunjukkan aib kita dan mengingatkan kita dari kesalahan-kesalahan yang kita lakukan. Seandainya ia berbohong kepada kita dan mengada-ada terhadap kesalahan tersebut dan mencelanya, maka kita harus memikirkan tiga perkara :
Pertama, Jika kita bersih dari kesalahan itu, maka kita tidak lepas dari aib dan kesalahan lainnya, begitu banyak aib dan kesalahan kita yang Alloh Azza wa Jalla tutupi. Ingatlah nikmat Allah, karena si pencela tidak mengetahui aib yang lain dan tolaklah dengan cara yang baik.

Kedua, sesungguhnya membuat-buat berita untuk mencela kita dan menfitnah kita adalah penghapus dosa, jika kita sabar dan mengharapkan pahala dari Allah.

Ketiga, Orang yang menfitnah dan mencela akan mendapat kemurkaan dari Alloh Azza wa Jalla ,”Dan barangsiapa mengerjakan kesalahan atau dosa, kemudian dituduhkannya kepada orang yang tidak bersalah, maka sesungguhnya ia telah berbuat suatu kebohongan dan dosa yang nyata “ [Qs An Nisa 112].

Kita harus berusaha untuk memanfaatkannya, karena Alloh Azza wa Jalla cinta kepada orang-orang yang suka memaafkan. Seorang muslim harus ingat bahwa tidak ada artinya pujian manusia bila hal itu menimbulkan kemurkaan Allah. Pujian mereka tidak pula membuat kaya dan berumur panjang. Begitu pula celaan mereka tidak pula meninggalkan sesuatu. Celaan mereka tidak membuat kita berada dalam bahaya dan tidak pula memendekkan umur kita. Semua manusia adalah lemah, tidak berkuasa terhadap manfaat dan mudlarat dirinya. Tidak berkuasa terhadap hidup dan matinya serta tempat kembalinya. Jika ia menyadarinya tentu dia akan melepaskan kesenangan pada riya’. lalu menghadap kepada Allah dengan hatinya. Sesungguhnya orang-orng yang berakal tidak menyukai apa-apa yang berbahaya bagi dirinya dan yang sedikit manfaatnya.

9. Rosululloh Sholallahu Alaihi Wassalam mengajarkan kepada kita doa yang dapat menghilangkan syirik besar dan syirik kecil (riya’).
Dari Abu Ali, seorang yang berasal dari Bani Kahil, berkata,”Abu Musa Al Asyari -Rodliallohu anhu- berkhutbah dihadapan kami dan berkata,’Wahai sekalian manusia, takutlah kalian pada syirik ini, karena ia lebih halus daripada rayapan semut.’Kemudian Abdulloh bin Hazan dan Qois bin Al Mudlarib mendatangi Abu Musa dan berkata,’Demi Allah, engkau harus menguraikan apa yang engkau katakan atau kami akan mendatangi Umar, baik diizinkan atau tidak.’ lalu Abu Musa berkata,’Kalau begitu aku akan menguraikan apa yang aku katakan. Pada suatu hari Rosululloh Sholallahu Alaihi Wassalam pernah berkhutbah dihadapan kami, beliau bersabda,’Wahai sekalian manusia, takutlah pada syirik ini, karena ia lebih halus daripada rayapan semut.’ kemudian orang-orang yang dikehendaki Allah bertanya kepada beliau,’bagaimana kami bisa menghindarinya, sedangkan ia lebih halus dari rayapan semut, ya Rosululloh?’, Beliau menjawab,’Ucapkanlah : Ya Allah, sesungguhnya kami berlindung kepadaMu dari mempersekutukanMu dengan sesuatu yang kami ketahui dan kami memohon ampunan kepadaMu dari apa yang kami tidak ketahui.’ [HSR Ahmad dan Thabrani, lihat Shahih Targhib wat Tarhib no 33]

10. Berteman dengan orang-orang shalih, ikhlas dan bertaqwa
Diantara faktor yang dapat mendorong berbuat ikhlas ialah berteman dengan orang-orang yang ikhlas agar kita dapat mengikuti jejak dan tingkah laku mereka yang baik.Dan kita harus waspada kepada orang-orang yang riya’ yang akan membawa kebinasaan.


Wallahu ta’ala ‘alam

Pustaka/ma’raji’
1. Kutubus sittah
2. Musnad Imam Ahmad
3. Syarh Muslim, Imam Nawawi
4. Fathul bari Syarh Shahih Bukhori, Imam Ibnu Hajar al Atsqolani
5. Bahjatun Nadzirin Syarh Riyadhus Shalihin juz 3 , Syaikh Salim Al Hilali
6. At Targhib wa Tarhib, Al Mundziri
7. Shahih At Targhib wa Tarhib, Syaikh Al Albani
8. Shahih Jami’us Shaghir, Syaikh Al Albani
9. Shahih Sunan An Nasai, Syaikh Al Albani
10. Mukhtashor Minhajul QOshidin, Imam Ibnu Qodamah Al Maqdiisi, tahqiq Syaikh Ali Hasan Al Halabi
11. Majmu Fatwa, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
12. Maqashidul Mukallafin-Al Ikhlas, Dr Umar Sulaiman Al Asyqor
13. Ar Riya’ , DZammuuhu wa Atsaruhu As Sayi fil Ummah, Syaikh Salim Al Hilali
14. Al Ikhlas, Syaikh Husein Al Uwaisyah
15. Kitabut Tauhid, Imam Muhammad bin Abdul Wahab
16. Al Qaulul Mufid ‘Ala Kitabut tauhid, Syaikh Al Utsaimin

Dapatkan kitab dan terjemahannya di AL-AISAR.

Sumber :SALAFY edisi XXII/1418 H

[Dilarang mengkopi seluruh atau sebagian artikel ini kecuali menyertakan www.al-aisar.com sebagai sumbernya.]



jazakumullah

Geen opmerkingen: